tag:blogger.com,1999:blog-46887917904733834662024-02-07T18:27:08.093+07:00Lugas Wicaksonoapa adanya, sederhana, lugu, polos dan tidak bijaksanaLugas Wicaksonohttp://www.blogger.com/profile/15886407975190000298noreply@blogger.comBlogger76125tag:blogger.com,1999:blog-4688791790473383466.post-56833224807626275872017-08-03T08:52:00.002+07:002017-08-28T11:43:31.961+07:00Rosita dan Pemberitaan Media Soal Bunuh DiriRosita (16), remaja yang baru saja lulus dari Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) 1 Tumpang ditemukan tewas di dalam kamar rumahnya di Dusun Glendangan, Desa Ngingit, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Jumat (28/7/2017) sekira pukul 05.00 WIB. Almarhum pertama kali ditemukan tewas oleh ibunya, Wijiyati yang akan membangunkannya.<a name='more'></a><br /><br />Seperti diberitakan Malang Post, remaja ini tewas dengan mulut yang mengeluarkan busa dan terdapat luka lebam di sekujur tubuhnya. Koran ini buru-buru menyimpulkan kematian Rosita karena bunuh diri dengan meminum obat-obatan antobiotik melebihi dosis. Remaja ini diketahui sakit lambung sehingga harus minum obat-obatan. Dalam berita itu juga disebutkan sejumlah warga menduga lebam pada tubuhnya karena remaja ini sering disiksa ibunya.<br /><br />Pemberitaan kematian Rosita di koran ini mendapat porsi lebih dengan dipilihnya sebagai headline berita utama halaman 1 edisi Sabtu (29/7/2017) dengan judul 'Sempat Viral, Remaja Ini Bunuh Diri'. Meskipun dalam berita itu ditulis bahwa kematian Rosita masih dalam penyelidikan polisi. Kasatreskrim Polresta Malang, AKP Azi Pratas Guspitu masih belum menyimpulkan penyebab kematiannya. Polisi kini masih menyelidiki dan menunggu hasil visum luar dari Rumah Sakit Saiful Anwar (RSSA) Malang.<br /><br />Rosita sempat menjadi obyek berita dan diperbincangkan publik Januari 2017 lalu setelah uang tabungan Rp 42 juta di sekolah tidak diakui gurunya. Dilansir dari detik.com, Rosita akan mengambil uang tabungan itu ketika akan lulus dari sekolah itu, tetapi sekolah atau wali kelas tidak mengakui tabungannya. Saking takutnya, putri pasangan Wijiyati dan Suryono ini mencoba bunuh diri dengan menenggak beberapa butir pil obat sakit kepala dicampur minuman bersoda. Beruntung nyawa Rosita bisa diselamatkan setelah dilarikan ke rumah sakit tidak jauh dari rumahnya.<br /><br />Remaja ini berencana mengambil uang tabungan sebelum liburan sekolah agar dapat digunakan untuk merayakan lebaran dan biaya masuk SMA. Setiap kali menabung ia dan ibunya mencatat dalam buku tabungan yang dimiliki sendiri karena wali kelas tidak memberikan buku tabungan sebagai catatan.<br /><br />Ibu Rosita, Wijiyati mengakui polemik ini berdampak pada psikologis anaknya. Rosita yang selalu menagih dan mencari saksi ke teman-temannya membuat dirinya dijauhi dan merasa diacuhkan oleh sekolah. Sementara Kepala Sekolah MTsN 1 Tumpang, Pono mengatakan kalau tabungan Rosita hanya sebesar Rp 135 ribu. Nominal itu sesuai dengan yang tercatat dalam buku tabungan yang dimiliki wali kelas. Polemik ini menjadi sorotan Kementerian Agama (Kemenag) dan Dinas Sosial Kabupaten Malang. <br /><br />Pemberitaan ini sempat menjadi viral di media sosial dan mendapat tanggapan luas dari masyarakat. Tidak sedikit netizen yang turut membagikan berita ini dan mengomentarinya. Mereka tanpa disadari abai dengan kondisi Rosita itu sendiri. Sangat dimungkinkan kondisi psikologis remaja ini justru semakin memburuk dan bukan malah membaik setelah diberitakan. <br /><br />Septi Prameswari dalam tulisannya di youthproactive.com berjudul 'Jadi Korban Kedua Kali Karena Pemberitaan, 5 Contoh Kasus', mengkritisi media massa dalam memberitakan khususnya kasus anak dalam perkembangan digital. Media dianggapnya seringkali kebablasan dan mengabaikan prinsip jurnalisme dasar bahkan menafikan empati. Hal ini seringkali terlihat dalam pemberitaan, khususnya di media daring.<br /><br />Media daring seringkali mencari angle yang kontroversial dengan judul bombastis dan konten pemberitaan yang justru seringkali menyudutkan korban atau menimbulkan trauma bagi korban dan keluarga korban. Akhirnya tanpa disadari, korban menjadi "korban" kedua kali oleh pemberitaan media. Ditambah kebiasaan netizen kita yang dengan cepat membagi informasi media yang kadang tanpa tahu benar-tidaknya informasi itu, tanpa mempertimbangkan efek bagi obyek berita tersebut.<br /><br />Di sisi lain porsi pemberitaan kasus bunuh diri di media massa menjadi perhatian para psikolog. Mereka berharap media proporsional dalam memberitakan kasus bunuh diri dan tidak harus membesar-besarkan. Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa DKI Jakarta, Nova Riyanti Yusuf dalam #DiskusiRuangTengah yang digelar Tempo.co mengatakan, pemberitaan di media massa menjadi satu faktor pendukung seseorang untuk meniru tindakan bunuh diri setelah membaca, menyaksikan atau mendengar berita tentang bunuh diri. Seseorang yang tidak terpikirkan akan bunuh diri sekalipun bisa terinspirasi untuk bunuh diri. Karena itu dia menghimbau kepada media massa dan jurnalis untuk membuat berita kasus bunuh diri yang kondusif. Ini menurutnya juga sudah diatur dalam Undang-undang (UU) Kesehatan Jiwa.<br /><br />"Jangan sampai pemberitaan justru membuat keinginan untuk bunuh diri. Karena bunuh diri itu kecenderungannya meniru. Media pemberitaannya harus kondusif sesuai dengan yang diatur UU kesehatan jiwa, tidak memgandung unsur kekerasan kepada orang lain dan diri sendiri," ujar Nova, Jumat 28 Juli 2017 di Ruang Teater Mini, Gedung Tempo, Lantai 4, Jalan Palmerah Barat No 8, Jakarta Selatan yang saya saksikan melalui live streaming facebook Tempo Media.<br /><br />Media-media di sejumlah negara menurutnya bahkan telah memiliki sejumlah aturan sendiri dalam pemberitaan kasus bunuh diri. Aturan yang disepakati itu di antaranya pemilihan kalimat dan kata sehingga berita yang disajikan tidak menginspirasi pembaca untuk meniru tindakan bunuh diri seperti kasus yang diberitakan. Kepala Koordinator Into The Light Indonesia, Benny Prawira Siauw dalam diskusi itu menambahkan, kelompok atau individu yang rentan bunuh diri satu di antaranya adalah mereka yang diekspose secara tidak adil dalam pemberitaan media.<br /><br />Selain itu, Benny menghimbau kepada media agar menyajikan berita bunuh diri setelah mendapatkan konfirmasi dari kepolisian mengenai kepastian kematian korban memang benar karena bunuh diri. Dan menyajikannya secara aman dalam berita bekerjasama dengan profesional sebagai narasumber misalnya psikolog. Media juga dihimbau agar tidak menjadikan berita bunuh diri sebagai wabah yang menonjol atau membuat gawat, cukup menampilkan data kasus saja.<br /><br />Seseorang yang akan bunuh diri menurutnya akan memberikan tanda sebelum melalukannya. Tanda yang dimaksud itu bisa menjadi pedomam bagi orang terdekat untuk mencegahnya. Di samping itu juga tidak ada faktor tunggal penyebab bunuh diri, mereka yang bunuh diri cenderung menghadapi persoalan yang kompleks tidak hanya satu masalah saja.<br /><br />"Jangan menjadikan berita bunuh diri sebagai wabah yang menonjol, data saja yang ditampilkan. Jangan juga berita kelihatan bunuh diri gak ada peringatan sama sekali, biasanya mereka (pelaku) memberi peringatan. Surat bunuh diri dijaga privasinya jangan disebarluaskan. Jangan wawancara polisi, saksi sebab tunggal karena tidak ada sebab tunggal dalam kasus bunuh diri, itu kompleks multifaktor yang menyebabkan," tuturnya.<br /><br />Sementara apabila penyebab kematian masih belum jelas semisal antara dibunuh atau bunuh diri, lebih baik menunggu hasil penyelidikan kepolisian saja. Meskipun jurnalis melakukan investigasi sendiri tetapi laporannya agar tidak diberitakan secara vulgar di pemberitaan media.<br /><br />Potensi bunuh diri menginspirasi orang disekitarnya untuk melakukan tindakan bunuh diri serupa menurutnya sebesar 20-25 persen. Artinya orang terdekat pelaku bunuh diri sangat rentan untuk ikut bunuh diri setelah kematian pelaku. Terlebih orangtua apabila yang bunuh diri itu anaknya akan sangat merasa bersalah dan bisa saja akan ikut bunuh diri.<br /><br />"Internal keluarga yang terdampak secara langsung kita harus pertimbangkan. Stigma, aib itu berat sekali apalagi orangtua yang anaknya bunuh diri itu pasti disalahkan banget," ucapnya.<br /><br />Data WHO disampaikan Nova menunjukkan angka tertinggi kasus bunuh diri tertinggi lansia dan kedua remaja belasan tahun. Mereka yang bunuh diri 49 persen menggunakan pistol, 39 persen gantung diri dan tujuh persen menggunakan racun. "Salah satunya penggunaan obat anti depresan yang tinggi membuktikan erat kaitan bunuh diri dengan gangguan depresi, mood atau perasaan," kata Nova.<br /><br />Dari data hasil penelitian CDC disebutkan bahwa 13.000 remaja berkeinginan bunuh diri setiap 12 bulan sekali. Sebanyak 21,8 persen remaja perempuan dan 12 persen remaja laki-laki pada 2016. Pada 2015, pelajar SMP dan SMA yang ingin bunuh diri sebanyak 5,9 persen perempuan dan 4,3 persen laki-laki.<br /><br />Ia berharap orang di sekitar remaja agar lebih peka dengan permasalahan ini. Salah satu upayanya dengan menggali ide bunuh diri pada remaja yakni dengan menanyakan permasalahan serta memberikan solusi. Selama ini seringkali orang di sekitar mereka tidak peka, terutama guru bimbingan konseling di sekolah, keluhan siswa sering disepelekan padahal permasalahan itu serius bagi siswa itu.<br /><br />Di sisi lain, Emile Durkheim, tokoh sosiologi dari Jerman dalam teori suicide menyebutkan bahwa penyebab seseorang bunuh diri tidak saja disebabkan faktor psikologi saja tetapi juga disebabkan faktor sosiologis dalam artian lingkungan di sekitarnya. Melibatkan Rosita dalam polemik uang tabungannya antara orangtua dan pihak sekolah juga bukanlah sesuatu yang tepat. Dalam kasus ini Rosita seakan menjadi orang yang paling bertanggjawab atas uang tabungan Rp 42 juta itu. Polemik ini bisa menjadi penyebab remaja ini semakin depresi dan sampai mencoba bunuh diri. (lugas wicaksono)Lugas Wicaksonohttp://www.blogger.com/profile/15886407975190000298noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4688791790473383466.post-88790521207997077882017-06-13T23:13:00.002+07:002017-06-13T23:13:52.069+07:00Kisah Dibalik Masjid Bedjo yang Berkiblat ke Tiongkok<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhwn4ff42gMkUriCTleYsDA7ULta1fXKz9qcrhjku_TCVrV9eqoTHWeCL65YHtLcLQp5qqVZdXN9y_akVBELDBf0KGkq7_smc3o3aJq6ZABLjN2coig4b4nc8IfWlTnJR7ilyzmeCzuvRA/s1600/IMG_20170612_151227.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1200" data-original-width="1600" height="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhwn4ff42gMkUriCTleYsDA7ULta1fXKz9qcrhjku_TCVrV9eqoTHWeCL65YHtLcLQp5qqVZdXN9y_akVBELDBf0KGkq7_smc3o3aJq6ZABLjN2coig4b4nc8IfWlTnJR7ilyzmeCzuvRA/s320/IMG_20170612_151227.jpg" width="320" /></a></div>
MALANG - Masjid KHM Bedjo Dermoleksono yang berdiri di komplek Rumah Sakit Universitas Muhammadiyah Malang (RS UMM) memiliki arsitektur unik bergaya Tiongkok. Masjid ini pertama kali dibangun pada 2009 dan sudah dapat dimanfaatkan sebagai tempat sembahyang umat Islam pada 2010 lalu.<a name='more'></a><br /><br />Kepala Badan Permakmuran Masjid UMM, Drs. H. Syamsurizal Yazid, MA mengatakan, arsitektur bangunan masjid ini mengikuti arsitektur bangunan RS yang juga bergaya Tiongkok. Ini menurutnya sesuai dengan keinginan Rektor UMM ketiga Prof Dr Muhadjir Effendy yang kini menjabat sebagai Menteri Pendidikan RI.<br /><br />Dikatakan, RS UMM bangunannya menghadap ke Timur yang berarti juga secara geografis menghadap ke arah negara Tiongkok. Karena itu bangunannya terinspirasi dengan bangunan bergaya Tiongkok. Ketika itu pula Muhadjir Effendy saat pembangunan juga terinspirasi dari petuah Arab atau hadits riwayat dari Anas bin Malik Radhiallahu 'Anhu yang menyebut "Tuntutlah ilmu sampai ke Negeri Cina".<br /><br />"Untuk arsitektur Tiongkok ini menyesuaikan dengan bangunan RS UMM yang menghadap ke arah Timur. Ini juga sesuai dengan keinginan Pak Rektor dulu yang sekarang sudah jadi menteri, Pak Muhadjir Effendy," kata Syamsurizal.<br /><br />Sementara nama KHM Bedjo Dermoleksono adalah salah satu tokoh perubahan Muhammadiyah sekitar tahuh 1930. Bedjo dahulu seorang tokoh yang pernah menjadi pimpinan Muhammadiyah Malang serta sebagai dewan pengawas dan komisaris UMM. Dalam berdakwah KHM Bedjo tidak hanya di mimbar-mimbar masjid, tetapi juga di sekolah, kampus dan radio serta tulisan di media massa. Salah satu tulisannya berjudul Islam Sontoloyo di Suara Muhammadiyah yang sempat membuat majalah itu dibredel oleh presiden Soekarno.<br /><br />"Sedangkan namanya KHM Bedjo merupakan salah satu tokoh Muhammadiyah dahulu yang cukup kritis sehingga diharapkan dapat menjadi teladan," ucapnya.<br /><br />Masjid ini berukuran 300 meter persegi dan terdiri dari tiga lantai. Lantai II dan III digunakan untuk solat dna dapat menampung sekitar 600 jamaah. Diharapkan dengan arsitektur khas Tiongkok, masjid dapat menjadi simbol Islam yang beragam dan terbuka terhadap semua golongan masyarakat. (*)Lugas Wicaksonohttp://www.blogger.com/profile/15886407975190000298noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4688791790473383466.post-45081223296554777762017-05-24T18:28:00.003+07:002017-06-13T22:34:40.156+07:00Tentang Kekalahan dan Wasit Liga 3Ofisial dan pemain Persikoba Batu langsung mengerubuti wasit Ahmad Sajidin usai dia meniup peluit panjang tanda berakhirnya pertandingan. Mereka merasa tidak puas dengan kepemimpinan wasit asal Gresik ini dalam laga tandang menghadapi tuan rumah Persema Malang di Stadion Gajayana Malang, (17/5/2017) petang lalu.<a name='more'></a><br /><br />Bagi mereka keputusan wasit dianggap banyak merugikan timnya. Sampai mereka harus takluk dari tim tuan rumah 2-1. Beberapa pukulan dan tendangan sempat mendarat ke tubuh Sajidin. Aparat keamanan dan panpel yang bertugas berusaha mengamankannya dari tengah lapangan menuju kamar ganti.<br /><br />Namun jumlah aparat yang diturunkan di Liga 3 tidaklah sebanyak Liga 1. Mereka juga tidak dibekali peralatan yang memadai. Ini membuat pihak yang tidak puas dengan wasit mudah melampiaskan amarahnya. Saat wasit dengan pengawalan aparat menuju kamar ganti, tepat di depan lorong berdiri seorang pria. <br /><br />Saya yang juga berada di lorong tepat di belakangnya usai turun dari tribun VIP mengira pria itu bagian dari panpel. Tetiba tanpa disadari pria ini melepaskan tendangan tepat ke arah perut wasit Sajidin yang sedang dalan pengawalan aparat. Rupanya dia seorang ofisial Persikoba.<br /><br />Pengamanan yang lebih longgar dari Liga 1 seringkali membuat wasit yang bertugas di kasta terendah ini menjadi sasaran empuk pihak yang tidak puas dengan kepemimpinannya. Tidak dipungkiri bahwa kualitas wasit yang bertugas di Liga 3 ini jauh dari kata memuaskan. Seringkali mereka mengeluarkan keputusan kontroversial saat laga sedang berlangsung ketat. Wajar saja apabila tim yang sedang bertanding geram, apalagi bagi tim yang tertinggal skor.<br /><br />Pelatih Persikoba Batu Samsul Riyadi tidak sanggup menutupi kekecewaannya usai pertandingan. Menurut dia, wasit sangat buruk dalam memimpin pertandingan. Keputusannya seringkali merugikan timnya. <br /><br />Bahkan sebagai pihak yang menang Pelatih Persema Stefan Hansson juga menilai wasit buruk. Ia menyadari kualitas Liga 3 tidaklah sesuai ekspektasinya. Sembari menunjuk ke arah tribun VIP dari pinggir lapangan, pelatih asing ini terheran ketika ratusan penonton yang tidak puas dengan leluasa ribut dan berusaha turut menyerang wasit.<br /><br />Kedua pelatih ini sepakat bahwa Liga 3 sebagai kasta terendah menjadi ajang unjuk diri pemain muda. Karena itu cukup ironis apabila kompetisi yang salah satunya bertujuan untuk pembinaan usia muda dipimpin wasit yang buruk. Kepemimpinan wasit bagi mereka berdua sangat berpengaruh terhadap psikologisnya pemain muda. <br /><br />Namun Samsul sadari dan akan mengingatkan pemainnya agar terbiasa dengan kondisi semacam ini. Karena ketika sudah menjadi pemain matang dan berlaga di kasta tertinggi, pemain akan lebih banyak menjumpai beragam intrik dengan beragam cara pula. Mengingat sepakbola tidak saja olahraga.<br /><br />Pelatih Arema Indonesia Totok Anjik sangat emosional usai laga timnya yang bertindak sebagai tuan rumah melawan Mojosari Putra, Minggu (14/5/2017). Saat melayani wawancara awak media di depan kamar ganti dia tidak bisa menyembunyikan amarahnya terhadap wasit Agung Setiawan yang memimpin jalannya pertandingan. Ia menilai banyak keputusan wasit asal Lamongan ini yang merugikan timnya. Sehingga mereka sebagai tuan rumah yang menargetkan meraup poin penuh hanya puas berbagi angka 1-1 dengan tim tamu.<br /><br />Apalagi wasit sempat menghentikan pertandingan saat pertengahan babak kedua karena ketakutan dengan petasan yang diledakkan suporter. Selama 20 menit wasit bersembunyi di dalam ruang ganti. Padahal antara pemain kedua tim ini baik-baik saja dan tidak ada yang berseteru. Keputusan-keputusan wasit yang kontroversial menurut Anjik sangat berpengaruh terhadap mental pemainnya. Akibatnya para pemain muda ini emosinal dan kurang konsentrasi, sehingga tidak maksimal dalam bermain.<br /><br />Puncak amarah Anjik meluap saat rombongan wasit memasuki ruang ganti dengan kawalan aparat. Saat wasit tepat lewat di depannya yang sedang melayani permintaan wawancara awakmedia, dia mempertanyakan kinerja wasit dan berusaha menyerangnya. Beruntung aparat dengan sigap mengamankan wasit dan menenangkan Anjik.<br /><br />Dia menilai kepemimpinan wasit yang buruk sangat tidak baik bagi pembinaan pemain usia muda. Menurutnya, kalah menang dalam pertandingan sudah biasa, tetapi dia menyesalkan wasit yang memberi contoh buruk kompetisi di Indonesia kepada pemain muda. Bagi dia akan menjadi sia-sia upayanya melatih pemain setiap hari pagi dan sore kalau mental pemain dirusak wasit saat pertandingan resmi. Anjik sebelumnya juga tidak puas dengan kepemimpinan wasit Agus Susianto saat memimpin laga perdana Liga 3 melawan Persema 1953, (10/5/2017) lalu. Wasit membuat permainan anak asuhnya rusak dan mereka sebagai tuan rumah harus puas bermain imbang 1-1 dalam laga derby ini di Stadion Gajayana.<br /><br />Wasit yang bertugas di Liga 3 hampir selalu menjadi pelampiasan tim yang kalah atau tidak puas dengan hasil pertandingan. Anjik saat Arema Indonesia menang 2-1 lawan Blitar Putra dalam laga kandang di Stadion Gajayana (17/5/2017 lalu tidak banyak berkomentar mengenai kepemimpinan wasit Haryanto. Sebaliknya Pelatih Blitar Putra, Efendy Aziz mengaku kecewa dengan keputusan wasit asal Tulungagung itu.<br /><br />Terutama ketika wasit mengesahkan gol kedua Arema menit 38 yang dicetak Daud Ivan Kararbo. Ia berpendapat pemain bernomor 9 itu sudah dalam posisi offside saat menceploskan bola ke gawang timnya. Ketika itu pemain yang tidak puas dengan keputusan itu langsung bereaksi mengerumuni wasit dan hakim garis di pinggir lapangan. Beberapa dari mereka menendang dan memukul wasit.<br /><br />Reaksi dari pemain Blitar membuat suporter Arema yang berada di tribun utara turut emosi. Mereka berlari menuju tribun timur dekat lokasi kerumunan dan sebagian bisa turun sampai ke sentelban menghampiri kerumunan pemain. Sedikitnya aparat yang berjaga membuat mereka agak leluasa, tetapi dengan dibantu panpel, suporter bisa dihalu tanpa sempat menyentuh para pemain tim tamu.<br /><br />Aziz menilai bahwa wasit memimpin pertandingan dengan sangat buruk dan tidak mengerti tentang peraturan sepakbola. PSSI diharap segera mengevaluasi dan menugaskan wasit layak untuk memimpin pertandingan Liga 3, sehingga semua baik-baik saja, kedua tim yang bertanding bermain dengan fairplay, tidak banyak insiden, dan penonton dapat menyaksikan pertandingan dengan tenang. (*)<br />Lugas Wicaksonohttp://www.blogger.com/profile/15886407975190000298noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4688791790473383466.post-20690410003565934362017-03-28T05:29:00.000+07:002017-06-27T21:53:05.367+07:004 Tradisi Sebelum dan Sesudah Nyepi di Buleleng<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Hari Raya Nyepi adalah Tahun Baru Hindu berdasarkan penanggalan/kalender Saka, yang dimulai sejak tahun 78 Masehi. Tahun Baru Saka di Bali dimulai dengan menyepi dan melaksanakan catur brata penyepian. <br /><br />Saat Nyepi tidak ada aktivitas yang dilakukan. Termasuk semua kegiatan di Bali ditiadakan. Di tempat umum hanya ada pecalang yang bertugas untuk menjaga Nyepi dan memastikan tidak ada warga yang beraktivitas. Kalaupun ada warga yang kedapatan beraktivitas saat Nyepi akan dikenakan sanksi adat.</span><br />
<a name='more'></a><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /><br />Ini untuk menjaga kekusyukan umat Hindu saat melakukan perenungan selama 24 jam dan diharapkan melalui ini akan menjadi manusia yang lebih baik.<br /><br />Ada pantangan yang tidak boleh dilakukan selama Nyepi. Di antaranya Ameti Karya (dilarang bekerja), Ameti Lelungan (dilarang bepergian), Ameti Laguang (dilarang berpuasa) dan Ameti Geni (dilarang menyalakan api).<br /><br />Tujuan utama Nyepi adalah memohon ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa (Ida Sanghyang Widhi Wasa) untuk menyucikan Bhuana Alit (alam manusia) dan Bhuana Agung (alam semesta).<br /><br />Sebelum dan sesudah Nyepi, ada sejumlah ritual yang dilakukan umat Hindu. Di antaranya,<br /><br />1. Upacara melasti, mekiyis dan melis<br /><br />Umat Hindu melaksanakan ritual ini di sumber air suci kelebutan, campuan, patirtan dan segara. Sebagian besar umat biasanya lebih memilih melakukannya di segara karena sekaligus untuk nunas tirtha amerta (tirtha yang memberi kehidupan) ngamet sarining amerta ring telenging segara. Dalam Rg Weda II. 35.3 dinyatakan Apam napatam paritasthur apah (Air yang murni baik dan mata air maupun dan laut, mempunyai kekuatan yang menyucikan). Tujuannya untuk penyucian bhuana alit (diri kita masing-masing) dan bhuana Agung atau alam semesta ini. <br /><br />2. Menghaturkan bhakti/pemujaan<br /><br />Ritual ini dilakukan di Balai Agung atau Pura Desa di setiap desa pakraman, setelah kembali dari mekiyis.<br /><br />3. Tawur Agung/mecaru<br /><br />Di setiap catus pata (perempatan) desa/pemukiman, lambang menjaga keseimbangan. Keseimbangan buana alit, buana agung, keseimbangan Dewa, manusia Bhuta, sekaligus merubah kekuatan bhuta menjadi div/dewa (nyomiang bhuta) yang diharapkan dapat memberi kedamaian, kesejahteraan dan kerahayuan jagat (bhuana agung bhuana alit).<br /><br />Dilanjutkan pula dengan acara ngerupuk/mebuu-buu di setiap rumah tangga, guna membersihkan lingkungan dari pengaruh bhutakala. Belakangan acara ngerupuk disertai juga dengan ogoh-ogoh (symbol bhutakala) sebagai kreativitas seni dan gelar budaya serta simbolisasi bhutakala yang akan disomyakan. (Namun terkadang sifat bhutanya masih tersisa pada orangnya).<br /><br />4. Nyepi (Sipeng)<br /><br />Dilakukan dengan melaksanakan catur brata penyepian (amati karya, amati geni, amati lelungan dan amati lelanguan).<br /><br />5. Ngembak Geni.<br /><br />Mulai dengan aktivitas baru yang didahului dengan mesima krama di lingkungan keluarga, warga terdekat (tetangga) dan dalam ruang yang lebih luas diadakan acara Dharma Santi seperti saat ini.<br /><br />Di antara ritual itu tidak jarang pelaksanaannya berbeda sesuai dengan tradisi di daerah tersebut. Termasuk di Kabupaten Buleleng, Bali ada sejumlah tradisi yang dilakukan berbeda dengan daerah lain sebelum dan setelah Nyepi.<br /><br />Tradisi ini dilakukan setiap tahunnya karena sudah dilakukan secada turun temurun dan diyakini mendatangkan kebaikan. Tradisi ini juga salah satu kearifan lokal yang harus terus dilestarikan. Setidaknya ada empat tradisi yang berbeda itu, di antaranya;<br /><br />1. Tradisi Megebek-gebekan<br /><br />Tradisi ini dilaksanakan krama (warga) Desa Pakramam Tukadmungga, Buleleng, Bali sehari sebelum Nyepi. Mulai pukul 18.00 Wita, pecaruan sudah mulai dilakukan di perempetan desa dengan menghaturkan banten (sesajen) yang salah satunya sapi utuh yang telah dipotong.<br /><br />Ratusan krama desa lalu berebut tulang belulang dan daging sapi utuh setelah dipotong. Megebek-gebekan adalah sebuah tradisi yang dilaksanakan krama desa, berasal dari delapan banjar adat di Tukadmungga, dengan memperebutkan bagian sapi yang telah dipotong.<br /><br />Sapi yang telah dipotong itu sebelumnya telah dikuliti terlebih dahulu, dan diambil daging hingga organ tubuhnya untuk olahan makanan.<br /><br />Megebek-gebekan sendiri telah dilakukan secara turun-menurun dari para leluhur krama desa Tukadmungga yang selalu dilakukan sehari sebelum Nyepi tiap tahun. Konon dahulu Desa Tukadmungga diserang hama tikus yang sangat banyak. Para leluhur lalu melakukan ritual ini untuk memusnahkan hama tikus.<br /><br />2. Tradisi Ngamuk-amukan<br /><br />Tradisi ini dilaksanakan krama Desa Padangbulia, Kecamatan Sukasada, Buleleng, Bali petang sehari sebelum Nyepi. Krama saling berperang api menggunakan sarana danyuh atau daun kelapa kering yang dibakar api saat macaru atau mabuu-buu di setiap rumah krama.<br /><br /><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh0pZlxLDgjGOxxdNelGV4caHoE3G-JPCkX0hHWE62mjsDa_hxZOzn4dT9ugIthJHuqTip9P5VHOD2ze6q8BfAK3QzTMlMnYzD-pIg_oPWh-BrOvCttvTm_JvZXV7K5p5X2-kD77YRqd0w/s1600/FB_IMG_1490652921550.jpg"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh0pZlxLDgjGOxxdNelGV4caHoE3G-JPCkX0hHWE62mjsDa_hxZOzn4dT9ugIthJHuqTip9P5VHOD2ze6q8BfAK3QzTMlMnYzD-pIg_oPWh-BrOvCttvTm_JvZXV7K5p5X2-kD77YRqd0w/s320/FB_IMG_1490652921550.jpg" /></a><br /><br />Danyuh yang telah dibakar laludibawa keluar di depan pintu masuk rumah. Danyuh inilah yang dipakai Ngamuk-amukan atau perang api oleh krama desa.<br /><br />Tradisi ini sebagai simbol agar umat manusia pada saat melaksaakan Catur Brata Panyepian bisa menjalankan dengan baik. Tanpa harus menyimpan rasa dendam dan sifat marahnya ketika menyongsong Tahun Baru Saka.<br /><br />3. Tradisi Nyakan Giwang<br /><br />Tradisi memasak di luar rumah ini dilaksanakan pada dini hari setelah krama melaksanakan Catur Brata Penyepian. Tradisi ini biasa dilaksanakan krama di dua kecamatan, Kecamatan Banjar dan Kecamatan Busungbiu.<br /><br /><br /><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgPpoCsMAmV12nbIq9NPmI0vuKDPra5YTNif_IhsM9IeHnEmCNHqlgcAXNKxCmVkFqqR43AvVCXe5_DFJHRr7nlxqUyuEpwmfru9P1qcMblYxJgamQJ-KHF5ElM3a73bLV88FTADKwlHPA/s1600/IMG-20150322-00087.jpg"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgPpoCsMAmV12nbIq9NPmI0vuKDPra5YTNif_IhsM9IeHnEmCNHqlgcAXNKxCmVkFqqR43AvVCXe5_DFJHRr7nlxqUyuEpwmfru9P1qcMblYxJgamQJ-KHF5ElM3a73bLV88FTADKwlHPA/s320/IMG-20150322-00087.jpg" /></a><br /><br />Mereka mulai menyiapkan tungku api berbahan batu-bata atau batako di depan rumah, tepat di pinggir jalan raya untuk memulai memasak ketika ngembak geni, malam seusai melaksanakan catur brata penyepian.<br /><br />Mereka memulai memasak makanan berupa lauk pauk dan nasi sembari saling bertegur sapa dengan warga lain.<br /><br />Seusai makanan dimasak, mereka memakan bersama makanan yang sduah siap dihidangkan itu. Tradisi ini juga dapat berfungsi sebagai sarana menyama braya atau saling mempererat tali persaudaraan antar masyarakat.<br /><br />4. Megoak-goakan<br /><br />Tradisi ini merupakan permainan yang dimainkan sehari setelah Nyepi oleh muda-mudi Desa Panji, Kecamatan Sukasada, Buleleng, Bali.<br /><br />Sebelum memainkannya, para pemuda terlebih dahulu maturang piuning, memohon keselamatan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa agar permainan berjalan lancar tanpa hambatan.<br /><br /><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhVuzy_s9BMcpZRHbSAqlqXkRKtK4M8x745r3BT_FkLu3s8QSwdklMqNAhg7CHWe03nSPexi5YYHrv8QuXer4h6v5eNPseS5I_8AiPvHM8zrU8p1BJQWZws2DRIfIS1VgdA9aS6Oj-9QZ8/s1600/20150327_172933.jpg"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhVuzy_s9BMcpZRHbSAqlqXkRKtK4M8x745r3BT_FkLu3s8QSwdklMqNAhg7CHWe03nSPexi5YYHrv8QuXer4h6v5eNPseS5I_8AiPvHM8zrU8p1BJQWZws2DRIfIS1VgdA9aS6Oj-9QZ8/s320/20150327_172933.jpg" /></a><br /><br />Para muda-muda berbaris memanjang membentuk formasi 'ular-ularan'. Mereka lalu berlari sembari memegang erat pinggang peserta di depannya agar tidak terputus dan mengitari tanah lapang yang becek.<br /><br />Permainan ini sudah dimainkan secara turun termurun sejak zaman Kerajaan Buleleng yang dipimpin Raja Ki Gusti Ngurah Panji Sakti.<br /><br />Nama megoak-goakan diambil dari nama goak yang berarti burung gagak, hewan yang digemari Panji Sakti.</span>Lugas Wicaksonohttp://www.blogger.com/profile/15886407975190000298noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4688791790473383466.post-22523775651091383782017-01-27T20:29:00.000+07:002017-01-27T20:32:07.281+07:00Kisah Hok Liang Pembuat Kue Keranjang<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: left; margin-right: 1em; text-align: left;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEix3B5mdKFhj-Rh2tZxeeWY-z6DJt6jSJhNUo1DxYk91j1yi_YPu5WpDStJo2A7f-SJh6m-gRFLN8CFmYF8qc7ym3hKgFN6f4IfQBCVxC0ZowionIqbjqjTtS5kK3Xeko17Ca6BPyvJZmE/s1600/20170126_111128.JPG" imageanchor="1" style="clear: left; margin-bottom: 1em; margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="180" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEix3B5mdKFhj-Rh2tZxeeWY-z6DJt6jSJhNUo1DxYk91j1yi_YPu5WpDStJo2A7f-SJh6m-gRFLN8CFmYF8qc7ym3hKgFN6f4IfQBCVxC0ZowionIqbjqjTtS5kK3Xeko17Ca6BPyvJZmE/s320/20170126_111128.JPG" width="320" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: left;"><span style="font-size: xx-small;">Hoak Liang mengukus kue keranjang di dalam dandang besar di dapur rumahnya <br />Jalan Pulau Sumba Gang II Nomor 11, Kelurahan Kampung Baru, Singaraja, <br />Buleleng, Kamis (26/1).</span></td></tr>
</tbody></table>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Hok Liang (60) bersama anak lelakinya, Nyoman Sukiada (23) mengukus kue keranjang di dalam dandang besar di dapur rumahnya Jalan Pulau Sumba Gang II Nomor 11, Kelurahan Kampung Baru, Singaraja, Buleleng, Kamis (26/1). Dua hari menjelang Tahun Baru Imlek 2568 Kongzili Sabtu (28/1) pesanan kue keranjang masih saja berdatangan.</span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br />Pria paruh baya ini merupakan generasi ketiga keluarganya yang masih tetap membuat kue yang biasa dijadikan sesajen saat persembahyangan Imlek ini. Di lingkungannya, keluarganya juga dikenal sebagai pembuat kue keranjang tertua karena sudah turun temurun. Bagi dia membuat kue keranjang tidak semata untuk meraup keuntungan, tetapi juga melestarikan tradisi keluarganya yang tidak boleh terputus.</span><br />
<a name='more'></a><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /><br />“Saya sudah generasi ketiga ini keluarga saya mulai buat kue keranjang sejak kakek lalu bapak saya. Saya masih bertahan membuatnya karena adat istiadat yang gak boleh ditinggalkan. Anak saya yang laki ini sudah mulai bisa buatnya, nanti kalau saya sudah gak mampu, dia yang akan meneruskan,” ujarnya.<br /><br />Keluarganya dikenal luas sebagai pembuat kue keranjang, pesanan tidak saja datang dari Buleleng tetapi juga dari daerah lain di Bali, luar Bali bahkan luar negeri. Saat ada pesanan dari daerah lain di Bali, ia yang mengantarkannya sendiri mengendarai mobil.<br /><br />“Pesanan dari Surabaya juga ada, saya yang memaketkan sendiri dikirim kesana, dari Amerika juga ada pesan 20 kilogram, ada orang pesan suruh bosnya yang di Amerika kirim kesana. Orang kenal kue keranjang saya dari mulut ke mulut karena mungkin sudah lama juga turun temurun kami membuatnya,” tuturnya.<br /><br />Hok Liang biasa berdua saja membuat kue ini dengan anaknya. Mereka membuatnya setahun sekali dan mulai menerima pesanan kue keranjang dua pekan menjelang Imlek. Untuk tahun ini sedikitnya sudah lebih dari 100 kilogram kue keranjang yang dibuatnya. Meningkat dari tahun lalu yang pesanannya hanya sekitar 75 kilogram saja.<br /><br />Dalam sehari keluarga Liang rata-rata bisa membuat sampai 20 kilogram. Setiap kilogram kue dijualnya Rp 50 ribu. Bagi dia membuat kue keranjang bukanlah pekerjaan mudah dan membutuhkan proses yang lama. Pertama mereka harus membuat keranjangnya dari daun pisang sebagai wadahnya. Bahan tepung ketan dan gula yang sudah menjadi adonan lalu dimasukkan ke dalam keranjangnya. Adonan lalu dikukus di dalam dandang yang dipanaskan menggunakan api tungku selama lebih dari 18 jam.<br /><br />“Butuh waktu seharian untuk membuat kue ini, prosesnya lama, tapi kue ini juga bertahan lama, meskipun saya tidak pernah pakai pengawet, kue keranjang buatan saya ini mampu bertahan sampai setahun,” pungkasnya. (gas)</span>Lugas Wicaksonohttp://www.blogger.com/profile/15886407975190000298noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4688791790473383466.post-77218674979330297892017-01-21T09:08:00.002+07:002017-01-21T09:08:57.364+07:00Senangnya Resky Bertemu Jrx SID Setelah Bersepeda Ribuan Kilometer Malang-Bali<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: left; margin-right: 1em; text-align: left;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhEO7MTz7uXnAfl9SMABFDM_1TSAQLLPaVQmDtWruW41Xs6iF_e-YDBrgqFqn3VKzQKI_RgAXXJRpckUE_6vUwvztIN5oGSdT9qDGbpyF0F47f1Lzy8eGjjTsZyB0l6mRscMQAUU6Cx0Ek/s1600/20170120_081526-1.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; margin-bottom: 1em; margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="200" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhEO7MTz7uXnAfl9SMABFDM_1TSAQLLPaVQmDtWruW41Xs6iF_e-YDBrgqFqn3VKzQKI_RgAXXJRpckUE_6vUwvztIN5oGSdT9qDGbpyF0F47f1Lzy8eGjjTsZyB0l6mRscMQAUU6Cx0Ek/s320/20170120_081526-1.jpg" width="320" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><div class="MsoNormal" style="text-align: left;">
<span style="font-family: Cambria, serif; line-height: 115%;"><span style="font-size: xx-small;">Resky (kiri) bersama teman-temannya bersepeda menyusuri </span></span><span style="font-family: Cambria, serif; font-size: 12.8px; line-height: 115%;"><span style="font-size: xx-small;">Jalan </span></span><span style="font-family: Cambria, serif; font-size: 12.8px; line-height: 115%;"><span style="font-size: xx-small;">Ahmad</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: left;">
<span style="font-family: Cambria, serif; font-size: 12.8px; line-height: 115%;"><span style="font-size: xx-small;">Yani, </span></span><span style="font-family: Cambria, serif; font-size: xx-small;">Singaraja, Jumat
(20/1). </span><span style="font-family: Cambria, serif; font-size: 12.8px; line-height: 115%;"><span style="font-size: xx-small;">F</span></span><span style="font-family: Cambria, serif; font-size: xx-small;">OTO: LUGASWICAKSONO</span></div>
</td></tr>
</tbody></table>
<span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Resky (19) bersama lima temannya bersepeda menyusuri jalanan protokol Kota Singaraja, Buleleng, Jumat (20/1). Mengenakan kaus hitam, bercelana pendek, bersepatu dengan kaus kaki selutut dan bertopi hitam, remaja ini tampak santai mengendarai sepeda lowrider miliknya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br />Pagi itu, ia akan bersepeda menuju Kota Denpasar dan Badung setelah sehari berada di Kota Singaraja sejak Kamis (19/1). Saat di Singaraja, ia bersama teman-temannya beraktivitas membersihkan Pantai Indah bersama Jrx SID dan puluhan aktivitas lingkungan lainnya. Petangnya, mereka menyaksikan sembari bernyanyi bersama Jrx SID di Sasana Budaya Singaraja dalam rilis album grub band Relung Kaca.<a name='more'></a><br /><br />Resky yang seorang Outsiders dan penggemar sepeda lowrider ini telah menempuh perjalanan dengan bersepeda dari Malang, Jawa Timur sampai ke Bali. Remaja asal Desa Jambearjo, Kecamatan Tajinan, Kabupaten Malang ini berangkat dari Malang menuju Bali sejak Sabtu (14/1) lalu. Ia bersepeda menyusuri jalan nasional lintas pulau bersama lima teman lainnya dari sejumlah kota/kabupaten di Jawa Timur tanpa perlu pengawalan polisi dan menghambat pengendara lain.<br /><br />Mahasiswa Jurusan Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) ini memutuskan untuk bersepeda ke Bali karena ingin berpetualang sembari menikmati liburan kuliah. Kebetulan Jrx sedang berkegiatan di Singaraja dan ia bersama teman-temannya mengikutinya.<br /><br />Setelah melalui perjalanan ribuan kilometer, mereka menginjakkan kaki di Pelabuhan Gilimanuk, Jembrana, Bali Rabu (18/1) pukul 16.00 Wita. Menurut dia, banyak kesan selama perjalanan menuju Bali mengenai kebersamaan. Kesan itulah yang memberikan pelajaran kepadanya bahwa manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa hidup sendiri.<br /><br />“Capek sih iya, kalau sudah capek berhenti untuk istirahat di setiap kota ada teman yang nampung, teman-teman dari lowrider, nanti lanjut lagi perjalanan,” katanya.<br /><br />Bersepeda dari Malang ke Bali adalah pengalaman pertamanya yang memberikan banyak kesan. Menurut dia, jarak inilah juga yang paling jauh ditempuhnya dengan bersepeda sampai saat ini sepanjang hidupnya. <br /><br />“Paling jauh Malang-Bali ini saya bersepeda. Suka dan senang. Berkumpul sama teman itu yang gak bisa dilupakan,” ungkapnya.</span><div>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /><table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: left; margin-right: 1em; text-align: left;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjn8fc1YuXIhttZMnakvPEG2IaENs8kgF6JNALQjcGq-IX_i54wF99xb1YeeEzSsK1DQWuKdApgIcrsu-ejQNthiGPLrPDwM40hKxpKjT6ZnG0pjcPYeDYF2U-2tMv89iqmNRmipgafN7c/s1600/IMG_20170119_160338.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; margin-bottom: 1em; margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjn8fc1YuXIhttZMnakvPEG2IaENs8kgF6JNALQjcGq-IX_i54wF99xb1YeeEzSsK1DQWuKdApgIcrsu-ejQNthiGPLrPDwM40hKxpKjT6ZnG0pjcPYeDYF2U-2tMv89iqmNRmipgafN7c/s320/IMG_20170119_160338.jpg" width="240" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><div class="MsoNormal" style="text-align: left;">
<span style="font-family: Cambria, serif; line-height: 115%;"><span style="font-size: xx-small;">Resky
saat berjumpa dengan Jrx SID </span></span><span style="font-family: Cambria, serif; font-size: xx-small;">mengangkat </span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: left;">
<span style="font-family: Cambria, serif; font-size: xx-small;">sepeda lowrider miliknya di Pantai
Indah, Singaraja, </span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: left;">
<span style="font-family: Cambria, serif; font-size: xx-small;">Kamis (19/1). </span><span style="font-family: Cambria, serif; font-size: xx-small;">FOTO: ISTIMEWA</span></div>
</td></tr>
</tbody></table>
Ia sudah lama gemar bersepeda lowrider karena terinspirasi dengan grup band Superman Is Dead (SID). Satu personil yang diidolakannya adalah Jrx. Dari SID pula dirinya mulai belajar mencintai lingkungan.<br /><br />“Saya suka lowrider terinspirasi dari Jrx. Orangnya sangar tapi juga cinta alam. Kebanyakan orang menilai dia menakutkan, banyak tato, padahal dia sesungguhnya baik. SID itu musiknya beda, liriknya tidak saja tentang cinta, tapi juga memberikan banyak pelajaran tentang alam dan sosial,” tuturnya.<br /><br />Saat berpartisipasi membersihkan Pantai Indah di Singaraja, Resky senang dapat bertemu Jrx dan berbincang dengan idolanya itu. Kepadanya Jrx mengaku kagum dan memintanya untuk mampir di toko bajunya di Kuta, Badung. “Saya sama teman-teman mau dikasih baju sama dia,” katanya.<br /><br />Dikatakan Resky, mencintai lingkungan merupakan satu hal yang sangat penting bagi dirinya. Beberapa upaya telah dilakukannya mulai dari diri sendiri untuk mencintai lingkungan, satu di antaranya tidak membuang sampah sembarangan untuk menjaga keseimbangan alam. Tidak jarang pula, ia bersama teman-teman komunitasnya berkegiatan bersih-bersih sampah. Rencananya, Sabtu (28/1) mereka akan bersih-bersih Pantai Balekambang di Malang Selatan. (gas)</span></div>
Lugas Wicaksonohttp://www.blogger.com/profile/15886407975190000298noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4688791790473383466.post-49518239383985259082016-12-30T08:34:00.002+07:002016-12-30T08:35:02.386+07:00Matinya Tiga Prajurit Rendahan 2<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br />Tengah malam selesai menulis dan mengirim berita tentang tewasnya tiga tentara tertimbun longsoran tanah di Dusun Dasong, Desa Pancasari, Kecamatan Sukasada, Buleleng aku membayangkan yang indah-indah. Aku membayangkan beritaku di koran esok akan dijadikan single fokus memenuhi HL 1. Aku lalu tidur bersama dua temanku lain di kamar kosku.<br /><br />Pagi sekali aku bangun dari tidur dan langsung membeli koran karena saking penasarannya dengan pemberitaan tiga anggota tentara yang tewas. Eeehhhh... ternyata pemberitaan di koran tempat saya bekerja jauh dari ekspektasi. Memang muncul di HL 1 tetapi bukan single fokus dan hanya berita kecil saja yang seakan diselipkan di kiri bawah halaman.</span><br />
<a name='more'></a><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /><br />Berita itu hanya pendek saja yang menjelaskan tiga tentara tewas tertimbun longsor setelah mengerjakan senderan. Berikut komentar dari pejabat tentara di Denpasar yang menjelaskan bahwa tiga prajuritnya tertimbun longsor setelah gotong royong. Sama sekali tidak disebutkan bahwa ketiganya tewas karena mengerjakan proyek senderan vila pribadi milik seorang jenderal berinisial JT yang kini menjadi orang nomor dua di intelejen nasional. <br /><br />Di berita yang termuat itu juga sama sekali tidak menampilkan foto. Hasil peliputanku di lokasi kejadian juga hanya sedikit saja yang diambil. Seorang pria yang sebelumnya mengaku sebagai pemilik vila dan mengatakan orang yang tertimbun longsoran tanah itu adalah tukang bukan tentara juga komentarnya tidak muat.<br /><br />Malam setelah peliputan saya berkomunikasi dengan pimpinan saya melalui pesan singkat. Satu pesannya berisi bahwa pihak tentara tidak ingin peristiwa itu diberitakan, terlebih tentang vila sang jenderal. Ternyata benar, perintah itu dijalankan.<br /><br />Saya sangat memahami pihak redaksi mempertimbangkan secara matang tentang berita yang akan dimuat. Apalagi berita yang sangat potensi bermasalah seperti ini. Boleh dikata redaksi takut untuk memberitakan vila sang jenderal. Memang tidak ada narasumber jelas yang mengatakan bahwa vila itu milik sang jenderal, ada hak media untuk mengungkapnya dengan sumber anonim, karena semua narasumber takut untuk mengungkapnya. Tetapi itu tidak dipakai redaksi karena memang rawan gugatan jika demikian.<br /><br />Redaksi mungkin enggan bermasalah dan berpikir panjang untuk memilih tetap menjaga hubungan baik dengan tentara. Apalagi dengan keselamatan saya sebagai buruh rendahan ini. Meskipun dengan konsekuensi ada fakta yang harus ditutupi. Tetapi harus kite terima bahwa inilah potret industri media kekinian. Saya yakin sebagian media besar lain juga bersikap demikian.<br /><br />Rasa kecewa tentu saja sangat menyiksa diri saya. Apalagi ketika teringat proses peliputan semalam dengan perjuangan menuju lokasi dan sedikit tekanan yang membuat sedikit rasa tidak nyaman. Tetapi ini kenyataan yang harus saya terima. Kenyataan bahwa tidak semua fakta tidak bisa diungkap kepada publik.<br /><br />Kondisi seperti ini mungkin sering dialami jurnalis dan media ketika zaman orde baru lampau. Sangat mungkin tekanan lebih keras dan tekanan itu sudah menjadi makanan sehari-hari bagi jurnalis kala itu. Mungkin kalau saja Opa JO bersikap keras sama dengan Petrus KO, media KG tidak akan sebesar ini. Opa JO lebih memilih berkompromi dengan penguasa dalam beberapa pemberitaan untuk menghindari pemberedelan. Dia berpikir jangka panjang, terutama kelangsungan hidup ratusan jurnalis dan karyawan yang bekerja di medianya. Ia membayangkan jika medianya diberedel kala itu, ratusan orang akan menganggur dan keluarganya akan melarat. <br /><br /><div style="text-align: center;">
***</div>
<br />Petang itu saya meyakini terjadi dis-skenario antara komandan tentara yang di Buleleng dengan komandan yang di Denpasar. Di lokasi kejadian komandan tentara di Buleleng menjalankan skenario bahwa tiga orang yang tewas tertimbun longsor bukan tentara, melainkan tukang yang sengaja didatangkan dari Jawa untuk mengerjakan bangunan vila. Mereka menunjuk satu sekuriti untuk mengaku sebagai pemilik vila dan menjelaskan skenario itu kepada saya. Ini untuk menutupi fakta sebenarnya bahwa sesungguhnya tiga tentara tewas setelah mengerjakan proyek senderan vila pribadi milik sang jenderal.<br /><br />Berikut berita yang saya tulis dan tidak dimuat;<br /><br />SINGARAJA - Belasan pria berseragam loreng berkumpul di satu bangunan vila di Dusun Dasong, Desa Pancasari, Kecamatan Sukasada, Buleleng, Kamis (29/12) petang. Namun tidak satupun dari mereka enggan berkomentar kepentingannya berada di vila tersebut.<br /><br />Sore harinya, sekitar pukul 16.00 Wita terjadi musibah tanah longsor di belakang vila itu saat sejumlah pria membangun senderan bangunan yang berada di atas ketinggian itu. Tiga pria berpakaian loreng yang membangun senderan itu tertimbun longsoran tanah dan bebatuan dan dikabarkan tewas. Ketiganya dievakuasi oleh petugas TNI dibantu warga sekitar dan langsung dibawa ke rumah sakit di Denpasar.<br /><br />Seorang warga yang tinggal di dekat vila mengatakan, para pria berpakaian loreng itu telah bekerja membangun proyek senderan vila itu sejak Kamis (22/12) setelah banjir bandang yang menerjang kawasan Desa Pancasari pada Rabu (21/12) sore. Menurut dia yang enggan namanya disebutkan, para pria itu telah bekerja membangun proyek vila dan tinggal di situ sejak sebulan lalu.<br /><br />Sore itu mereka sedang membangun tiang beton untuk senderan. Ketika sedang bekerja tiba-tiba bebatuan di atas mereka longsor bersama tanah menimbun ketiganya. Mereka tertimbun selama beberapa jam sampai pada akhirnya berhasil dievakuasi dari longsoran tanah. Menurutnya, ketiganya dalam kondisi tewas setelah dievakuasi.<br /><br />“Mereka buat lagi buat cakar ayam (pondasi dari tiang beton) tiba-tiba batu di atas sama tanahnya longsor menimbun mereka. Sudah dari seminggu lalu mereka kerja menukang di vila itu, sudah bermasyarakat. Yang punya vila kabarnya pejabat tinggi tentara gitu,” ujarnya.<br /><br />Kadek Mariata, pria yang mengaku sebagai pemilik vila mengatakan, senderan itu dibangun setelah tanah di atas vila longsor usai musibah banjir bandang. Pembangunan senderan itu dikerjakan untuk mencegah longsoran tanah agar tidak sampai mengenai bangunan vila. Ia membantah jika pekerja senderan itu adalah anggota TNI, melainkan menurut dia adalah tukang yang sengaja didatangkan dari Jawa. Ia juga mengaku tidak mengetahui nama-nama yang terkena timbunan longsor.<br /><br />“Sekian hari kan longsor waktu banjir, mau dibetulkan setelah mau dipasang pondasi yang di atas jatuh, tukang saya ada di sana. Saya dapat informasi ada kejadian di sini, tukang saya kena longsor. Empat hari yang lalu ada longsor, supaya gak berlanjut ke bangunan, bangunan saya ini sudah ada IMB ada kita mau perbaiki supaya longsornya tidak berlanjut ke bangunan kita makanya kita pasang pondasi, waktu digali dibawah ternyata tanah itu dari atas jatuh lagi kena dah tertimbun tiga orang,” tuturnya. <br /><br />Kabar yang menyebutkan bahwa pemilik vila adalah seorang jenderal yang bertugas di Jakarta juga dibantahnya. Ia dengan nada tinggi menjelaskan bahwa vila itu miliknya bukan milik orang lain.<br /><br />“Tukang dari Jawa, bukan tentara gak ada hubungannya sama tentara. Jangan karena pakaian loreng dibilang tentara. Saya ini pemiliknya, yang katanya jenderal atau apalah itu tidak benar,” tambah dia. <br /><br />Ia juga membantah jika pekerja senderan itu telah tewas. Kini ketiganya sedang dirawat di rumah sakit di Denpasar.<br /><br />“Kita belum tahu ini di rumah sakit bagaimana, kita kan mau tengok sekarang ini. Mereka ini kalau sehat atau gimana kita kan belum tahu karena dibawa ke Denpasar. Tolong jangan dibilang meninggal dulu ya biar kita tidak salah informasi tahu-tahu orang meninggal tapi masih belum kita kan ndak tahu,” pungkasnya. (gas)</span><br />
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<br />
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
Lugas Wicaksonohttp://www.blogger.com/profile/15886407975190000298noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4688791790473383466.post-54006368732707164062016-12-30T01:25:00.000+07:002016-12-30T01:25:18.832+07:00Matinya Tiga Prajurit Rendahan<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Sore tadi menjelang Magrib aku sebenarnya sedang bersantai menonton televisi bersama seorang teman sembari minum kopi dan merokok di kamar kos pinggiran Kota Singaraja. Tetapi telepon dari seorang kolega membuyarkan kesantaianku yang belum sampai satu jam setelah kuselesai menulis berita untuk hari ini. <br /><br />Kolegaku tadi mengabarkan tentang tiga anggota tentara yang tewas tertimbun longsor di Dusun Dasong, Desa Pancasari, Buleleng. Ah malasnya aku karena lokasi yang cukup jauh, sekitar 40 kilometer dari Kota Singaraja tempatku bermukim atau 1,5 jam perjalanan melintasi jalan perbukitan yang curam. Apalagi malam-malam dengan hawa yang dingin.</span><br />
<a name='more'></a><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /><br />Tetapi sebagai jurnalis adalah satu kewajiban meliput peristiwa yang memiliki nilai berita sangat tinggi itu. Meskipun dengan berat hari kuputuskan berangkat ke lokasi dengan seorang kolega. Karena kalau tidak berangkat aku akan ditegur keras oleh pihak kantor tempatku bekerja.<br /><br />Berangkat dari kos aku berpikir kalau tiga anggota tentara itu tewas tertimbun longsor pada saat bergotong-royong membersihkan bekas longsoran demi kepentingan umum. Itu sudah biasa dan memang satu dari kewajiban mereka. Aku berusaha sesegara mungkin sampai ke lokasi agar cepat selesai kewajibanku. Kupacu sepeda motorku dengan cepat menembus dinginnya malam di perbukitan.<br /><br />Sampai pula aku di Desa Pancasari. Kucari lokasi peristiwa itu dengan bertanya kepada sejumlah warga, seperti kebiasaanku mencari alamat saat liputan pada umumnya. Saat bertanya, ada warga mengatakan kalau sulit mendapatkan izin dari petugas untuk ke lokasi. Ah aku berpikir tidak soal karena aku jurnalis yang punya akses lebih. Paling juga di lokasi ada polisi, tentara atau petugas evakuasi. Warga lain saat kutanya di lokasi berbeda juga mempertanyakan izinku untuk mendatangi lokasi.<br /><br />Setelah bertanya kesana kemari, kutemukan lokasinya ternyata sebuah vila yang berada di kaki perbukitan. Di lokasi kutemui belasan pria berpakaian loreng tanpa seorang pun berpakaian polisi. Pikiranku masih tetap seperti saat masih akan beranjak dari kos, tentara tewas tertimbun longsor saat gotong-royong. <br /><br />Tetapi aku mulai menaruh curiga ketika pria berpakaian loreng yang beberapa di antaranya kukenal sebagai komandan tentara menutup diri. Mereka enggan berkomentar tentang peristiwa longsor dan mengatakan tidak terjadi apa-apa sembari memintaku untuk tidak menulis berita. Tetapi kujelaskan bahwa aku harus menulis beritanya dengan berbagai argumen. <br /><br />Seorang komandan akhirnya memintaku bertanya kepada seorang berpakaian sipil. Kepadaku dia mengaku sebagai pemilik vila. Dia mengatakan peristiwa itu terjadi sore hari ketika sejumlah orang membangun senderan di belakang vila. Senderan itu dibangun untuk mencegah longsoran tanah yang sebelumnya sempat longsor empat hari lalu merembet dan melongsorkan bangunan vila.<br /><br />Dia mengatakan jika tiga orang yang tertimbun itu adalah tukangnya yang didatangkan dari Jawa, bukan tentara meskipun saat ditemukan ketiganya berpakaian loreng lengkap dengan topinya. “Jangan karena tukangku berpakaian loreng lalu dianggap tentara,” begitu ucapnya.<br /><br />Di akhir pertanyaan yang kuajukan, dia menegaskan bahwa dialah pemilik vila bukan yang lain. “Aku pemilik vila ini, pemiliknya aku bukan jenderal atau siapa itu gak benar,” tegasnya dengan nada tinggi. <br /><br />Padahal aku tidak bertanya tentang pemilik vila yang pejabat tentara itu, seperti yang dikatakannya. Dari situ aku sudah sangat curiga ada yang tidak beres dengan kematian tiga tentara ini. Apalagi saat berusaha mengambil gambar suasana vila, seorang komandan memastikan bahwa tidak ada satupun gambar yang aku ambil berisi pria berpakaian loreng termasuk dirinya.<br /><br />“Mana lihat foto kamu. Oh ya gak papa asal gak ada foto tentaranya,” begitu ucapnya.<br /><br />Kolegaku tadi sampai merasa ketakutan kalau saja dimunirkan atau dicegat di tengah jalan yang gelap dan sepi sepanjang perjalanan dari lokasi sampai Singaraja. Saya tidak merasa demikian karena meyakini tentara tidak akan bertindak sebodoh itu.<br /><br />Meskipun tidak menyuruh aku, tetapi gelagat mereka seakan memintaku untuk segera meninggalkan lokasi vila itu. Aku yang memahami dengan gelagat mereka segera turun dari perbukitan tempat berdirinya vila itu. Aku tiba di pemukiman warga dan bertanya-tanya mencari informasi. Dari warga yang takut namanya dimediakan aku akhirnya tahu jika pemilik vila itu adalah seorang pejabat tinggi tentara berpangkat jenderal yang kini menjadi orang nomor dua sebuah lembaga nasional kemiliteran di Jakarta.<br /><br />Rupanya belasan tentara berpangkat rendah bekerja membangun senderan vila itu sejak sepekan lalu usai terjadi bencana banjir bandang di desa itu. Aku meyakini prajurit rendahan itu bekerja di vila milik jenderalnya itu atas perintah komandannya. Kalau sudah begitu, mereka yang hanya bawahan tidak bisa menolak.<br /><br />Aku sedih. Bukan karena tugas jurnalistikku sempat dihalang-halangi, tetapi terpikirkan nasib ketiga tentara yang tewas itu, termasuk keluarga yang ditinggalkan. Mereka gugur bukan karena berjuang membela Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), melainkan gugur karena membela kepentingan pribadi jenderalnya. Apakah tentara yang hanya disebut tukang bangunan ini akan mendapat gelar pahlawan? Bagaimana perasaan keluarga mendapati kenyataan ini? Apalagi kuyakini pihak keluarga mau tidak mau harus mengiklaskan kepergian tentara rendahan ini kalau tidak ingin buang tenaga percuma atau saja mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan. (*)</span><br />
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<br />
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
Lugas Wicaksonohttp://www.blogger.com/profile/15886407975190000298noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4688791790473383466.post-10390435532809141362016-12-25T19:20:00.000+07:002016-12-26T16:19:19.576+07:00Yuk Jadi Jurnalis yang Adil Sejak dalam Pikiran<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Pagi tadi saya sudah persiapkan untuk meliput Misa Natal, Minggu (25/12). Pukul 07.54 saya berangkat dari kos di Jalan Laksamana, Baktiseraga mengendarai sepeda motor menuju Gereja Katolik Santo Paulus di Jalan Kartini Singaraja yang sesuai jadwal mulai melaksanakan Misa Natal pukul 08.00. Saya memulai peliputan dengan mengambil foto, mendengarkan pastur, berbincang dengan jemaat, mengamati suasana untuk dijadikan beberapa angle berita.<br /><br />Saya yang kebetulan dilahirkan sebagai seorang Muslim tidak hirau dengan Fatwa MUI yang menyatakan haram turut berpartisipasi dalam perayaan Natal. Sebagai seorang jurnalis, saya harus independen dan melepaskan seluruh identitas apapun yang melekat dalam diri saya selain identitas jurnalis. Agama saya saat menjalankan kerja jurnalistik adalah jurnalisme, seperti judul buku yang ditulis Andreas Harsono.</span><br />
<a name='more'></a><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br />Sudah tiga tahun ini saya berprofesi sebagai jurnalis Tribun Bali, Kompas Gramedia. Sebagai seorang jurnalis sudah semestinya saya berlaku adil terhadap semua golongan. Selama tiga tahun ini pula saya telah meliput beragam tradisi maupun perayaan keagaman enam agama yang diakui di Indonesia. Saya pernah masuk Pura, Masjid, Gereja, Wihara dan Klenteng.<br /><br />Bukan saya bermaksud lain, saya hanya berusaha memberikan porsi yang sama kepada semua golongan dalam peliputan, yang tentunya juga tetap memperhatikan nilai berita dalam setiap kegiatan. Mungkin saya memberikan porsi lebih pada agama Hindu karena mayoritas di Bali, yang mana mereka memiliki kegiatan lebih sering dibandingkan umat lain.<br /><br />Saya sangat peka dengan beberapa kawan seprofesi yang lebih mengagungkan agama yang dianutnya. Beberapa di antara kawan saya, misalnya yang Muslim seakan enggan untuk meliput kegiatan keagamaan lain selain agama yang dianutnya. Tetapi begitu agamanya yang melaksanakan kegiatan, beberapa kawan saya itu begitu bersemangat untuk meliputnya, disadari atau tidak, porsi liputannya mendominasi. <br /><br />Saya juga peka beberapa kawan saya tadi enggan meliput perayaan agama lain karena dilarang oleh MUI dengan alasan sesuai kitabnya. Bagi saya pemikiran seperti ini tidak tepat untuk seorang jurnalis. Pembaca koran dan portal, pemirsa televisi atau pendengar radio tidak saja semuanya seragam. Mereka berasal dari berbagai latar belakang, termasuk latar belakang agama. <br /><br />Apa jadinya ketika pemberitaan yang mereka konsumsi tidak adil? Bukan tidak mungkin mereka akan meninggalkan media yang jurnalisnya berlaku tidak adil. Tapi lebih dari itu masalahnya, jurnalis yang meliput secara tidak adil secara langsung juga sama saja berbuat diskriminasi, melanggar hak asasi manusia dan tentu saja jauh dari kata kredibel. Karena pada hakekatnya semua manusia di muka bumi ini memiliki hak yang sama, termasuk hak dalam porsi pemberitaan. (*)</span>Lugas Wicaksonohttp://www.blogger.com/profile/15886407975190000298noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4688791790473383466.post-32063224589290279842016-12-17T15:02:00.004+07:002016-12-17T15:02:59.312+07:00 Kisah Tentang Eko Patrio, Berita Hoax dan Jurnalis<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Kisah tentang Eko Hendro Purnomo alias Eko Patrio yang dipanggil Bareskrim Mabes Polri menjadi perbincangan hangat beberapa hari terakhir ini. Anggota DPR RI yang juga seorang artis itu diminta polisi untuk mengklarifikasi pernyataannya di media online yang menyebut bahwa penangkapan teroris bom panci oleh polisi di Bekasi adalah pengalihan isu.</span><div>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br />Di berita online tertulis pernyataan Eko yang menyebut penangkapan teroris beserta barang bukti bom panci adalah skenario yang dilakukan polisi untuk mengalihkan isu dugaan penistaan agama oleh Ahok. Polisi memanggil Eko pada Kamis (14/12/2016) sebagai saksi dugaan tindak pidana kejahatan terhadap Penguasa Umum Pasal 207 KUHP, dan UU No 11 tahun 2008 tentang ITE. <b>Baca: <a href="http://www.tribunnews.com/metropolitan/2016/12/15/gara-gara-bilang-pengungkapan-teroris-pengalihan-isu-kasus-ahok-eko-patrio-diperiksa-polisi" target="_blank">Gara-gara Bilang Pengungkapan Teroris Pengalihan Isu Kasus Ahok, Eko Patrio Diperiksa Polisi<a name='more'></a></a></b><br /> <br />Namun melalui akun instragramnya, ekopatriosuper, dia membantah telah memberikan pernyataan kepada media online, berikut dia mengunggah screenshot berita yang dimaksud oleh media online satelitnews.com. Sembari menuliskan caption “Saya merasa tidak pernah di wawancarai oleh media ( satelit news ) saya merasa dirugikan dgn pemberitaan ini,” tulisnya.<br /> <br />Jumat (16/12), Eko memenuhi panggilan Mabes Polri didampingi pengacaranya, Firman Nurwahyu. Kepada awak media dia menjelaskan bahwa berita yang menulis pernyataan tentang pengalihan isu itu tidak benar. Ia mengaku sama sekali tidak pernah diwawancarai oleh tujuh media yang menulis berita tentangnya. <br /> <br />Eko mengaku sangat dirugikan dan memberikan kesempatan kepada ketujuh media online itu 1x24 jam untuk meminta maaf. Jika tidak, maka dia akan melaporkan ketujuh media itu, yang satu di antaranya satelitnews.com. <b><a href="http://showbiz.liputan6.com/read/2680249/datangi-bareskrim-mabes-polri-eko-patrio-sampaikan-ini" target="_blank">Baca: Datangi Bareskrim Mabes Polri, Eko Patrio Sampaikan Ini</a></b></span></div>
<div>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><b><br /></b></span></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgVlxmwIr75YhYAxavKdqRNuaMI7H8BjeCfKbbJo2sSTYtucQOyLfzOPba0WNNwPbl1ICrqw3e3LHM1xqAgcKHmylDT4dVJb99djHw8SEf94hpqSnZG-wjBsQzHD3YcnnqDmtEfaQhIfYA/s1600/eko+hoax.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="235" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgVlxmwIr75YhYAxavKdqRNuaMI7H8BjeCfKbbJo2sSTYtucQOyLfzOPba0WNNwPbl1ICrqw3e3LHM1xqAgcKHmylDT4dVJb99djHw8SEf94hpqSnZG-wjBsQzHD3YcnnqDmtEfaQhIfYA/s320/eko+hoax.jpg" width="320" /></a></div>
<div>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Tidak sampai satu hari, situs satelitnews.com menuliskan permintaan maaf dan telah menghapus postingan berita itu. Situs itu juga mengakui bahwa pernyataan itu mengambil dari sumber yang tidak jelas. <b>Baca: <a href="https://m.tempo.co/read/news/2016/12/17/063828504/begini-penjelasan-satelit-news-soal-berita-eko-patrio" target="_blank">Begini Penjelasan Satelit News Soal Berita Eko Patrio </a> </b> <br />Dengan demikian sudah jelas terbukti bahwa berita itu adalah hoax atau berita palsu yang sama sekali tidak bisa dipertanggungjawabkan. Situs satelitnews.com juga tidak jelas siapa pengelolanya. Situs itu seolah dioperasikan oleh hantu, pengelonya tidak jelas tetapi beritanya ada. Situs ini juga tidak memenuhi syarat untuk bisa disebut situs berita karena tidak ada menampilkan susunan redaksi dan alamatnya. Saya meyakini situs ini abal-abal.<br /> <br />Beberapa tahun terakhir karena perkembangan teknologi, media online tumbuh pesat. Namun ternyata tidak saja media mainstream saja yang menyajikan berita sesuai Kode Etik Jurnalistik (KEJ), juga situs-situs berita hoax juga banyak bermunculan. Bahkan sebagian dari mereka sengaja untuk menyajikan berita hoax untuk bisnis dan sebagian lain untuk kepentingan tertentu. Uniknya berita hoax yang seringkali ditulis dengan judul bombastis banyak diminati masyarakat. Ini karena minat baca masyarakat yang sangat rendah, didukung budaya suka komentar meski hanya sebatas membaca judul saja. <b>Baca: <a href="https://tirto.id/cerita-di-balik-situs-posmetro-dan-seword-b9WN" target="_blank">Di Balik Situs Berita Hoax Cerita di Balik Situs Posmetro dan Seword</a></b><br /> <br />Menulis berita sesuai KEJ tidaklah semudah mengcopy-paste atau mengaras bebas anak-anak SD saat mendapatkan pelajaran Bahasa Indonesia. Pembuatan berita melalui beberapa proses mulai dari pengumpulan data maupun fakta sampai siap untuk dibaca masyarakat. Jurnalis memiliki tanggungjawab yang besar untuk memberikan informasi yang akurat, dipercaya dan mendidik.<br /> <br />Namun justru banyak orang yang tidak bertanggungjawab dengan mudahnya menyebarkan berita hoax dan meraup keuntungan darinya. Mereka tidak berpikir dampak apa yang akan terjadi atas hoax yang ditulisnya. Kondisi ini sangat mengkhawatirkan karena sangat memungkinkan mengancam keutuhan NKRI. Mengingat berita-berita hoax seringkali mengadu domba, dan masyarakat rupanya sangat suka untuk diadu domba.<br /> <br />Di sisi lain, kondisi ini juga seakan merendahkan profesi jurnalis. Bayangkan saja jurnalis harus berpedoman pada KEJ untuk menulis berita sesuai fakta yang akurat dan bisa dipertanggungjawabkan. Tetapi situs hoax perkembangannya tidak terbendung. Cita-cita para leluhur untuk mencerdaskan kehidupan bangsa seakan semakin jauh dari harapan jika kondisi ini terus dibiarkan. Masyarakat akan semakin bodoh dengan seringnya mengkonsumsi hoax. Sudah saatnya pemerintah memblokir situs-situs berita hoax dan menangkap pelaku-pelaku penyebarnya sesuai UU ITE. (*)</span></div>
Lugas Wicaksonohttp://www.blogger.com/profile/15886407975190000298noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4688791790473383466.post-81286210196901460142016-12-04T21:25:00.002+07:002016-12-04T21:25:39.094+07:00Kisah Jembatan di Kampung Singaraja<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<br /></div>
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjUaAMvMaEO_78RvVDrXDN3LZKbsvppNJOZ3D8oWwalj8EjsCxtVVNWKL6n89jfcZ8zma-axnsr9P0TfmYcW-5GZRkzCac_o9ZWu6JE382V9lq7faIg7-Cz1eNf08HOyf3jbSHjn4UiYxI/s1600/20161204_095647.JPG" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="180" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjUaAMvMaEO_78RvVDrXDN3LZKbsvppNJOZ3D8oWwalj8EjsCxtVVNWKL6n89jfcZ8zma-axnsr9P0TfmYcW-5GZRkzCac_o9ZWu6JE382V9lq7faIg7-Cz1eNf08HOyf3jbSHjn4UiYxI/s320/20161204_095647.JPG" width="320" /></a>Horeee... sudah ada jembatan baru yang menghubungkan Kelurahan Kampung Singaraja dengan sebuah pemukiman di Desa Sari Mekar, Buleleng, Bali. Pagi tadi, saya bersepeda motor santai untuk membeli koran dan sarapan blayag mampir di lokasi jembatan baru itu. Saya lihat dan berbincang dengan warga, mereka senang. Anak-anak kecil yang libur sekolah berlarian di atas jembatan.<br />
<a name='more'></a><br />Setahun lalu saya sempat liputan di sini, karena jembatan kecil yang menjadi akses utama warga itu sudah rapuh dan patah pada bagian tengahnya. Saat dilewati, terasa getaran yang cukup keras, sehingga berbahaya untuk dilewati. Padahal warga yang sebagian bekerja sebagai pedagang di Pasar Buleleng harus melintasinya sembari membawa barang dagangan yang berat setiap hari.<br /><br />Anak-anak sekolah setiap hari juga harus melintasi jembatan itu untuk menuju sekolahnya. Bayangkan jika jembatan yang di bawahnya Tukad Buleleng, sungai terbesar di Buleleng itu putus saat ada orang yang melintas.<br />
<div>
<br /><div>
Namun setelah diberitakan, Pemkab Buleleng enggan membantunya. Padahal jembatan itu lokasinya hanya sekitar 700 meter dari Kantor Bupati Buleleng. Mereka ketika itu beralasan bahwa itu bukan jembatan, tetapi 'titi'.<br /><br />Bahkan Bupati Buleleng, Putu Agus Suradnyana bersama rombongannya dari keterangan warga setelah adanya berita mengenai jembatan itu datang ke lokasi. Dia datang bukan untuk membantu, tetapi malah justru memarahi warga. Saya tidak tahu persis alasan dia marah-marah. Yang jelas kalau dia sudah sampai marah, berarti pria tambun ini adalah sosok pejabat yang anti kritik.<br /><br />Beberapa bulan kemudian saya dapat kabar kalau SCTV melalui program Jembatan Asa, dengan mengumpulkan donasi dari pemirsa berencana akan membangun jembatan baru di situ. Sepekan lalu jembatan baru itu diresmikan pihak SCTV yang tentunya dihadiri bos-bos perusahaan itu dari Jakarta.<br /><br />Kabar yang beredar, acara peresmian itu kabarnya sempat mendapatkan intimidasi. Penguasa yang kini nonaktif dari jabatannya karena masa kampanye pilkada kabarnya tidak suka dengan acara itu. Spanduk-spanduk SCTV yang terpasang di sepanjang kampung sudah dicopot oleh orang-orang suruhan penguasa saat acara masih berlangsung.<br /><br />Pagi tadi, saya melihat spanduk terpasang di satu tembok depan jembatan. Spanduk itu bergambar wajah Cabup dan Cawabup petahana, Putu Agus Suradnyana-Nyoman Sutjidra. Di spanduk itu juga bertuliskan ‘Mari Bersama Membangun Buleleng’.<br /><br />Kini warga sudah bisa melintasi jembatan baru itu, bahkan sepeda motor juga bisa melintas. Saya senang. Terimakasih SCTV. Saya suka tayangan FTV yang konsisten saya tonton sejak saya masih SMA sampai kini.<br /><br />Jembatan itu juga bisa lho dijadikan lokasi syuting FTV. Mungkin nanti ceritanya ada seorang pria muda anak pejabat kaya raya nan arogan melintas di jembatan itu. Lalu tidak sengaja saat berjalan dia bertabrakan dengan wanita muda dari keluarga sederhana asal kampung seberang jembatan. Mereka saling marah. Cerita berlanjut.</div>
</div>
Lugas Wicaksonohttp://www.blogger.com/profile/15886407975190000298noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4688791790473383466.post-83412249665497792692016-11-28T00:16:00.001+07:002016-11-28T00:16:24.973+07:00Apa Kabar Korban Penggusuran dan Pembakaran di Danau Tamblingan?Nengah Semen (62), seorang korban penggusuran Danau Tamblingan kini tinggal menumpang di rumah anaknya di Banjar Dinas Tamblingan, Desa Munduk, Kecamatan Banjar, Buleleng. Meski sudah lebih dari setahun berlalu, peristiwa penggusuran disertai pembakaran pasa 25 April 2015 lalu itu tidak akan pernah ia bisa lupakan.<a name='more'></a><br /><br />Siang itu, ia melakukan aktivitas kesehariannya memberi makan kambing di kandang depan rumah anaknya. Kayu-kayu bekas kusen jendela, pintu dan beberapa tiang penyangga rumah itu tertumpuk rapi di satu sudut tempat parkir sepeda motor yang berada di depan kandang.<br /><br />Menurut dia, kayu-kayu itu bekas bangunan pondoknya di pinggir danau yang digusur. Ia sengaja masih menyimpan kayu-kayu itu untuk mengingatkan peristiwa penggusuran tersebut yang dilakukan dengan kejam.<br /><br />“Saya berani bilang itu peristiwa penggusuran terkejam di Indonesia. Pagi itu saya kemas pakaian saya dan barang di luar pondok untuk saya bawa, tapi ternyata dimasukkan lagi ke dalam pondok, dibakar bersama pondok saya,” ujarnya, Jumat (25/11/2016).<div>
<br /></div>
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgsnuz9v7AUVoCCocBnaw2JuFbKQwwZks5yfssoU2025ZHFnXSG6QuokQg_IFGUujZUdsvzIEMjI46t7dGJozPiyN8LJqil1ENe2mK8zz_M9f-iR9wFr6VbcUuevZ8F9vGnfluK4Kfg6BI/s1600/20161124_103846.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="225" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgsnuz9v7AUVoCCocBnaw2JuFbKQwwZks5yfssoU2025ZHFnXSG6QuokQg_IFGUujZUdsvzIEMjI46t7dGJozPiyN8LJqil1ENe2mK8zz_M9f-iR9wFr6VbcUuevZ8F9vGnfluK4Kfg6BI/s400/20161124_103846.JPG" width="400" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><div class="MsoNormal">
<span style="line-height: 115%;"><span style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: xx-small;">Nengah
Semen menunjukkan kayu-kayu bekas rumahnya yang digusur di pinggir Danau
Tamblingan di rumah anaknya Banjar Dinas Tamblingan, Desa Munduk, Kecamatan
Banjar Buleleng, Jumat (25/11/2016).</span><span style="font-family: Cambria, serif; font-size: 12pt;"><o:p></o:p></span></span></div>
</td></tr>
</tbody></table>
<div>
<br /><br />“Beberapa hari lalu, anak saya mau jadikan kayu-kayu itu sebagai kayu bakar, tapi gak saya kasih. Saya bilang selama saya masih hidup, biarkan kayu itu tetap ada. Saya sudah maafkan, tapi saya tidak bisa melupakan. Semoga semuanya panjang umur, baik yang digusur maupun yang menggusur,” kataya.<br /><br />Di atas rumah yang ditempati Semen, sebuah rumah kecil sederhana berdinding triplek beralaskan tanah berdiri di tanah perbukitan itu. Rumah itu ditinggali seorang diri oleh Wayan Sinten (70), tetapi siang itu nenek ini tidak ada di rumah.<br /><br />Sinten adalah ibu dari Komang Pariadi (42) yang juga sama-sama menjadi korban penggusuran. Nenek ini memilih tinggal sendiri karena lebih suka ketenangan. Sementara Pariadi bersama istri dan tiga anaknya tinggal di pondok sekitar 100 meter dari pondok Sinten. Pondok yang ditempati Pariadi berdiri atas tanah milik temannya, dan dibangun dengan swadaya oleh orang-orang yang masih peduli dengannya.<br /><br />Pariadi, Semen dan Sinten adalah bagian dari 22 kepala keluarga (KK) korban penggusuran dari rumahnya di pinggir danau. Ketika itu ratusan orang berpakaian adat dengan mengatasnamakan Catur Desa Adat Tamblingan menggusur dan membakar rumah-rumah mereka. Alasannya karena lahan seluas 2,7 hektar itu akan dijadikan kawasan suci dan kawasan suci. Mengingat lahan itu merupakan lahan pelabapura yang dikelola Catur Desa Adat Dalem Tamblingan dan lahan enclave hutan konservasi milik BKSDA.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<b><span style="font-size: large;">Bocah 4 Tahun Pobia Udeng</span></b><br /><br />Penggusuran ini menyisakan trauman yang mendalam bagi para korbannya, termasuk Pariadi. Bahkan anak ketiganya, Komang Tri Samanta (4) kini masih takut bertemu orang-orang yang mengenakan udeng.<br /><br />“Anak saya takut kalau bertemu orang yang pakai udeng, ada trauma, tapi kalau udeng putih tidak, kalau sudah udeng hitam dia takut sekali, masih ingat kejadian pembakaran dulu,” ucapnya.<br /><br />Pariadi menyesalkan proses penggusuran yang anarkis tanpa ada solusi. “Semua punya saya dibakar lho waktu itu, ada saya rugi sekitar Rp 40 juta, dua kambing saya juga mati, ada yang kakinya dipatahkan,” katanya.<br /><br />Bupati Buleleng, Putu Agus Suardnyana ketika itu menjanjikan tanah leluhurnya seluas 15 are di Desa Munduk untuk ditempati korban penggusuran. Namun sampai kini tidak ada yang mengetahui pasti dimana lokasi tanah tersebut.<br /><br />“Dia (bupati) kan ngomongnya di media mau kasih kami tanah macam-macam, tapi gak ada ngomong ke kami, lokasi tanahnya juga tidak ada yang tahu. Saya tidak akan menuntut itu kalau tidak ada, tapi rumah saya yang dibakar itu kan aset saya, tidak ada ganti rugi juga untuk itu,” katanya.<br /><br />Kini dari 22 KK, 11 KK korban penggusuran masih tinggal di tanah dan rumah yang masih menumpang. Mereka bisa saja diminta pindah sewaktu-waktu oleh pemilik tanahnya. Para korban penggusuran juga mendapatkan perlakuan diskriminatif dari aparat desa. Mereka mengaku kesulitan untuk mengurus akta perkawinan maupun kelahiran.<br /><br />“Akta itu kan ada tandatangan kepala desa dan kelian adatnya, kalau pakai bendesanya di sini tidak ditandatangani oleh kepala desanya, kita kalau gak ada akta perkwainan gak bisa ngurus akta kelahiran. Perbekel gak mau tandatangan, karena itu sudah instruksi dari atasan, ya bupatinya,” tuturnya.<br /><br />Namun Perbekel Munduk, Nyoman Niriasa membantah jika pihaknya tidak melayani pengurusan akta korban penggusuran. Hanya saja memang ada polemik di desa adat, dimana desa adat Tamblingan ingin berdiri sendiri tetapi masih belum ada pengakuan.<br /><br />“Kalau ada berurusan dengan dinas siapapun akan kami layani, tidak ada masalah adat mungkin, kalau masalah perkawinan, kalau KK, KTP, akta tidak ada kami mempersulit. Ada polemik adat, kecuali masalah adat karena adatnya mau berdiri sendiri tetapi kan belum sah. Kalau pakai akta perkawinan, pakai tandatangan adat tamblingan tidak bisa, tidak diakui,” katanya.</div>
<div>
<br /></div>
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhVwkOWmC_CqHa3B-V1k_K6jJBtLmr37YEWNL1n2UQlrt1a65EtyLTrjNShJPj_pKs7Pf5ImoNqeDOoAf2G0a0XtMA-5ENf03Ae5Lu8Wx4DBgtPhUZ2cr6vExgWkd2SS8cwEjgzTmRmwk0/s1600/20161124_103237.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="225" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhVwkOWmC_CqHa3B-V1k_K6jJBtLmr37YEWNL1n2UQlrt1a65EtyLTrjNShJPj_pKs7Pf5ImoNqeDOoAf2G0a0XtMA-5ENf03Ae5Lu8Wx4DBgtPhUZ2cr6vExgWkd2SS8cwEjgzTmRmwk0/s400/20161124_103237.JPG" width="400" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Cambria, serif; line-height: 115%;"><span style="font-size: xx-small;">Komang
Pariadi bersama anaknya, Komang Tri Samanta menunjukkan rumah sederhana yang
ditempati Sinten di Banjar Dinas Tamblingan, Desa Munduk, Kecamatan Banjar
Buleleng, Jumat (25/11/2016).</span><span style="font-size: 12pt;"><o:p></o:p></span></span></div>
</td></tr>
</tbody></table>
<div>
<br /><br />Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Buleleng, Gede Komang mengatakan, usai penggusuran 25 April 2015 lalu pihaknya sudah memberikan bantuan darurat berupa makanan dan sembako kepada 22 KK korban penggusuran sebanyak satu kali. Selanjutnya dilakukan verifikasi korban penggusuran untuk mengetahui korban yang layak mendapatkan bantuan.<br /><br />Dari verifikasi itu diketahui ada delapan KK yang tidak memiliki rumah dan tanah, dan satu KK yang memiliki tanah tetapi tidak memiliki rumah. Sementara sisanya 13 KK telah memiliki rumah dan tanah.<br /><br />Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana menurutnya telah menyiapkan tanah leluhurnya seluas 12 are di Banjar Beji, Desa Munduk, Kecamatan Banjar, Buleleng untuk dihibahkan kepada sembilan KK korban penggusuran yang layak dibantu tersebut. Di atas tanah itu Dinsos Buleleng akan membangun rumah-rumah dari dana CSR.<br /><br />Namun ketika itu tawaran dari Pemkab Buleleng mendapat penolakan dari warga korban penggusuran. Mereka tidak ingin hanya sembilan KK saja yang dapat bantuan, tetapi harus 22 KK korban harus seluruhnya mendapatkan bantuan.<br /><br />Sementara Dinsos tidak bisa membantu 22 KK tersebut secara keseluruhan dengan alasan terbentur regulasi. Menurutnya pemerintah dilarang membantu warganya yang dianggap sudah mampu secara ekonomi.<br /><br />“Mereka tetap ngotot harus sama, biar sama rata sama rasa dan sama-sama menikmati bantuan pemerintah. Yang punya rumah tidak bisa, karena nanti ketika ada pemeriksaan dari tim pengawasan akan menjadi temuan ketika ada temuan dinas teknis yang akan bertanggung jawab, daripada nanti saya terbentur persoalan hukum lebih baik tetap berjalan di atas rambu-rambu yang ada,” ujar Gede Komang.<br /><br />Meski begitu, kini Dinsos Buleleng tetap menunggu kesediaan sembilan KK itu untuk menempati tanah seluas 12 are yang telah disiapkan. <br /><br />Sebenarnya sudah disiapkan pembangunan rumah, tetapi sampai sekarang perbekel belum ada memfasiltasi soal ini. Jika warga sudah siap untuk menempatinya, maka akan segera dibangun rumah di atas lahan tersebut.<br /><br />“Saya terus menunggu sampai sekarang ini, saya terus monitor melalui perbekel tapi tidak ada perkembangan lebih lanjut sehingga saya tidak mengambil langkah-langkah, tetapi kalau sudah siap mereka dibangun rumahnya, tentu kami akan mengambil langkah dan mengukur lahan di Munduk. Sesuai dengan penjelasan pak bupati tanah itu akan dihibahkan, itu sudah menjadi milik warga yang menempatinya,” katanya. (gas)</div>
<br /><span style="font-size: large;"><b>Sarimin Terancam Tergusur Lagi </b></span><br /><br />Dua cucu Nyoman Sarimin (60) tidur-tiduran di atas kasur busa tipis dalam gubuk sederhananya di Banjar Tamblingan, Desa Munduk, Kecamatan Banjar, Buleleng, Senin (11/4) siang. Gubuk itu berdinding triplek dan seng, beratapkan terpal dan tongkat kayu yang berfungsi sebagai tiang penyangga. <br /><br />Luasnya sekitar 12x6 meter dengan menempati tanah pinjaman sementara dari orang lain. Sehari-hari nenek itu tinggal di dalam gubuk itu bersama dua anak serta menantunya dan empat cucunya. Ada dua kamar di dalamnya sebagai tempat untuk tidur. <br /><br />Sarimin sudah setahun ini menempati gubuk sederhananya bersama keluarga sejak rumahnya di pinggir Danau Tamblingan digusur secara paksa pada 25 April 2015 lalu. Kini pemilik tanah yang ditempatinya akan meminta kembali tanah itu dan nenek renta itu bersama keluarganya masih belum tahun ke mana harus tinggal. <br /><br />Siang itu, Sarimin yang sehari-hari berprofesi sebagai nelayan di Danau Tamblingan masih berjualan ikan keliling. Dua anak dan memantunya masih mencari ikan di danau. <br /><br />Kini dari 22 kepala keluarga (KK) yang digusur, 13 KK di antaranya tinggal di Banjar Tamblingan secara terpisah. Sisanya tinggal secara berpencar. Mereka menumpang di atas tanah milik teman dan orang lain. <br /><br />Komang Pariadi (39) yang juga korban penggusuran tingal 100 meter dari gubuk yang ditempati Sarimin. Ia tinggal bersama istrinya, Luh Riami (38) dan tiga anaknya, Desy Natalia (11), Kadek Ariananta (6), dan Komang Tri Samanta (3). <br /><br />Pariadi lebih beruntung dari Sarimin karena masih bisa membangun rumah semi permanen di atas tanah temannya seluas dua are. Kini ia sehari-hari bekerja sebagai nelayan dan pemandu wisata di danau. Hasilnya hanya cukup untuk makan sehari-hari. Ia beternak kambing juga untuk menambah pendapatan keluarganya. <br /><br />“Saya waktu digusur masih belum berkemas barang-barang karena masih belum tahu harus tinggal di mana, beruntung malamnya ada teman yang mengajak saya dan keluarganya tinggal di rumahnya, dia juga yang memberi motivasi kepada saya,” ujar Pariadi. <br /><br />Usai lima bulan menumpang serumah dengan temannya, ia merasa tidak enak hati dan memutuskan untuk membangun rumah sendiri semi permanen di atas tanah milik temannya itu. Tanah seluas 15 are milik Bupati Buleleng, Putu Agus Suradnyana yang sempat dijanjikan kepada warga korban penggusuran sampai kini tidak ada kejelasan. <br /><br />“Sampai sekarang saya tidak tahu di mana tanahnya yang dijanjikan ke kami. Saya tidak menagih tanah itu, buat apa menagih janji yang tidak ada bentuknya,” katanya. <br /><br />Kini ia berharap agar dapat beraktivitas seperti biasa di Danau Tamblingan tanpa ada pihak-pihak yang mengusiknya lagi. “Harapannya bisa tetap beraktivitas di situ (danau) dan diberi rasa aman beraktivitas biar tidak ada rasa was- was lagi karena cuma itu yang bisa dilakukan, cuma itu kemampuan kami,” ucapnya. <br /><br />Saat itu, 22 KK yang tinggal di pinggir danau digusur dan rumahnya dibakar oleh Catur Desa Adat Daelm Tamblingan. Alasannya karena lahan seluas 2,7 hektar itu akan dijadikan kawasan suci dan kawasan suci. Mengingat lahan itu merupakan lahan pelabapura yang dikelola Catur Desa Adat Dalem Tamblingan dan lahan enclave hutan konservasi milik BKSDA. <br /><br />Penggusuran itu juga masih menyisakan trauma bagi Pariadi. “Terus terang kalau ada yang bertanya soal peristiwa itu saya masih sedih,” katanya. <br /><br />Sementara itu, lahan bekas penggusuran itu sampai kini masih tidak terawat. Lahan itu masih kosong dan hanya ditumbuhi tanaman-tanaman liar yang tidak terawat. (gas)<div>
<br /></div>
<div>
<br /><span style="font-size: large;"><b>Nyoman Tiksa Stres, Gila dan Mati Usai Digusur</b></span><br /><br />Penggusuran secara paksa 22 kepala keluarga (KK) yang tinggal di pinggir <a href="http://bali.tribunnews.com/tag/danau-tamblingan">Danau Tamblingan</a>, Desa Munduk, Kecamatan Banjar, <a href="http://bali.tribunnews.com/tag/buleleng">Buleleng</a>, <a href="http://bali.tribunnews.com/tag/bali">Bali</a> setahun lalu masih menyisakan trauma yang cukup mendalam bagi korban penggusuran. Bahkan ada yang sampai hilang ingatan dan akhirnya meninggal dunia. Korban penggusuran itu bernama Nyoman Tiksa (60).<br /><br />Seorang korban penggusuran, Komang Pariadi (39) mengatakan, Tiksa yang sudah lanjut usia ketika itu harus dipaksa meninggalkan rumahnya. Padahal kakek itu masih belum memiliki tempat untuk tinggal sementara.<br /><br />Rumah satu-satunya itu dirobohkan dan dibakar beserta barang-barang yang masih tersisa. Ternak ayamnya dipotong dan kambing-kambingnya dipatahkan kakinya. Beruntung ketika itu ada warga sekitar yang masih peduli terhadap korban penggusuran. Mereka merelakan tanah kosongnya untuk ditempati warga korban penggusuran itu, termasuk Tiksa.<br /><br />“Dia meninggal karena drop terus hilang ingatan, sakit-sakitan dan sekitar tiga bulan lalu akhirnya meninggal dunia,” kata Pariadi, Rabu (13/4/2016).<br /><br />Usai digusur, Tiksa tinggal menumpang di atas tanah milik orang lain di Banjar Tamblingan, Desa Munduk, Kecamatan Banjar, <a href="http://bali.tribunnews.com/tag/buleleng">Buleleng</a>.<br /><br />“Dia setelah digusur sama sekali tidak punya lahan dan rumah, dia tinggal menumpang di tanah orang di Banjar Tamblingan,” ungkapnya. (*)<div>
<span style="font-size: large;"><b><br /></b></span></div>
<div>
<span style="font-size: large;"><b>Korban Penggusuran Jadi Alat Politik </b></span><div>
<br />Setahun berlalu, korban penggusuran di Danau Tamblingan tidak kunjung mendapatkan kejelasan. Mereka masih tinggal di gubuk-gubuk yang berdiri di atas lahan milik orang lain dan status jelas. Tidak ada solusi konkrit dari pemerintah. Bahkan pemerintah cenderung menjadikan mereka sebagai alat politik.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Gubernur Bali, I Made Mangku Pastika terkesan memanfaatkan mereka untuk menekan Bupati Buleleng, Putu Agus Suaradnyana yang secara politik berbeda partai politik serta visi misi. Namun sampai kini tidak ada solusi atas nasib mereka.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Sebanyak 22 kepala keluarga (KK) anggota Kelompok Nelayan Astiti Amerta yang menjadi korban penggusuran paksa di pinggir Danau Tamblingan, Desa Munduk, Kecamatan Banjar, Buleleng sampai kini masih tinggal di pengungsian. Mereka kini tinggal dengan mendirikan gubuk atau rumah semi permanen di atas tanah milik orang lain di Desa Munduk. <br /><br />Setahun lalu tepatnya 25 April 2015 mereka digusur sekelompok orang yang mengatasnamakan Catur Desa Adat Dalem Tamblingan. Rumah semi permanen 22 KK korban di pinggir danau itu dirobohkan secara paksa dan dibakar. Alasannya karena tanah enclave BKSDA tersebut diklaim sebagai tanah pelabapura yang harus disucikan dan bebas dari pemukiman. <br /><br />“Kelompok kami bulan April setahun lalu mengalami penggusuran paksa, rumah kami dibakar, binatang peliharaan kami dibantai, tempat memelihara ikan kami ditenggelamkan, fasiltas tangkap ikan kami seperti jaring dihancurkan dan dipotong-potong,” ujar seorang korban penggusuran, Ketut Mangku Saputra. <br /><br />Ia mengaku ketika itu sebetulnya mereka tidak pernah menolak untuk direlokasi. Namun ketika itu warga korban penggusran masih menunggu kepastian dari Pemkab Buleleng sebelum direlokasi. Namun ketika masih belum ada solusi ke mana mereka harus tinggal setelah direlokasi, rumah-rumah mereka sudah dirobohkan. <br /><br />“Padahal kami tidak pernah menolak untuk direlokasi dari tanah enclave Danau Tamblingan tersebut. Tapi kami masih menunggu kepastian dari pemerintah dan pada saat itu rumah kami dibakar di mana sampai sekarang kami mengungsi di tempat-tempat tinggal tetangga. Sudah setahun lalu kejadian tersebut dan kami masih tinggal di pengungsian karena belum ada kepastian dari pemerintah. Kami terus melakukan pencarian keadilan yang sampai saat ini belum kami dapatkan,” tuturnya. <br /><br />Saputra berharap agar Pemkab Buleleng maupun Pemprov Bali memberikan lahan untuk tempat tinggal warga korban penggusuran. Tidak itu saja, ia juga meminta jaminan dari pemerintah agar korban penggusuran diberikan hak untuk tetap beraktivitas di danau sebagai nelayan maupun sebagai pemandu wisata. <br /><br />“Kami mohon agar pencaharian kami sebagai nelayan untuk tetap melakukan aktivitas di danau baik menangkap ikan maupun memberikan pelayanan-pelayan pengunjung yang datang ke Danau Tamblingan karena itulah yang dapat kami lakukan untuk menghidupi keluarga dan menyekolahkan anak-anak kami,” ucapnya. <br /><br />Bupati Buleleng, Putu Agus Suradnyana mengatakan, permasahan penggusuran warga di Danau Tamblingan menurutnya adalah permasalahan adat yang melibatkan Catur Desa Adata Dalem Tamblingan. Ia mengaku tidak dapat terlalu jauh untuk mencampuri permasalahan itu karena melibatkan adat. <br /><br />Meski begitu, ia akan tetap membantu korban penggusran untuk mencarikan solusi. Mengingat korban penggusuran juga tercatat sebagai warga Buleleng yang dipimpinnya. <br /><br />“Saya tentu sebagai Bupati Buleleng tidak akan intervensi wilayah adat tapi pada sisi kemanusiaan saya sebagai kepala daerah tentu harus mengupayakan hal-hal yang bersifat kemanusiaan. Walaupun sampai sekarang masih belum ada titik temu,” katanya. <br /><br />Pemkab Buleleng menurutnya telah memverifikasi 22 KK korban penggusuran tersebut untuk mengetahui mana yang layak mendapatkan bantuan dan tidak. Dari hasul verifikasi diketahui jika hanya sembilan KK yang tidak memiliki tanah dan rumah, dan itulah yang berhak untuk mendapatkan bantuan, sedangkan di luar itu tidak berhak mendapatkan bantuan. <br /><br />Suradnyana setahun lalu memberikan solusi dengan berencana menghibahkan 15 are tanah pribadinya di Desa Munduk untuk diberikan kepada sembilan KK tersebut. Namun warga korban penggusuran ketika itu menolaknya. <br /><br />“Bahkan karena usulan dari Desa Munduk yang saya dapatkan suma sembilan warga yang belum memiliki tempat tinggal sampai saya tawarakan memang agak jauh dari danau sekitar dua kilo tanah pribadi saya seluas 15 are, tapi tiba-tiba ini berubah,” katanya. <br /><br />Menurut Suradnyana, warga ketika itu menolak dengan beralasan bahwa tidak saja sembilan KK yang diberikan bantuan, tetapi harus 22 KK korban penggusuran harus seluruhnya mendapatkan bantuan. Bahkan jika tidak bisa, warga memberikan solusi jika sebaiknya tanah pribadi 15 are di Desa Munduk agar dijual saja dan hasilnya berupa uang dibagi rata kepada seluruh korban. <br /><br />“Nah tapi berikutnya 22 yang menuntut semua harus diberikan bila perlu tanah saya dijual dulu lalu dibagi, emang ini tanah kakeknya? Ini tanah saya pribadi,” tegasnya. <br /><br />Gubernur Bali, Made Mangku Pastika menyesalkan penggusuran 22 Kepala Keluarga (KK) yang tingggal di pinggir Danau Tamblingan setahun lalu. Padahal antara korban penggusuran dan pelaku penggusuran sebenarnya masih bersaudara karena sama-sama krama Bali. <br /><br />Penggusuran yang dilakukan Catur Desa Adat Dalem Tamblingan itu menurutnya tidak lebih dari hanya sekadar faktor ekonomi saja. Konflik ini terjadi setelah banyak wisatawan yang mengenal dan mengunjungi Danau Tamblingan sebagai kawasan wisata yang eksotis. <br /><br />Antara pelaku penggusuran dan korban penggusuran menurutnya saling bersaing dalam mencari pendapatan di danau tersebut. Korban penggusuran yang berprofesi sebagai nelayan dan pemandu wisata selama itu dianggap telah menguasai kawasan tersebut dengan mendirikan pemukiman. <br /><br />Hal inilah yang menurutnya menimbulkan kecemburuan sosial kelompok lain yang tidak tinggal di sekitar danau. Berdalih untuk kepentingan adat, mereka berupaya menggusur warga yang tinggal di pinggir danau untuk dapat menguasai kawasan tersebut. “Saya minta Pak sekda untuk mengundang lagi, ini semua bersaudara zaman dahulu, kok sekarang semua bisa berantem hanya karena rebutan duit, malu kita. Begitu daerah itu mau menghasilkan duit baru jadi sumber masalah. Sebagai saudara ingat leluhurnya saya yakin leluhurnya ini satu, saya minta pak sekda biar tuntas ini jangan menyisakan persoalan. 10 tahun lalu tidak ada masalah di situ (Tamblingan), tetapi begitu banyak turis yang ke situ mulai ada masalah, marilah kita selesaikan. Pak sekda saya minta tanpa harus mengungkit-ngungkit apa solusi ke depan,” ujar Pastika. </div>
<div>
<br /></div>
<div>
<span style="font-size: large;"><b>Tanah Leluhur Putu Agus Suradnyana Seluas 15 Are Tidak Diketahui Keberadaannya</b></span><br /><br />Sebanyak 22 Kepala Keluarga (KK) yang menjadi korban penggusuran disertai pembakaran rumah di kawasan Danau Tamblingan menolak rencana penyediaan lahan seluas 15 are oleh Bupati Buleleng, Putu Agus Suradnyana. Hal ini diungkapkan ketika Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Buleleng mengunjungi mereka, Selasa (5/5). <br /><br />Awalnya dari 22 KK yang menjadi korban penggusuran, Suradnyana hanya bersedia menyediakan lahannya untuk tujuh KK yang dianggap miskin, terakhir sembilan KK yang diperkenankan menempati lahan pribadinya itu. Kesembilan KK itu di antaranya, Ketut Siden, Gusti Kadek Suardika, Ketut Ridana, Gede Swetra, Nengah Semen, Nyoman Tiska, Komang Pariadi, Nyoman Sarimin dan Wayan Sinten. <br /><br />Namun, mereka menolak. Mereka yang tergabung dalam Kelompok Nelayan Astiti Amerta ini menginginkan pemberian bantuan bedah rumah secara merata. Mengingat selain dihancurkan, rumah mereka juga dibakar oleh sekumpulan warga yang mengatasnamakan Catur Desa Adat Dalem Tamblingan. Sehingga tidak ada yang tersisa sedikitpun untuk dimanfaatkan kembali. <br /><br />“Kalau tidak terbakar, masih ada sisa bangunan yang dimanfaatkan seperti kayu, seng atau batako. Sekarang semuanya sudah hancur dan tak ada yang dimanfaatkan lagi. Karena itu kami berharap pemerintah bisa memberikan kami bantuan bedah rumah secara merata. Dari awal kami sudah selalu bersama-sama dalam kelompok ini,” ujar seorang warga, Ketut Parisma. <br /><br />Sementara bagi warga yang belum memiliki lahan, mereka menolak lahan seluas 14 are yang disediakan Suradnyana. Mereka hanya ingin diberikan bantuan bedah rumah saja bersama warga lain. <br /><br />“Kalau soal lahan kami bersama-sama bisa mencarikan, yang penting kami ingin semua dapat bedah rumah biar adil. Sekarang saja saya masih menumpang di tetangga,” kata seorang warga lain, Nengah Semen. <br /><br />Sementara itu, Gede Komang akan menyampaikan permintaan warga itu kepada Bupati Buleleng, Putu Agus Suradnyana terlebih dahulu. "Sesuai aturan kan, kalau bantuan bedah rumah harus ada lahan, tapi ini sebagian tidak ada lahan, gimana mau berikan bantuan bedah rumah. Kami tidak ingin menyalahi aturan yang ada, karena apapun keputusan yang ada, itu yang bisa kami jalankan. Kami tidak mau keluar dari aturan. Untuk masalah warga mau mencari lahan sendiri, itu akan kami pertimbangkan nanti dan akan saya sampaikan pada atasan terlebih dahulu," ujar Gede Komang. (gas)
<div style="background: white;">
<br /></div>
<div style="background: white;">
<span style="color: #222222;"><span style="font-size: large;"><b>ORI Masuk Angin?</b></span></span></div>
<div style="background: white;">
<span style="color: #222222;"><br /></span></div>
</div>
ORI Bali sempat mendesak Pemkab Buleleng untuk menuntaskan kasus penggusuran di Danau Tamblingan, terutama nasib korban penggusuran. Mereka meminta Pemkab untuk memberikan solusi atas nasib korban. Namun belakangan setelah bersikap keras, ORI menghilang bak ditelan bumi.<br /><br />Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Bali meminta Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Buleleng agar segera merealisasikan janjinya untuk memberikan bantuan terhadap korban penggusuran rumah di kawasan Danau Tamblingan, Desa Munduk, Kecamatan Banjar, Buleleng. Sebelumnya pemkab berjanji akan memberikan bantuan tanah seluas 15 are kepada warga korban penggusuran.<br /><br />Kepala ORI Perwakilan Bali, Umar Ibnu Alkhatab menyarankan, bantuan tanah seluas 15 are yang akan diberikan pemkab sebaiknya dibagikan merata kepada 22 Kepala Keluarga (KK) korban penggusuran. Tanpa harus mengklasifikasikan status aset korban.<br /><br />Dikatakan, satu KK korban penggusuran menurutnya bisa mendapatkan bantuan masing-masing satu are tanah. Sementara kekurangannya, pemkab bisa menjalin kerjasama dengan melibatkan pihak ketiga.<br /><br />“Kami sudah mengirimkan saran kepada pemda agar segera merealisasikan janjinya. Janjinya sebelumnya bupati akan menyediakan lahan bagi korban seluas 15 are, itu bisa dibagi ke 15 korban masing-masing satu are, sisanya tujuh korban bisa dicarikan pemda dengan melibatkan pihak ketiga,” ujar Alkhatab di Buleleng, Jumat (3/7).<br /><br />Ia beralasan, warga korban penggusuran memiliki solidaritas yang tinggi terhadap sesama korban lainnya. Sehingga jika hanya beberapa saja yang diberikan bantuan, maka akan dapat menimbulkan rasa kecemburuan sosial di antara korban.<br /><br />“Artinya jangan cuma dibagikan kepada sembilan korban saja. Mereka kan punya soliditas, kalau yang satu dapat dan yang lain tidak akan menimbulkan rasa keberatan antara sesama korban. Artinya nggak boleh ada pemilahan antara yang punya rumah dan punya tanah, tidak perlu menggunakan klasifikasi, langsung saja 15 are itu diberikan rata,” katanya. <br /><br />Selain itu, ia juga meminta pemkab agar segera melakukan rekonsiliasi antara warga korban penggusuran dengan pelaku penggusuran. Menurutnya, korban penggusuran harus memiliki akses untuk melakukan aktivitas dalam mencari mata pencaharian di Danau Tamblingan.<br /><br />“Segera pemda melakukan rekonsiliasi, harus ada sterelisasi berbasis kemanusiaan, yang mana pemda harus memberikan ruang kepada korban untuk melakukan aktivitas mata pencaharian di sana,” ucapnya.<br /><br />Alkhatab menyebut, ada indikasi pembiaran oleh pemkab ketika warga penggusur yang mengatasnaman Catur Desa Adat Dalem Tamblingan melakukan penggusuran dengan cara brutal hingga berujung aksi pembakaran rumah korban. Meski begitu, ia tidak bisa menilai tindakan penggusuran yang dilakukan warga karena bukan kewenangannya.<br /><br />“Kalau yang melakukan catur desa kami nggak punya kewenangan ke sana, itu bukan domain kami. Yang kami lihat adanya pembiaran dari aparatur pemerintahan terhadap pembongkaran itu. Sebetulnya aparatur bisa mencegah apapun alasannya, karena mereka punya kewenangan untuk mencegah. Nggak boleh gerombolan menghancurkan gerombolan,” tegasnya.<br /><br />Kepala Bagian Humas dan Protokol Pemkab Buleleng, I Made Supartawan ketika dikonfirmas terpisah mengatakan, sesuai dari hasil verifikasi yang dilakukan Dinas Sosial (Dinsos) Buleleng, hanya sembilan KK korban penggusuran yang berhak mendapatkan bantuan tanah seluas 15 are dari pemkab. Menurutnya, dalam memberikan bantuan, pemkab melakukannya berdasarkan faktor kemanusiaan. Meski begitu, pemkab akan melakukan kajian lebih lanjut terhadap saran ORI.<br /><br />“Sesuai hasil verifikasi ada sembilan yang berhak dapat bantuan. Karena kami melakukannya berdasarkan kemanusiaan, hanya yang betul-betul mebutuhkan yang akan kami berikan. Kalau sarannya harus dibagi rata, tentu kami akan lakukan kajian lebih lanjut dan butuh waktu yang panjang lagi, yang jelas kami kan kaji dulu bersama Dinsos,” ujar Supartawan. (gas)</div>
</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<span style="font-size: large;"><b>Penggusuran Terkejam?</b></span></div>
<div>
<br /></div>
<div>
Gusti Made Astiti (47) hanya bisa terdiam menyaksikan sejumlah warga Desa Pakraman Munduk dan Pecalang Catur Desa Adat Dalem Tamblingan mulai menghancurkan rumahnya yang berada di pinggir Danau Tambingan, Desa Munduk, Kecamatan Sukasada, Buleleng, Sabtu (25/4/2015).</div>
<div>
<br /><div style="background-color: white; color: #323233; font-family: "Open Sans", arial, sans-serif; font-size: 17px; padding: 0px 0px 25px;">
<img alt="Belasan Rumah di Kawasan Danau Tamblingan Digusur dan Dibakar" src="http://cdn2.tstatic.net/bali/foto/bank/images/tamblingan-bakar_20150426_154254.jpg" /></div>
Ia tak bisa berkata-kata ketika rumah semi permanen yang ditempatinya sejak kecil itu, sedikit demi sedikiti hancur menjadi puing-puing.</div>
<div>
<br /><div style="background-color: white; color: #323233; font-family: "Open Sans", arial, sans-serif; font-size: 17px; padding: 0px 0px 25px;">
<img alt="" height="393" src="http://cdn-2.tstatic.net/bali/foto/bank/images/tamblingan2_20150426_154257.jpg" style="border: 0px; height: auto !important; margin: 0px; max-width: 100%; padding: 0px;" width="700" /></div>
<br />Sementara ratusan warga dan pecalang secara menggebu berusaha merobohkan setiap bangunan rumah yang berdiri di pinggir danau itu.<br /><br />Mereka melakukan aksi tersebut mulai Sabtu siang, sekitar pukul 11.00 Wita.<br /><br />Begitu mendapat komando dari Kelian Desa Pakraman Munduk, Jro Putu Ardana, warga serentak merobohkan rumah-rumah tersebut. Tak berhenti disitu, warga juga membakar rumah-rumah yang telah hancur berantakan.<div style="background-color: white; color: #323233; font-family: "Open Sans", arial, sans-serif; font-size: 17px; padding: 0px 0px 25px;">
<img alt="" height="393" src="http://cdn-2.tstatic.net/bali/foto/bank/images/tamblingan_20150426_154206.jpg" style="border: 0px; height: auto !important; margin: 0px; max-width: 100%; padding: 0px;" width="700" /></div>
<br /><br />Api dengan cepat melalap dan menghanguskan pemukiman ini.<br /><br />Di sisi lain, ratusan personil polisi, TNI dan Satpol PP berjaga-jaga di sekitar pemukiman.<br /><br />Astiti menuturkan, keluarganya bersama warga lain telah bermukim di kawasan itu sejak turun-temurun. Tepatnya sejak tahun 1963, ketika Gunung Agung meletus.<br /><br />Keluarganya yang berasal dari Karangasem terpaksa mengungsi di kawasan itu untuk menghindari bencana alam terdahsyat di <a href="http://bali.tribunnews.com/tag/bali">Bali</a> kala itu.<br /><br />Sampai pada akhirnya mereka mendirikan pemukiman di pinggi danau.<br /><br />Pada tahun 1991, karena air danau meluap, mereka diberikan kesempatan oleh Bupati <a href="http://bali.tribunnews.com/tag/buleleng">Buleleng</a>, Ketut Ginantra untuk menempati tanah negara yang berada 500 meter dari tepi danau.<br /><br />Ia mengaku, selama bermukim di pinggir danau, ia bekerja sebagai pemandu wisatawan yang berkunjung ke <a href="http://bali.tribunnews.com/tag/danau-tamblingan">Danau Tamblingan</a>.<br /><br />Sehari rata-rata ia dua kali mengantarkan wisatawan berkeliling menyusuri danau dengan mendapatkan upah Rp 80 ribu.<br /><br />Di dalam rumah berukuran 5x6 meter persegi itu, ia tinggal bersama mertuanya, Nyoman Sari Mertia (54) dan dua anaknya yang masih balita.<br /><br />“Hasilnya juga pas-pasan untuk makan sehari-hari. Apalagi anak saya masih kecil-kecil. Sedangkan suami sudah tidak ada,” katanya.<br /><br />Astiti mengungkapkan, ia tidak tahu harus tinggal di mana usai rumahnya dirobohkan. Menurutnya, tidak ada kompensasi yang didapatkan atas penggusuran itu.<br /><br />“Saya enggak tahu habis ini harus tinggal di mana. Enggak ada kompensasi sepeser pun. Tabungan juga enggak ada, yang ada malah hutang,” ungkapnya.<br /><br />Selain itu, ia juga terancam kehilangan pekerjaan yang selama ini ditekuninya.<br /><br />Ia berharap dapat diperkenankan menjalankan pekerjaan yang selama ini ditekuninya. Sekaligus lahan untuk dirinya bersama keluarga mendirikan rumah baru.<br /><br />“Kalau saya terus terang ingin aktivitas di sini tetap, sama dikasih tempat. Diperlakukan layak sebagaimana manusia,” ucapnya lirih.<br /><br />Kelian Desa Pakraman, Munduk Jro Putu Ardana mengatakan, pembongkaran bangunan rumah ini berdasarkan kesepakatan antara Catur Desa Adat Dalem Tamblingan, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) <a href="http://bali.tribunnews.com/tag/bali">Bali</a> dan Bupati <a href="http://bali.tribunnews.com/tag/buleleng">Buleleng</a>, Putu Agus Suradnyana.<br /><br />Menurutnya, mediasi sudah seringkali dilakukan sejak November 2014, sebelum pada akhirnya diputuskan untuk dilakukan pembongkaran.<br /><br />Dikatakan, ada 50 Kepala Keluarga (KK) yang menempati pemukiman itu.<br /><br />Terdiri dari 22 KK adalah bendega Catur Desa Adat Dalem Tamblingan yang memiliki tugas menjaga kelestarian 18 Pura di sekitar danau serta menjaga kebersihan <a href="http://bali.tribunnews.com/tag/danau-tamblingan">Danau Tamblingan</a>.<br /><br />Sementara sisanya bagian dari anggota Kelompok Nelayan Astiti Amerta.<br /><br />Dari proses mediasi yang telah dilakukan, sebagian warga telah memilih untuk pindah dengan sukarela. Termasuk 22 KK bendega Catur Desa Adat Dalem Tamblingan.<br /><br />"Kini hanya tersisa 17 KK saja yang masih bertahan," ujarnya.<br /><br />Ia beralasan, penggusuran pemukiman itu karena lahan seluas 2,7 hektare itu akan dijadikan kawasan suci dan kawasan konservasi.<br /><br />Mengingat lahan itu merupakan lahan pelabapura yang dikelola Catur Desa Adat Dalem Tamblingan dan lahan enclave hutan konservasi milik BKSDA.<br /><br />“Ini sudah berdasarkan kesepakatan bersama. Mediasi sudah kami lakukan sejak November tahun lalu. Beberapa hari ini juga sering kami lakukan mediasi, tapi deadlock. Kami sepakat tanggal 25 hari ini (kemarin, red) untuk melakukan pengosongan. Semua langkah sebelumnya sudah kami tempuh,” ujarnya.<br /><br />Berdasarkan kesepakatan, penggusuran dilakukan oleh Catur Desa Adat Dalem Tamblingan. Sedangkan untuk hak warga yang tergusur, menjadi tanggung jawab Pemkab <a href="http://bali.tribunnews.com/tag/buleleng">Buleleng</a>.<br /><br />Sementara itu, untuk pengelolaan <a href="http://bali.tribunnews.com/tag/danau-tamblingan">Danau Tamblingan</a>selanjutnya, pihaknya lebih memprioritaskan 22 KK bendega Catur Desa Adat Dalem Tamblingan.<br /><br />“Bendega memiliki kedudukan khusus di sistem adat kita, menjaga hutan dan danau. Karena Desa Adat Munduk dan Catur Desa yang akan mengelola, yang akan kami berikan prioritas hanya bendega, karena mereka mengaturkan ngayah di 18 Pura, termasuk bertanggungjawab terhadap kebersihan, dan terhadap pemedek yang datang. Nanti kalau ada imbalan dari pariwisata, ya bendega harus diprioritaskan, karena selama ini mereka cukup terpinggirkan,” tegasnya.<br /><br />Bupati <a href="http://bali.tribunnews.com/tag/buleleng">Buleleng</a>, Putu Agus Suradnyana menegaskan, tidak akan menoleransi bangunan yang berdiri di atas lahan itu.<br /><br />Ia beralasan akan mengembalikan fungsi kawasan itu sebagai kawasan suci dan kawasan konservasi.<br /><br />Terlebih warga yang menempati pemukiman itu tidak memiliki kekuatan hukum, mengingat lahan itu statusnya milik negara.<br /><br />Ia meminta kepada warga yang belum memiliki rumah baru untuk segera mencari lahan lain.<br /><br />Bupati juga berjanji akan memberikan bantuan bedah rumah bagi warga yang telah memiliki lahan baru tetapi belum bisa membangun rumah.<br /><br />“Yang punya rumah silakan kembali ke rumah. Yang punya lahan, kami akan upayakan bedah rumah. Aktivitas memancing, perahu pedau tetap jalan. Kalau yang ingin berjualan, kami siap memberikan bantuan gerobak untuk berjualan,” tegasnya.<br /><br />Di sisi lain, ia akan segera menata kawasan <a href="http://bali.tribunnews.com/tag/danau-tamblingan">Danau Tamblingan</a>sebagai kawasan wisata dan spiritual.<br /><br />Ia optimistis setelah kawasan itu ditata akan lebih banyak wisatawan yang berkunjung ke <a href="http://bali.tribunnews.com/tag/danau-tamblingan">Danau Tamblingan</a>.<br /><br />“Catur Desa menjadi community utuh dalam sisi pengembangan pariwisata dan culture yang berbeda. Harapan saya setelah di kawasan <a href="http://bali.tribunnews.com/tag/danau-tamblingan">Danau Tamblingan</a> tidak ada lagi pemukiman, kami akan lanjutkan kepada penataan tempat suci, kawasan wisata, dan aktivitas nelayannya. Tahun ini kami anggarkan hampir Rp 10 milliar untuk pembangunan infrastruktur di Catur Desa,” tandasnya.(*)<div style="background-color: white; color: #323233; font-family: "Open Sans", arial, sans-serif; font-size: 17px; padding: 0px 0px 25px;">
<br /></div>
</div>
Lugas Wicaksonohttp://www.blogger.com/profile/15886407975190000298noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4688791790473383466.post-74518547909777728892016-11-27T23:25:00.003+07:002016-11-27T23:33:13.690+07:00Ketut Sekar Pengrajin Wayang Kulit di Desa Nagasepaha Rindu Dikunjungi TurisKetut Sekar (67) dengan telaten mewarnai wayang kulit Kresna di teras rumahnya di Banjar Dinas Delod Margi, Desa Nagasepaha, Kecamatan Sukasada, Buleleng, Kamis (24/11). Ia penuh hati-hati menggoreskan tinta kuning di sela ukiran wajah Kresna.<br />
<br />
Sudah 50 tahun pria renta ini menjadi pengrajin wayang kulit sejak beralih dari pelukis wayang kaca yang telah ditekuninya sejak kecil. Ketika itu ia memutuskan beralih karena matanya sudah tidak tahan mengkukir wayang di atas kaca dengan jarak mata dengan kaca yang cukup dekat.<br />
<a name='more'></a><br />
<br />
Meski begitu tetap saja ia adalah seorang seniman wayang. Darah seniman wayang mengalir ke dirinya dari ayahnya yang seorang dalang dan perintis seni lukis kaca, Jro Dalang Diah dan kakeknya, Pan Gede Wenten.<br />
<div>
<br /></div>
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiLQI1f9UfBCVFn2msVYANN0b5L-wXg5swoUJEpp2zZDMR-wkyA1A2RC1zrPgZ_MIfHDDMpMgLYcDMeAF1uDb9RiMYVecgkJOWsUN-oq0ZbgFWrGxhfxhlrECyZsQqjeuqZGsUS_90aGdU/s1600/20161123_153252.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="360" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiLQI1f9UfBCVFn2msVYANN0b5L-wXg5swoUJEpp2zZDMR-wkyA1A2RC1zrPgZ_MIfHDDMpMgLYcDMeAF1uDb9RiMYVecgkJOWsUN-oq0ZbgFWrGxhfxhlrECyZsQqjeuqZGsUS_90aGdU/s640/20161123_153252.JPG" width="640" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><div class="MsoNormal">
<span style="line-height: 115%;"><span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif; font-size: x-small;">Ketut
Sekar mendalang wayang kulit karyanya di rumahnya di Banjar Dinas Delod Margi,
Desa Nagasepaha, Kecamatan Sukasada, Buleleng, Jumat (25/11/2016).</span></span></div>
</td></tr>
</tbody></table>
<div>
<br />
Bagi Sekar tidak mudah untuk terus konsisten menjadi pengrajin wayang sampai puluhan tahun. Ia sempat terpuruk ketika peristiwa Bom Bali II di Kuta pada 2002 lalu. Rumahnya sekaligus tempat pembuatan wayang yang sebelumnya banyak dikunjungi turis, sejak itu kunjungan turis ke rumahnya berangsur menurun dan kini sama sekali tidak ada turis yang mengunjungi rumahnya.<br />
<br />
Pengrajin wayang tertua di Nagasepaha ini mengaku rindu dengan kunjungan turis ke rumahnya. Tidak saja karena mereka banyak membeli wayang karyanya, tetapi juga ia rindu mendalang di hadapan turis yang berkunjung ke rumahnya.<br />
<br />
“Kalau dulu turis-turis sering kesini, tapi sejak ada bom di Kuta dulu berangsur sepi, sekarang gak ada turis kesini. Biasanya kalau turis kesini saya mendalang sebentar,” ucapnya.</div>
<div>
<br />
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: left; margin-right: 1em; text-align: left;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjVr-65-RO_cxuVoxQBu2CY-YVsB-Fgh2oZlcVN8vOELi5dIldu5oJAzwgxEBe4RiALK8ljXPOqWv4B3ybG8rzSoh4tf1w_ZrBuvwbmW-Bfo3JGWe7U3QMXTM-LDCOKKpoS9eEy-0J1MFU/s1600/20161123_153410.JPG" imageanchor="1" style="clear: left; margin-bottom: 1em; margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="180" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjVr-65-RO_cxuVoxQBu2CY-YVsB-Fgh2oZlcVN8vOELi5dIldu5oJAzwgxEBe4RiALK8ljXPOqWv4B3ybG8rzSoh4tf1w_ZrBuvwbmW-Bfo3JGWe7U3QMXTM-LDCOKKpoS9eEy-0J1MFU/s320/20161123_153410.JPG" width="320" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><div class="MsoNormal" style="text-align: left;">
Sekar sedang melukis wayang kulit di teras rumahnya.</div>
</td></tr>
</tbody></table>
Kini pesanan wayang kulit yang diterimanya tidak seramai dulu, ia kini hanya mendapatkan pesanan pembuatan wayang dari dalang-dalang di Buleleng saja. Seperti wayang Kresna yang dikerjakannya merupakan pesanan Jro Dalang Sidya asal Desa Suwug. <br />
<br />
“Saya terkendala pemasaran, tidak tahu bagaimana memasarkan, sepi sekarang gak ada turis yang pesan, yang pesan sekarang cuma sebatas dalang-dalang saja, banyak seniman wayang yang juga demikian,” ungkapny<br />
Satu wayang kulit bisa dikerjakannya sampai lima hari karena cukup rumit. Kulit sapi yang didapatkannya disketsa dengan bentuk wayang, setelah itu diukir yang butuh waktu sampai dua hari, dan pengecatan yang juga butuh waktu dua hari. Menurut dia, pengukiran merupakan tahap pembuatan yang paling rumit.<br />
<br />
Satu wayang Kresna berukuran 45 sentimeter yang dibuatnya itu dihargainya Rp 450 ribu. Harga wayang yang dibuatnya bervariasi bergantung ukuran dan tingkat kerumitan, mulai Rp 350 ribu sampai Rp 1,5 juta.<br />
<br />
Ia berharap semakin banyak yang memesan wayang kulit karyanya, termasuk turis-turis yang dirindukannya untuk datang ke rumahnya. Selama ini Desa Nagasepaha dikenal sebagai sentra pembuatan wayang kulit dan wayang kaca. (gas)</div>
Lugas Wicaksonohttp://www.blogger.com/profile/15886407975190000298noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-4688791790473383466.post-1625567735640564702016-11-12T11:27:00.001+07:002016-11-12T14:16:31.528+07:00Berburu Liar Jalak Bali Sama Saja Menenggelamkan Pulau Bali<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Kicauan burung Jalak Bali saling bersahutan di lingkungan Unit Pelaksana Khusus (UPK) Pembinaan Populasi Jalak Bali Balai Taman Nasional Bali Barat di Dusun Tegal Bunder, Desa Sumberklampok, Kecamatan Gerokgak, Buleleng, Jumat (11/11/2016). Kawasan seluas satu hektar yang sering disebut penangkaran Jalak Bali ini begitu teduh dengan rerimbunan pepohonan di sekeliling kandang-kandang burung.</span><br />
<a name='more'></a><br />
<br />
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: left; margin-right: 1em; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi70e_ZRsBCbRuKRFTdwZrt7gNR6KSoJSXRfmC1-jTb3ks8nduMJ4m3SZiirz8CN6T5V3zv-Sb57tsLAMhQR02NrY1wez7ljZMheR6IjufMLD4WHcH3B2KpnZgWWkDrI4-xqL3zFoPJUpM/s1600/20161107_130830.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="225" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi70e_ZRsBCbRuKRFTdwZrt7gNR6KSoJSXRfmC1-jTb3ks8nduMJ4m3SZiirz8CN6T5V3zv-Sb57tsLAMhQR02NrY1wez7ljZMheR6IjufMLD4WHcH3B2KpnZgWWkDrI4-xqL3zFoPJUpM/s400/20161107_130830.JPG" width="400" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><div class="MsoNormal" style="text-align: left;">
<span style="line-height: 115%;"><span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif; font-size: xx-small;">Sejumlah
burung Jalak Bali yang berada di penangkaran Unit Pelaksana Khusus (UPK)
Pembinaan Populasi Jalak Bali Balai Taman Nasional Bali Barat di Dusun Tegal
Bunder, Desa Sumberklampok, Kecamatan Gerokgak, Buleleng, Jumat (11/11/2016).</span></span></div>
</td></tr>
</tbody></table>
<div>
<div style="text-align: center;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span></div>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Penangkaran yang berdiri sejak 1996 ini kini penuh sesak dengan 200 ekor Jalak Bali sebagai penghuninya, dari 230 ekor yang dimiliki Balai TNBB. Jumlah ini melebihi kapasitas penangkaran yang seharusnya hanya untuk 150 ekor. Saking sesaknya, 30 ekor di antaranya dititipkan di satu hotel yang berada di Desa Sumberklampok.<br /><br />Menurut Pengendali Ekosistem Hutan (PEH) dan Penyelia TNBB, Nana Rukmana, jumlah Jalak Bali yang ditangkarkan kini meningkat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Desember ini, akan ada 40 ekor Jalak Bali yang akan dilepasliarkan di hutan TNBB. Jumlah ini lebih besar dari 2015 lalu yang 30 ekor dilepasliarkan, dan 2014 sebanyak 10 ekor dilepasliarkan.</span></div>
<div>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEij4Ml4mRRxu8Tqg6zn1vibkx8GVUfZm4GkoGmoVKs-hMqWwS2jHak3dA_FAqMK5rpbMcpd8cOgCnJgyskJKTx_ML0ovrI8-DVl9ZrFEhfTOwcpg_9sYKLYJY2s12FcsVfjBDF50bOTmoU/s1600/20161107_131151.JPG" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="180" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEij4Ml4mRRxu8Tqg6zn1vibkx8GVUfZm4GkoGmoVKs-hMqWwS2jHak3dA_FAqMK5rpbMcpd8cOgCnJgyskJKTx_ML0ovrI8-DVl9ZrFEhfTOwcpg_9sYKLYJY2s12FcsVfjBDF50bOTmoU/s320/20161107_131151.JPG" width="320" /></a></div>
<div>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Populasi Jalak Bali beberapa kali mengalami masa suram, dan sempat nyaris punah. Pada 2006 lalu bahkan populasinya hanya tersisa enam ekor saja yang hidup di alam bebas. Beruntung kini secara perlahan populasinya semakin bertambah, dan kini ada sekitar 300 ekor yang hidup di alam liar.<br /><br />Berkurangnya populasi di alam liar karena burung ini dalam rantai makanan berperan sebagai produsen yang selalu menjadi mangsa banyak hewan liar. Kemampuan terbangnya juga rendah, setiap 100 meter burung ini akan behenti, sehingga ruang edarnya mudah dibaca hewan-hewan pemangsa.<br /><br />“Jalak Bali solidaritasnya tinggi begitu ada temannya yang sakit yang lain malah datang, ada anak biawak bukan malah menjauh malah ditonton padahal dia yang mau dimakan. Jalak bali justru mendekat sama pemangsa, ada ular malah mendekat sambil bercuit-cuit,” kata Nana.<br /><br />Siang itu, seorang polisi hutan datang menemui Nana sembari membawa bangkai Jalak Bali yang dibungkus kresek. Menurut dia, burung itu mati tiga hari lalu saat sedang mengerami telurnya di hutan karena diserang burung Raja Udang. Burung Raja Udang merupakan kompetitor Jalak Bali karena makanan, tempat bersarangnya sama, sehingga harus saling serang untuk bersaing, tidak jarang Jalak Bali kalah dan mati.</span></div>
<div>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span></div>
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: left; margin-right: 1em; text-align: left;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiTXlVLUNznMT0ByeDh_G83l5MASibq-H9lEXqiwLiwhLBnqJXnk5HVRVu85cln_gKdm4B25T7lQp90u6qTqHWzi_8vJ__1oj_y5IEHfsKOFnWkdIR1rbiq-xwqpGQJBxUG5mw0OI97Q9s/s1600/20161107_122953.JPG" imageanchor="1" style="clear: left; margin-bottom: 1em; margin-left: auto; margin-right: auto;"><span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif; font-size: xx-small;"><img border="0" height="225" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiTXlVLUNznMT0ByeDh_G83l5MASibq-H9lEXqiwLiwhLBnqJXnk5HVRVu85cln_gKdm4B25T7lQp90u6qTqHWzi_8vJ__1oj_y5IEHfsKOFnWkdIR1rbiq-xwqpGQJBxUG5mw0OI97Q9s/s400/20161107_122953.JPG" width="400" /></span></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="line-height: 115%;"><span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif; font-size: xx-small;">Pengendali
Ekosistem Hutan (PEH) dan Penyelia TNBB, Nana Rukmana dan Kepala Seksi Wilayah
22 Balai TNNB, Hartatik memeriksa bangkai Jalak Bali yang mati di Unit
Pelaksana Khusus (UPK) Pembinaan Populasi Jalak Bali Balai Taman Nasional Bali
Barat di Dusun Tegal Bunder, Desa Sumberklampok, Kecamatan Gerokgak, Buleleng,
Jumat (11/11).<o:p></o:p></span></span></div>
</td></tr>
</tbody></table>
<div>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Burung berjambul ini hidup di tiga ekosistem hutan, di antaranya hutan musim, hutan savana dan hutan mangrove dengan makanan buah-buahan dan serangga. Saat musim kemarau dan jarang ada buah-buahan di hutan musim, mereka akan terbang ke hutan savana untuk berburu serangga. Ketika haus mereka akan mencari air untuk minum di hutan mangrove.<br /><br />Jalak Bali juga dikenal sebagai burung bangsawan yang manja dan malas. Burung ini selalu tidur lebih awal dan bangun lebih siang, di saat burung lain sudah berkicau pukul 04.00, mereka baru bangun dari tidurnya pukul 05.30. Burung ini juga sangat memperhatikan penampilannya dengan rajin bersolek, dalam sehari saja mereka bisa mandi sampai tiga kali. Disebut bangsawan, karena kulit sampai kaki burung ini berwarna biru, sehingga oleh peneliti banyak disebut burung ‘berdarah biru’.</span></div>
<div>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg6tAaHW1YZtBFS3lDLZYFjfzgSHC9vx3RvH2Yzrl494dKa7kM0PD2ri4_Rd4LskQf_OZ1Eh19DCbul4JcdQDt447-pEktZTdlaBkRgk6XFSSswHPXFufItLkhA01BJ1HYQ8bQ5XzyEqqQ/s1600/20161107_130840.JPG" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="180" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg6tAaHW1YZtBFS3lDLZYFjfzgSHC9vx3RvH2Yzrl494dKa7kM0PD2ri4_Rd4LskQf_OZ1Eh19DCbul4JcdQDt447-pEktZTdlaBkRgk6XFSSswHPXFufItLkhA01BJ1HYQ8bQ5XzyEqqQ/s320/20161107_130840.JPG" width="320" /></a></div>
<div>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Perkembang-biakan Jalak Bali juga lambat. Di alam liar, burung ini hanya dua kali bertelur yang maksimal hanya menghasilkan tiga telur dengan kemungkinan menetas satu sampai dua telur saja. Namun berbeda dengan Jalak Bali dari penangkaran komersil, burung ini dalam setahun bisa bertelur sampai delapan kali, tetapi indukan akan cepat mati, dan daya tahan tubuh lebih lemah.<br /><br />Di penangkaran Balai TNBB, Jalak Bali ditangkarkan secara alami tanpa ada campur tangan perawat supaya ketika dilepasliarkan dapat bertahan. Jalak Bali di penangkaran ini maksimal hanya diperbolehkan bertelur tiga kali saja dalam setahun.<br /><br />“Kalau di sini mulai dari pengeraman, penetasan, sampai pembesaran anak pun dilakukan oleh indukannya, sampai anak itu mandiri, mereka baru bisa makan baru kita lakukan penyapihan, karena kalau tidak disapih nanti induknya justru jadi galak akan birahi lagi dan mengusir anaknya,” ujarnya.<br /><br />Layaknya manusia, Jalak Bali juga tidak bisa kawin sedarah. Perkawinan sedarah akan membuat anakan tidak tumbuh normal dan cepat mati. Nana pernah mencoba mengkawinkan anak dengan ibu, hasilnya, anak dari perkawinan itu mati tidak lebih dari satu tahun karena daya tahan tubuhnya lemah.</span></div>
<div>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi2Woy21Z1_wmOrD-2of77akxVWAL2oxp44F-yucEG8jogKHwgWsNUuQlRZjCWVk8779QYyNlRMgu9u4hURA2an738TUA9HRH4dIrgxNAXFOZZKW8dBmrvn-Zs7AYEZvPl1MhAU7klMuaE/s1600/20161107_130944.JPG" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" height="180" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi2Woy21Z1_wmOrD-2of77akxVWAL2oxp44F-yucEG8jogKHwgWsNUuQlRZjCWVk8779QYyNlRMgu9u4hURA2an738TUA9HRH4dIrgxNAXFOZZKW8dBmrvn-Zs7AYEZvPl1MhAU7klMuaE/s320/20161107_130944.JPG" width="320" /></a></div>
<div>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">“Kita pakai sistem pencatatan silsilah, di sini kan pakai cincin, semisal TNBB 10 induknya nomer berapa sama nomer berapa, kemudian kita pasangkan sama TNBB 100, antara 10 dengan 100 kalau dikawinkan kira-kira kkerabatannya dekat apa jauh, nanti kita lihat lagi, kalau jauh masih bisa,” tuturnya. <br /><br />Burung ini juga banyak menjadi incaran para pemburu liar karena nilai jualnya yang cukup tinggi. Beberapa tahun ke belakang, marak pemburu liar yang menangkap burung ini untuk dijual secara ilegal, tetapi kini jumlahnya semakin menurun.<br /><br />“Dulu kalau sama masyarakat di Sumberklampok sini kita tabu sekali untuk bicara Jalak Bali, banyak yang suka berburu liar waktu itu. Tapi perlahan kita dekati, dan sekarang sudah ada yang mau untuk menangkarkan,” ungkapnya.<br /><br />Satu upaya Balai TNBB untuk mengurangi perburuan liar adalah dengan melibatkan masyarakat untuk turut menangkarkan burung ini. Di Desa Sumberklampok kini setidaknya ada 17 orang penangkar dengan populasi Jalak Bali mencapai 150 ekor. Mereka mendapatkan sertifikat kepemilikan dan dapat pula menjualnya karena juga memiliki sertifikat penjualan. Harga satu ekor Jalak Bali kini masih mencapai Rp 8-13 juta.<br /><br />“Kami sekarang sedang berupaya untuk menurunkan nilai jualnya, salah satunya dengan memperbanyak populasinya, melibatkan banyak masyarakat untuk penangkaran, sehingga tidak ada lagi yang berburu secara liar,” ungkapnya. </span></div>
<div>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<div>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Ia berharap peran serta masyarakat untuk turut melestarikan Jalak Bali. Masyarakat diharapkan tidak lagi berburu burung cantik ini, dan turut serta menangkarkannya. Ia meyakini masyarakat Bali masih mempercayai jika Jalak Bali punah, maka Pulau Bali akan tenggelam.<br /><br />“Karena itu kita tidak ingin Bali ini tenggelam, mari kita sama-sama selamatkan Jalak Bali. Kalau ada yang bebrburu liar Jalak Bali, dia sama saja sengaja menenggelamkan Bali. Saya berharap nanti masyarakat suatu saat bisa ikut melepasliarkan,” pungkasnya. (gas)</span></div>
<div>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><i><br /></i></span></div>
<div>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><i>Berita ini sudah pernah dimuat di Harian Tribun Bali edisi Sabtu 12 November 2016.</i></span></div>
Lugas Wicaksonohttp://www.blogger.com/profile/15886407975190000298noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4688791790473383466.post-8630008684661147042016-10-11T00:34:00.000+07:002016-10-11T00:34:05.579+07:00Apa Beda Wartawan dengan Buzzer?<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Beberapa bulan jelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2017 situasi semakin riuh oleh pendukung masing-masing pasangan calon (paslon) kepala daerah. Tidak saja Pilkada di Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta yang mendapat porsi pemberitaan lebih dari media, tetapi di daerah-daerah lain para pendukung paslon tidak kalah riuh.<a name='more'></a><br /><br />Obrolan tentang Pilkada tidak saja di warung kopi, pangkalan ojek, pasar atau terminal saja, tetapi di era kekinian pembahasan mengenai politik ini mulai merambah media sosial. Berbeda dengan sekian tahun ke belakang, media sosial layaknya facebook, twitter dan sejenisnya kini tidak saja dihiasi keluh kesah tentang kisah asmara anak muda. <br /><br />Media massa kini mulai berinovasi, jika sebelumnya hanya menerbitkan koran saja, kini sudah hampir keseluruhan telah memiliki media online. Berita-berita di media online inilah yang banyak disebarkan di media sosial. Mereka yakin sebagian besar dari masyarakat yang memiliki handphone android membuka berita media online dari media sosial.<br /><br />Berita-berita media online tentang politik semakin banyak bertebaran di media sosial. Ini menjadi menarik bagi pendukung paslon untuk membaca, mengamati perkembangan politik dan tidak lupa menuliskan pendapatnya di kolom komentar yang sudah tersedia di media sosial.<br /><br />Namun cukup disayangkan budaya membaca masyarakat sangat rendah, tetapi sangat bersemangat untuk berkomentar layaknya pengamat politik. Seringkali dari mereka lebih suka membaca judulnya saja tanpa membaca isi beritanya, lalu menyimpulkan dan menuliskan komentar. Ini diperparah dengan harga akses internet yang tergolong masih mahal. Padahal tidak serta merta judul mewakili keseluruhan isi berita.<br /><br />Semoga isi berita juga layak dibaca. Sebab penulis berita atau disebut wartawan berpedoman pada Kode Etik Jurnalistik (KEJ) untuk menghasilkan berita yang baik. Tentu saja berita yang dihasilkan seorang wartawan harus memenuhi unsur berita, berimbang, tidak memihak dan tidak tendensius.<br /><br />Kepatuhan wartawan pada KEJ ini sering membuat pendukung paslon merasa tidak puas ketika ingin paslon yang didukungnya tampil di media lebih dominan dibandingkan paslon yang menjadi lawannya. Beragam cara dilakukan agar paslonnya terlihat lebih baik di mata masyarakat, termasuk tidak menjadi masalah untuk menjatuhkan paslon lawan.<br /><br />Satu caranya dengan membentuk opini di media sosial. Caranya dengan memposting tulisan-tulisan di media sosial untuk membentuk opini di masyarakat tentang paslon. Tujuannya adalah supaya paslon yang didukungnya layak pula didukung masyarakat yang membaca postingannya. Tidak jarang pula mereka tega menjatuhkan paslon lawan. Bahkan dengan tulisan-tulisan yang tidak beretika. Orang-orang seperti inilah yang kini disebut sebagai buzzer.<br /><br />Para buzzer ini sekilas terlihat bekerja seperti wartawan. Tetapi mereka jauh berbeda dengan wartawan. Jika wartawan dalam menulis berita harus taat pada KEJ, maka buzzer bebas menulis sesuka hatinya. Seringkali pula mereka mengemas tulisannya di dalam sebuah blog sehingga terkemas layaknya sebuah media online.<br /><br />Sebagian buzzer bekerja karena atas kecintaannya pada paslon tanpa ada mahar. Tetapi sebagian lain memang sengaja menjadi buzzer dengan bekerja membuat tulisan membela paslon supaya mendapatkan upah dari paslon tersebut dari hasil kerjanya. Bisa dikatakan postingan titipan untuk pembentukan opini. <br /><br />Buzzer pada kenyataan justru diistimewakan oleh paslon atau pejabat untuk menulis berita sesat demi kepentingannya. Inilah yang sangat menyedihkan bagi wartawan. Di saat wartawan berusaha maksimal menulis sebuah berita yang baik untuk memberikan informasi akurat kepada para pembaca, buzzer justru sebaliknya.</span>Lugas Wicaksonohttp://www.blogger.com/profile/15886407975190000298noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4688791790473383466.post-25669611964088181402016-09-26T21:45:00.002+07:002016-10-01T20:28:57.621+07:00No Money, Bubuk..Siang di seberang Terminal Sangket sekelompok orang bercengkerama di dalam sebuah warung dagang laklak. Warung berdinding triplek, berjendela anyaman kawat dan beratap seng itu setidaknya mampu melindungi mereka dari sengatan terik matahari.<a name='more'></a><br />Sembari menikmati jajan laklak dan kopi hitam pahit, mereka beristirahat sejenak dari aktivitas di terminal yang sering dikatakan hidup segan mati tak mau. <br /><br />Terminal itu seperti terminal lain di Bali tampak sepi. Hanya sedikit kendaraan umum yang beroperasi di dalamnya. Tapi di sisi lain juga terminal masih dibutuhkan beberapa masyarakat yang akan pergi dari Singaraja ke Denpasar maupun sebaliknya.<br /><br />Siang itu mereka tampak asyik membahas politik. Ya, akhir-akhir ini memang sedang ramai-ramainya Pilkada Buleleng. Kebetulan sampai sekarang terlihat ada dua pasangan Cabup dan Cawabup yang akan bertarung.<br /><br />Mereka dengan asyik dan santainya saling bercerita pengalaman Pilkada-pilkada lampau yang telah terlewati. <br /><br />Ketika itu tim sukses pasangan calon sudah pasti akan mencari sekelompok masyarakat seperti mereka yang sering beraktivitas di terminal.<br /><br />Tentu saja tim sukses itu mencari karena ada maunya. Apa maunya? Ya jelas meminta mereka untuk mendukung pasangan calonnya. Biasanya disertai dengan beberapa tawaran. Seringkali tawaran berupa uang, dan itu sudah ada ketentuannya.<br /><br />Saat-saat seperti inilah masyarakat kecil seperti mereka berubah 180 derajat posisinya. Mereka yang menjadi raja dan penggede-penggede yang jadi Cabup mendadak butuh mereka. Lewat tim sukses seolah-olah sangat membutuhkan bantuan masyarakat miskin agar memilihnya untuk mendapat jalan menjadi penguasa.<br /><br />Kesempatan seperti inilah yang dimanfaatkan dengan baik oleh masyarakat seperti mereka. Kesempatan untuk mendapatkan uang. Ya, uang yang setidaknya meringankan mereka agar untuk sementara waktu tidak perlu kerja keras dulu.<br /><br />Mereka dengan tegas mengatakan akan siap mendukung siapapun pasangan calon yang memberikan uang kepada mereka. Kalau tidak, ya tidak akan memilih.<br /><br />"Saya mendukung uang. No money, bubuk. (Tidak ada uang, tidur)," tegas seorang di antaranya.<br /><br />Pada saat menjelang hari pencoblosan, semakin banyak tim sukses berbeda yang datang ke mereka. Tawaran berupa uang akan semakin deras. Mereka berprinsip kalau ada uang pergi ke TPS untuk mencoblos siapapun yang memberinya uang. Kalau tidak ya tidur saja di rumah.<br /><br />"Ngapain nyoblos kalau gak ada uangnya. Dia (Cabup) yang senang, jadi bupati tambah faedah (banyak rejeki). Lha saya tetap begini saja nasibnya,"<br /><br />Lalu kalau ada empat Cabup, keempatnya memberikan yang semua kepada mereka. Apa yang akan mereka lakukan?<br /><br />"Saya terima semua. Ada orang kasih pasting mintanya dicoblos, saya bilang siap. Ada empat kasih ya empat saya coblos semua di surat suara. Saya gak ada beban kalau selesainya ditanya sudah coblos belum. Saya jawab sudah dicoblos,"<br /><br />"Kalau empat kasih lalu yang saya coblos cuma satu, saya salah. Saya dosa. Uang yang saya terima haram. Saya gak mau makan uang haram,"Lugas Wicaksonohttp://www.blogger.com/profile/15886407975190000298noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4688791790473383466.post-25633159815656498722016-01-30T06:32:00.003+07:002016-01-30T06:37:34.836+07:00 Krama Desa Sidatapa Pertahankan Bangunan Rumah Adat Bertembok Tanah Liat<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Rumah-rumah berdinding tanah liat masih berdiri kokoh di Desa Sidatapa, Kecamatan Banjar Buleleng. Rumah adat bernama Bale Gajah Tumpang Salu itu dengan mudah dapat ditemui di pinggir jalan desa yang berada di ketinggian sekitar 500 meter dari permukaan laut itu. Meski berada di pinggir jalan, rumah-rumah itu justru menghadap membelakangi jalan.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"></span><br />
<a name='more'></a><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span></div>
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhuJ9_StlFwFfn7LJ6jMpmyl5B_1HdH5BF4yWoFv6toc5VrT5dwNBixfp6nIJnpX10vjTSBN7_Dl9Lqrw-zKz8wV7RUDlGx8teOyMHMFfBN3qsfYFnzuSDmRyVt9Kwt84cJfbZlj5_ZdBc/s1600/20160116_122808.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="225" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhuJ9_StlFwFfn7LJ6jMpmyl5B_1HdH5BF4yWoFv6toc5VrT5dwNBixfp6nIJnpX10vjTSBN7_Dl9Lqrw-zKz8wV7RUDlGx8teOyMHMFfBN3qsfYFnzuSDmRyVt9Kwt84cJfbZlj5_ZdBc/s400/20160116_122808.JPG" width="400" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><div class="MsoNormal" style="text-align: left;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Seorang
pengendara sepeda motor melintas di depan rumaha adat Desa Sidatapa, Kecamatan
Banjar, Buleleng, Senin (18/1).<o:p></o:p></span></div>
</td></tr>
</tbody></table>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span></div>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span></div>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">
<div style="text-align: justify;">
Satu di antaranya rumah yang dihuni Putu Wisnu (24) bersama istrinya, Komang Agus Mustika Dewi (17) serta neneknya, Made Ari (80). Rumah adat berukuran sekitar 7x15 meter ini terdiri dari tiga ruangan, antara lain, Jaba Jero, Jaba Tengah dan Jabahan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Saat itu, Wisnu bersama Dewi sedang menganyam bambu untuk dijadikan sebuah sangkar ayam di Jaba Tengah, ruangan yang biasa digunakan untuk melakukan kegiatan sehari-hari. Ruangan itu juga digunakannya untuk tidur bersama keluarganya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Di sini (Jaba Tengah) setiap hari kami buat kerajinan dari bambu, ada berupa sangkar ayam, tempat bebantenan, tempat makanan. Ini saja kerjaan kami, sudah jadi tradisi menganyam di desa kami, hampir semua warga desa menganyam sebagai pekerjaan,” ujar Wisnu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi8Yqd7qw99LnmLXP2s_wehn43SVMTkftpIDqCAgNP4CKXtg8fP_fV2E9RvmAIPMnzL862ofWutYvgln3KlRJKiiBhrqCntJn3RTAJjPVVlvHL4P19xsyn7CmQaOSRkQinXicf8mbXUFlo/s1600/20160116_114348.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="225" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi8Yqd7qw99LnmLXP2s_wehn43SVMTkftpIDqCAgNP4CKXtg8fP_fV2E9RvmAIPMnzL862ofWutYvgln3KlRJKiiBhrqCntJn3RTAJjPVVlvHL4P19xsyn7CmQaOSRkQinXicf8mbXUFlo/s400/20160116_114348.JPG" width="400" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><div class="MsoNormal" style="text-align: left;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Putu
Wisnu menemani istrinya, Komang Agus Mustika Dewi yang membuat anyaman bambu di
Jaba Tengah rumah adatnya Desa Sidatapa, Kecamatan Banjar, Buleleng, Senin
(18/1).<o:p></o:p></span></div>
</td></tr>
</tbody></table>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Wisnu menempati rumah itu sejak dari kecil bersama neneknya. Rumah itu menurutnya adalah peninggalan leluhurnya yang sudah ditempati sejak turun temurun.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sementara itu, Jaba Jero merupakan ruangan yang berada di paling belakang rumah. Ruangan ini difungsikan sebagai tempat persembahyangan, menyimpan alat-alat upacara, busana adat dan pusaka, serta dapur untuk memasak.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Di Jaba Jero terdapat Sekororah atau tampul. Seko ini berupa panggung yang terbuat dari kayu dengan 12 tiang kayu atau disebut seko 12. Sekororah inilah yang digunakan untuk sembahyang.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bahkan seko 12 ini mampu melindungi penghuni rumag dari bencana gempa bumi. Sebab tiang-tiang kayu ini mampu mencegah tembok rumah ambruk ke dalam, tetapi jika terjadi gunjangan keras, tembok akan ambruk ke luar.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiR6us7WhxzH5vJtu1ej_q4o5jIEfGYG9pf_K57fhlPCAjgu0E8f72hvxTkhwQr5z2a_HUou9cWHN1O3niYdKaPwntMM7Jw2ce_7PjD4KiK-3DwNCkrumUVWytx9PQJe5z8mZ9k-EhbwhU/s1600/20160116_114225.JPG" imageanchor="1" style="clear: left; margin-bottom: 1em; margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="225" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiR6us7WhxzH5vJtu1ej_q4o5jIEfGYG9pf_K57fhlPCAjgu0E8f72hvxTkhwQr5z2a_HUou9cWHN1O3niYdKaPwntMM7Jw2ce_7PjD4KiK-3DwNCkrumUVWytx9PQJe5z8mZ9k-EhbwhU/s400/20160116_114225.JPG" width="400" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><div style="text-align: left;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; line-height: 115%;"><span style="font-size: small;">Kelian
Desa Pakraman Buleleng, Ketut Tarka menunjukkan tempat persembahyangan yang
terbuat dari seko 12 di Jaba Jero rumah adat Desa Sidatapa, Kecamatan Banjar,
Buleleng, Senin (18/1).</span></span></div>
</td></tr>
</tbody></table>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kekuatan bangunan rumah adat Sidatapa ini terbukti saat gempa mengguncang wilayah Buleleng Barat pada 1976 atau lebih dikenal dengan Gempa Seririt dengan ribuan korban jiwa. Gempa berkekuatan 6.2 Skala Richte (SR) ini kala itu mengguncang wilayah Kecamatan Seririt dan sekitarnya, termasuk Sidatapa. Meski banyak bangunan rumah yang roboh, tetapi tidak satupun warga Sidatapa yang menjadi korban tewas gempa itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Sturktur tiangnya itu untuk penahan, temboknya kalau gempa akan ambruk ke luar. Waktu Gempa Seririt dulu, di sini juga ikut kena, banyak rumah yang roboh, tetapi tidak ada yang meninggal,” ujar Kelian Desa Pakraman Sidatapa, Ketut Tarka.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sekororah ini terbuat dari kayu Jempinis yang diambil dari hutan. Sedangkan bagian struktur rumah lain bisa terbuat dari kayu apa saja, tetapi lebih banyak terbuat dari kayu jati.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ia mengaku tidak ada referensi sejarah yang menyebutkan secara persis asal mula keberadaan rumah adat di desa yang telah berdiri sejak tahun 785 Isaka ini. Dari cerita penglingsir (leluhur), keberadaan rumah adat mulai berdiri sejak sekitar tahun 1.400 Isaka.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Sejarah rumah adat ini tidak ada hitam di atas putihnya, tetapi kata penglingsir, adanya rumah adat ini karena perarem (perembugan) penglingsir-penglingsir dulu yang mengharuskan krama (warga) untuk membangun rumah adat,” katanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tarka juga mengungkapkan alasa kenapa rumah adat membelakangi jalan. Ketika itu Bali dipimpin oleh Raja Mayadenawa. Raja ini sangat sakti tetapi berperilaku jahat. Ia tidak segan merusak Pura, melarang rakyatnya menyembah Tuhan atau Dewa, dan melarang segala bentuk ritual persembahyangan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Pada zaman Raja Mayadenawa siapa berani buat canang langsung dirampas, terpaksa masyarakat sini membuat rumah dengan tempat persembahyangan di dalam termasuk merajan, dan membelakangi jalan, supaya tidak dilihat raja ketika membuat upacara di dalam,” ungkapnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dahulu rumah adat ini berdinding tanah liat dan beratap ilalang. Namun kini sudah banyak perubahan pada rumah adat ini. Kini sudah tidak ada rumah yang beratap ilalang, warga menggantinya dengan seng. Sebagian lain mengganti tembok tanah liat dengan batako. Meski telah banyak dimodifikasi, tetapi struktur ruangan rumah adat tetap berpedoman pada tiga ruangan utama itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Sekarang sudah banyak krama yang memodifikasinya, ada yang mengganti tembok atap dan menambahkan kamar-kamar. Tetapi tetap harus ada tiga jaba. Karena perarem penglingsir nggak bisa dirubah, karena waktu dulu ada upacara sebelum kita mempunyai merajan, tiap ada upacara selalu di sana manusia yadnya, dewa yadnya, pitra yadnya di dalam rumah saja,” ucapnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhdq6krHXl16XRHTO3NppQ558D_8wfcYBcpBhvVQUxxwKO954K8USaPPCye5ZP3Bw_fqutQfd41huq6C6OX8Yoedp8AA-xcALELfJ1WMZyzKZRulbu7DT6JXHxxvUyBEyT9qo6kUCYhDZ0/s1600/20160116_113633.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="225" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhdq6krHXl16XRHTO3NppQ558D_8wfcYBcpBhvVQUxxwKO954K8USaPPCye5ZP3Bw_fqutQfd41huq6C6OX8Yoedp8AA-xcALELfJ1WMZyzKZRulbu7DT6JXHxxvUyBEyT9qo6kUCYhDZ0/s400/20160116_113633.JPG" width="400" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><div class="MsoNormal" style="text-align: left;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Kelian
Desa Pakraman Buleleng, Ketut Tarka bersama seorang warga di depan rumah adat
Desa Sidatapa, Kecamatan Banjar, Buleleng, Senin (18/1).</span></div>
</td></tr>
</tbody></table>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kini seluruh rumah krama di Sidatapa menggunakan struktur rumah adat. Meskipun krama tersebut membangun rumah baru tetap harus mempertahankan struktur itu, karena telah diatur dalam awig-awig (peraturan adat).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Ada dua krama di sini, krama ngarep dan krama sundulan. Krama ngarep itu yang sudah diajak mekarya di Pura Desa. Krama sundulan belum diajak megae (kerja) di Pura Desa kara belum penyucian diri. Sudah ada awig-awignya untuk rumah adat, kalau tidak buat ya ada sanksi sosialnya, tidak bisa sembahyang di Pura Desa,” pungkasnya. (gas)</div>
</span>Lugas Wicaksonohttp://www.blogger.com/profile/15886407975190000298noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4688791790473383466.post-17643691438190469322015-07-21T15:51:00.000+07:002015-10-11T20:59:40.404+07:00PENGGUNAAN UNSUR FIKSI DALAM BUKU JURNALISME SASTRAWI: ANTOLOGI LIPUTAN MENDALAM DAN MEMIKAT<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: center;">
Nurul Komariyah*) e-mail: <a href="mailto:telagakata@yahoo.com">telagakata@yahoo.com</a></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: center;">
Roekhan*)</div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: center;">
Moch. Syahri*)</div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: center;">
Universitas Negeri Malang, Jln. Semarang 5 Malang</div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: center;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<b>ABSTRACT:</b>
This research is intended to (1) provide the use of fictional elements in the
writing of news text, (2) describes the functions of the use fictional elements
in the writing of news text. This research is literature review with approach
of text analysis. Data is collected from units of speech cited from the texts
reflecting fictional elements and their functions. The result of the research
comprises two main issues as follows: (1) there are six fictional elements,
namely event, flow, characters and characterizations, setting, point of view,
and dialogue used by journalists to write news in many ways, and (2) there are
three functions in the use of fictional elements in news text, namely to
clarify and emphasize the topic, to strengthen the dramatic value in delivering
the news, and to liven up the readers imagination. Keywords: fictional
elements, literary journalism, report anthology. </div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<b>ABSTRAK:</b>
Penelitian ini bertujuan untuk (1) memerikan penggunaan unsur-unsur fiksi pada
penulisan teks berita, (2) mendeskripsikan fungsi penggunaan unsur-unsur fiksi
pada teks berita. Penelitian ini merupakan penelitian kajian pustaka dengan
pendekatan analisis teks. Data dikumpulkan dari unit-unit tuturan yang dikutip
dari teks yang mencerminkan unsur fiksi dan fungsinya. Hasil penelitian adalah:
(1) terdapat enam unsur fiksi yakni peristiwa, alur, tokoh penokohan, setting,
sudut pandang dan dialog yang digunakan jurnalis untuk menulis berita dengan
berbagai cara, (2) terdapat tiga fungsi penggunaan unsur fiksi dalam teks
berita yaitu untuk memperjelas dan mempertegas topik, untuk menguatkan nilai
dramatis pengisahan berita, dan untuk menghidupkan imajinasi pembaca. </div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<b>Kata kunci:</b>
unsur fiksi, jurnalisme sastra, antologi liputan.</div>
<a name='more'></a><br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
Berita merupakan suatu laporan yang berdasarkan fakta
dan obyektifitas. Berita berbeda dengan opini yang bertumpu pada pendapat
pribadi penulis. Berita juga berbeda dengan karya fiksi seperti novel atau
cerpen yang di dalamnya memasukkan unsur imajinasi, sesuatu yang bukan fakta.
Untuk membedakannya dengan karya fiksi, jurnalisme mematok standar baku bagi
penyusunan berita yakni pedoman 5W dan 1H dengan pola piramida terbalik.
Berita-berita model konvensional seperti straight news selalu ditampilkan
dengan pola baku seperti itu. Penulisan berita yang lebih longgar dan tidak
kaku dapat dilihat pada penulisan feature. Secara khusus feature adalah tulisan
yang semata-mata berdasarkan daya pikat manusiawi (human interest) yang tidak
terlalu terikat pada tata penulisan baku yang kaku seperti yang berlaku dalam
berita lempang (Sumadiria, 2008:152). </div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
Penulisan feature yang tidak kaku tersebut membuat
penyajian berita menjadi lebih menghibur. Hal tersebut dikarenakan feature
menyajikan tema yang lebih menekankan pada aspek kemanusiaan dan ditulis
seperti layaknya sebuah cerita. Menurut Ishwara (2005:60) feature yang baik
adalah karya seni yang kreatif, namun faktual. Feature bukan fiksi. Ia menggali
suatu peristiwa atau situasi dan menata informasi ke dalam suatu cerita yang
menarik dan logis. Feature akan membuat pembacanya tertawa atau terharu, geram
atau menarik napas panjang. </div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
Teknik penulisan berita dengan lebih longgar melalui
feature yang membuat berita “bercerita” kepada pembaca kemudian berkembang ke
arah yang lebih dalam lagi. Perkembangan tersebut terjadi pada pertengahan
tahun 1960-an di Amerika. Feature telah menjembatani hadirnya sebuah genre baru
dalam jurnalisme, yakni jurnalisme sastra. Hal tersebut selaras dengan
pernyataan Wolfe (dalam Kurnia, 2002:230) yang mengatakan bahwa feature
mengandung nilai human interest dan warna cerita (colour story) yang sangat
kaya, itulah sebabnya jurnalisme sastra memulainya lewat feature. Jurnalisme
sastra menyajikan berita dengan gaya yang lebih naratif lagi. Tidak hanya itu,
jurnalisme sastra juga mengadopsi gaya-gaya yang kerap dipakai dalam prosa
fiksi dalam membingkai berita yang lebih lentur. Dalam penulisannya, jurnalisme
sastra menggunakan dialog, karakter, setting, sudut pandang, bahkan gaya bahasa
yang dileburkan dalam narasi. </div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
Meski menggunakan unsur-unsur pembangun prosa fiksi,
jurnalisme sastra tetaplah berita yang berpegang teguh pada fakta. Harsono, dkk
(2005: xii) mengatakan bahwa jurnalisme menyucikan fakta. Walau pakai kata
dasar “sastra” tapi ia tetap jurnalisme. Setiap detail harus berupa fakta.
Nama-nama orang adalah nama sebenarnya. Tempat juga memang nyata. Kejadian
benar-benar kejadian. Jika merah maka ditulis merah, dan jika hitam juga harus
ditulis hitam. </div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
Astraatmadja (dalam Kurnia, 2002: xxii) menuturkan,
jurnalisme sastra pada awal perkembangannya di Amerika Serikat, hampir setengah
abad yang silam, telah membebaskan media pers cetak dari stagnasi akibat
persaingan yang ketat dengan siaran televisi yang lebih menarik dan lebih
hidup. Jurnalisme kesastraan waktu itu memberikan pencerahan kepada para
wartawan, dengan memperkenalkan gaya penulisan bertutur untuk reportase human
interest yang sangat rinci. Suatu gaya peliputan dan pelaporan jurnalistik yang
telah memperkaya jurnalisme. Dari penjelasan ini dapat diketahui bahwa untuk
bersaing dengan media elektronik yang mengandalkan kecepatan, media cetak harus
bergerak dinamis dan melakukan inovasi, yakni dengan menyuguhkan berita yang
mendalam dengan teknik yang tidak membosankan. Disinilah jurnalisme sastra
turut andil dalam pergerakan inovasi tersebut, yakni menghadirkan teknik
penulisan fiksi untuk menulis laporan berita yang lebih panjang, dalam, dan
menyentuh. </div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
Perkembangan jurnalisme sastra juga terjadi di
Indonesia, meski tidak terlalu pesat. Di Indonesia, majalah berita Tempo adalah
yang pertama menggunakan gaya penyajian sastra dalam penulisan jurnalisme. Pada
tahun 1970-an, majalah ini tampil menyegarkan dunia jurnalistik di Indonesia
(Kurnia, 2002:171). Salah satu wartawan Indonesia yang kerap memperkenalkan jurnalisme
sastra adalah Andreas Harsono. Pada Maret 2001, Andreas dan rekan-rekannya di
majalah Pantau mencoba menghadirkan berita-berita yang dikemas dengan teknik
baru ini. Meski akhirnya harus terhenti karena kendala keuangan, tetapi
setidaknya dari sana muncul sebuah buku yang menarik, berjudul Jurnalisme
Sastrawi: Antologi Liputan Mendalam dan Memikat, yang menjadi bahan dalam
penelitian ini. Ada delapan penulis yang mengisi buku ini dari hasil reportase
mereka masing-masing. Harsono, dkk (2005: xviii) mengatakan bahwa delapan
cerita yang dimuat antologi ini adalah hasil kerja majalah Pantau antara 2001
dan 2004. </div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
Ketertarikan peneliti untuk mengaji buku ini mengacu
pada dua hal. Pertama, peneliti tertarik dengan genre jurnalisme sastra, dan
ingin mempelajari serta mendalaminya secara lebih komprehensif. Ketertarikan
peneliti disebabkan oleh kekaguman terhadap berita jurnalisme sastra yang bisa
menggabungkan kaidah sastra dan elemen jurnalistik menjadi sebuah tulisan yang
indah serta berkualitas. Fiksi yang berdasarkan imajinasi dan rekaan, sementara
jurnalistik (berita) yang menjunjung tinggi fakta ternyata mampu dileburkan
menjadi satu. Dengan tetap memegang teguh prinsip-prinsip seperti faktual,
obyektifitas, dan akurasi, karya jurnalistik menjadi lebih enak dibaca dengan
mengambil unsur-unsur pembangun prosa rekaan. Berita menjadi tidak membosankan
sebab telah menjadi semacam karya seni yang mencerahkan pembacanya. Kedua, buku
ini merupakan buku antologi liputan jurnalisme sastra yang pertama kali diterbitkan
di Indonesia. Berisi delapan liputan dengan gaya sastra dari delapan penulis
yang berbeda. Dari delapan karya ini, bisa dipelajari dan dianalisis bagaimana
para penulisnya menggunakan teknik penulisan fiksi dalam reportase jurnalisme
sastra. Tujuan penelitian adalah memerikan penggunaan unsur fiksi pada
penulisan teks-teks berita dalam buku Jurnalisme Sastrawi: Antologi Liputan
Mendalam dan Memikat, serta mendeskripsikan fungsi penggunaan unsur fiksi pada
teks-teks berita dalam buku Jurnalisme Sastrawi: Antologi Liputan Mendalam dan
Memikat. </div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<b>METODE <o:p></o:p></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
Penelitian ini merupakan penelitian kajian pustaka
dengan pendekatan analisis teks. Artinya, penelitian ini menganalisis teks yang
terkandung dalam buku Jurnalisme Sastrawi: Antologi Liputan Mendalam dan Memikat
dengan menggunakan sumber-sumber pustaka yang berkaitan dengan yang akan
dianalisis. Penelitian ini mendeskripsikan atau menggambarkan cara-cara yang
dipakai jurnalis dalam mengemas unsur fiksi ke dalam liputannya dan apa fungsi
penggunaan unsur fiksi tersebut pada berita, kemudian menganalisis dan
menafsirkan data yang ada. Pendekatan dalam penelitian ini digunakan untuk
menelaah isi dari suatu dokumen, yang dalam hal ini dokumen yang dimaksud
adalah buku Jurnalisme Sastrawi: Antologi Liputan Mendalam dan Memikat. Data
dalam penelitian ini berupa paparan verbal bahasa atau idiografis. Artinya,
data dalam penelitian ini adalah unit-unit tuturan yang dikutip dari teks yang
mencerminkan unsur fiksi dan fungsinya yang diperoleh dari dialog, monolog, serta
narasi dalam buku Jurnalisme Sastrawi: Antologi Liputan Mendalam dan Memikat.
Sumber data penelitian ini adalah buku Jurnalisme Sastrawi: Antologi Liputan
Mendalam dan Memikat, cetakan pertama yang diterbitkan oleh Yayasan Pantau pada
Oktober, 2005. Antologi ini memuat delapan liputan dengan delapan penulis yang
berbeda.</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
Instrumen yang
digunakan dalam penelitian ini berupa tabel panduan studi dokumentasi. Prosedur
pengumpulan data dilakukan peneliti dengan membaca secara kritis, teliti dan
cermat teks-teks berita dalam buku Jurnalisme Sastrawi: Antologi Liputan
Mendalam dan Memikat. Pembacaan ini dilakukan secara berulang-ulang dengan
melibatkan pengetahuan yang dimiliki oleh peneliti. Kegiatan ini bertujuan
untuk memahami dan mendapatkan kembali unsur-unsur fiksi serta fungsinya dalam
teks berita. Selanjutnya, peneliti membaca sekali lagi buku Jurnalisme
Sastrawi: Antologi Liputan Mendalam dan Memikat yang menjadi sumber data untuk
memberi tanda/kode bagian-bagian wacana yang diangkat menjadi korpus data
pemakaian unsur fiksi untuk dianalisis lebih lanjut. Untuk membedakan setiap
jenis data, digunakan tanda/kode yang berbeda. Analisis data dimulai dengan
tahapan identifikasi, pengkodean, pengelompokan, interpretasi, dan penarikan
kesimpulan. Pengecekan keabsahan data dilakukan peneliti dengan dua kegiatan,
yaitu membaca teks-teks berita yang diteliti secara berulang-ulang untuk
menemukan data yang akurat sesuai dengan masalah yang akan dikaji, dan
mendiskusikan serta mengonsultasikan hasil atau temuan penelitian secara rutin
kepada pembimbing. </div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<b>HASIL
PENELITIAN <o:p></o:p></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<b>Penggunaan
Unsur Fiksi Dalam Penulisan Teks Berita <o:p></o:p></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
Penggambaran peristiwa yang digunakan jurnalis dalam
penelitian ini ditemukan ada dua cara. Pertama, penggambaran peristiwa dengan
cara mendeskripsikan adegan. Adegan tersusun dari fakta yang diperoleh jurnalis
lewat wawancara dengan berbagai narasumber. Narasumber yang diwawancarai dapat
berjumlah sangat banyak, sehingga beberapa dari narasumber tersebut diharap
dapat mengungkapkan adegan yang terjadi dari suatu peristiwa. Cara kedua yang
digunakan jurnalis untuk menggambarkan peristiwa adalah dengan menarasikan
berbagai peristiwa yang terjadi dalam laporan yang diberitakannya. Cara narasi
digunakan jurnalis dengan menyertakan unsur-unsur yang harus selalu ada dalam
narasi seperti kejadian, urutan kejadian, setting, dan pelaku. </div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
Untuk menggambarkan jalannya peristiwa dalam berita
jurnalisme sastra, ada jurnalis yang memakai alur maju, alur mundur, dan ada
pula yang memakai alur campuran. Alur maju digambarkan dengan cara pengurutan
sebab-akibat. Penjabaran dari sebab ke akibat membuat alur tersusun secara
kronologis, lurus dan urut dari peristiwa pertama hingga peristiwa terakhir.
Itulah sebabnya dikatakan alur maju. Sebab dapat bertindak sebagai waktu
lampau, sedangkan akibat sebagai waktu kini. Alur mundur (flashback)
digambarkan dengan cara pengurutan akibat-sebab. Di bagian awal kisah berita,
pembaca tidak diberi tahu apa penyebab yang menjadi pemicu dari konflik yang
tengah diberitakan. Di bagian tengah hingga akhir berita, jurnalis kemudian
membuat kisah mundur ke masa lalu untuk menceritakan sebab dari akibat yang
telah diceritakan pada bagian awal berita. Sementara itu untuk alur campuran,
digambarkan dengan cara membolak-balik susunan sebab dan akibat. Penggunaan
alur campuran dalam teks berita jurnalisme sastra terlihat lebih fleksibel.
Jurnalis dapat menyusun jalan cerita dari suatu berita dengan bebas. Rangkaian
cerita dalam berita dapat meloncat-loncat, sesuai kemauan dan kreatifitas jurnalis.
Hal ini berbeda dengan pemakaian alur maju yang hanya ditampilkan dengan cara
sebab-akibat yang berarti masa lampau ke masa kini. Begitu pula dengan alur
mundur yang dinyatakan dengan cara akibatsebab yang berarti masa kini ke masa
lampau. Pada alur campuran, jurnalis dapat menata cerita dari beritanya dari
urutan yang bisa dibolak-balik. Bisa dimulai dari akibat-sebabakibat yang
berarti masa kini ke masa lampau kemudian kembali lagi ke masa kini, atau
sesuai keinginannya. </div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
Tokoh-tokoh dalam berita jurnalisme sastra
ditampilkan dengan cara menyebut semua nama orang yang terlibat atau yang
terkait dengan peristiwa yang tengah diberitakan. Oleh karena itu, dalam satu
berita saja bisa terdapat puluhan tokoh. Tokoh-tokoh tersebut ada yang
bertindak sebagai pelaku peristiwa, korban dari peristiwa, saksi mata dari
peristiwa, maupun narasumber yang dianggap berkompeten untuk memberikan
komentar dari peristiwa yang diangkat. Semua tokoh-tokoh tersebut dimasukkan
dalam berita dan dituliskan namanya, meskipun tokoh tersebut hanya muncul satu
kali saja. Penokohan yang digambarkan jurnalis ditempuh dengan dua cara, yakni
secara eksposisi dan secara dramatik. Jurnalis mengungkapkan secara eksplisit
watak tokoh dalam penokohan secara eksposisi dan mengungkapkannya secara
implisit ketika menggambarkan penokohan secara dramatik. </div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
Terdapat tiga macam setting yang digunakan jurnalis
dalam teks-teks berita jurnalisme sastra, yakni setting tempat, setting waktu,
dan setting suasana. Setting tempat dan setting suasana digunakan dengan cara
mendeskripsikan suatu tempat atau lokasi dan suasana tertentu. Setting tempat
dideskripsikan dengan melibatkan kesan indera berupa indera penglihatan dan
indera penciuman. Setting suasana dideskripsikan dengan melibatkan kesan indera
berupa indera penglihatan, indera penciuman, dan indera pendengaran. Sementara
itu setting waktu digunakan dengan cara menyebutkan hari, tanggal, bulan,
tahun, bahkan jam terjadinya suatu peristiwa. Setting pada berita jurnalisme
sastra berhubungan erat dengan penggunaan detail. Detail inilah yang memberikan
kekuatan pada berita jurnalisme sastra sehingga laporan yang dihasilkan bisa
sarat dengan informasi yang mendalam. </div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
Sudut pandang yang digunakan jurnalis untuk
mengisahkan beritanya ada tiga macam, yaitu sudut pandang orang pertama, sudut
pandang orang ketiga, dan sudut pandang campuran. Sudut pandang orang pertama
dengan cara menyebut “saya” sebagai tokoh utama. “Saya” merujuk pada diri si
jurnalis sendiri. Jurnalis mengisahkan beritanya dari sudut penceritaannya
sendiri. Hal ini tidak menjadi masalah karena jurnalis menjadi salah satu
pelaku dalam peristiwa yang tengah diberitakan. Jurnalis menjadi orang yang
mengikuti dan menjalani secara langsung peristiwa tersebut. Selain itu,
penggunaan sudut pandang orang pertama ini tetap disertai berbagai bukti dan
fakta. Salah satu bukti dan fakta tersebut diperoleh jurnalis dari wawancara
dengan narasumber. Sudut pandang orang ketiga digunakan jurnalis dengan cara
menyebut nama-nama tokoh dalam berita, yang diselingi variasi kata ganti “dia”
dan “mereka” sebagai tokoh utama dan tokoh sampingan. Dalam sudut pandang orang
ketiga ini, jurnalis sama sekali tidak memasukkan dirinya sebagai “saya” dalam
peristiwa yang diberitakan. Sementara sudut pandang campuran digunakan dengan
cara menggabungkan sudut pandang orang ketiga dan sudut pandang orang pertama.
Jurnalis menyebut dirinya sebagai “saya”, dan menyebut tokoh-tokoh berita
dengan nama serta kata ganti “dia”, “mereka” sebagai tokoh utama maupun tokoh
tambahan. “Saya” muncul ketika menceritakan sesi wawancara, ketika menyatakan
pengalaman yang berkaitan dengan peristiwa yang diberitakan, dan ketika
memberikan analisis terhadap peristiwa. </div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
Penggunaan dialog oleh jurnalis dalam penelitian ini
ditemukan ada tiga cara. Pertama, penggunaan dialog dengan cara menampilkan
perdebatan antartokoh. Perbedaan pendapat antara beberapa tokoh yang berujung
pada sebuah perdebatan dituliskan jurnalis dalam bentuk dialog dan percakapan
yang cukup panjang. Kedua, penggunaan dialog dengan cara menampilkan wawancara
jurnalis dengan narasumber. Jurnalis mengutip dialog atau percakapan
wawancaranya dengan beberapa narasumber. Ketiga, penggunaan dialog dengan cara
menampilkan emosi para tokoh berita. Emosi beberapa tokoh berita yang mengumpat,
berteriak, untuk mengungkapkan kekesalan atau kejengkelan juga dikutip jurnalis
dalam sebuah dialog. </div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<b>Fungsi
Penggunaan Unsur Fiksi Dalam Penulisan Teks Berita <o:p></o:p></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
Terdapat tiga fungsi penggunaan unsur fiksi dalam
penulisan teks berita yang ditemukan dalam penelitian ini. Fungsi pertama
adalah untuk memperjelas dan mempertegas topik yang tengah diterangkan oleh
jurnalis. Fungsi tersebut ada pada unsur fiksi berupa dialog. Topik utama yang
tengah diceritakan jurnalis dalam beritanya semakin terlihat jelas dengan
menampilkan dialog antara beberapa tokoh berita yang membuat adanya titik tekan
pada topik utama. </div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
Fungsi dari pemakaian unsur fiksi yang kedua adalah
untuk menguatkan nilai dramatis pengisahan berita. Fungsi tersebut ada pada
unsur fiksi berupa dialog. Nilai dramatis dihasilkan dari dialog beberapa tokoh
yang diucapkan dengan intonasi tinggi dan membawa nuansa yang penuh dengan
emosi sebagai klimaks. Hal ini membuat pengisahan berita menjadi dramatis dan
berpotensi untuk membangkitkan emosi pembaca. </div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
Fungsi dari pemakaian unsur fiksi yang ketiga adalah
untuk menghidupkan imajinasi pembaca. Fungsi ini ada pada penggunaan unsur
fiksi berupa pendeskripsian adegan dari suatu peristiwa, pendeskripsian setting
tempat, dan pendeskripsian setting suasana. Deskripsi dapat membuat peristiwa,
tempat, dan suasana yang sedang diberitakan oleh jurnalis menjadi lebih hidup
karena dapat menyeret imajinasi pembaca. Pembaca dapat membayangkan dan
merasakan sendiri segala hal yang digambarkan. Deskripsi yang melibatkan indera
pendengaran dapat membuat pembaca seolah-olah mendengar sendiri bunyi dan suara
yang digambarkan. Deskripsi yang melibatkan indera penciuman membuat pembaca
seolah-olah dapat mencium bau atau aroma yang digambarkan. Sementara itu
deskripsi yang melibatkan indera penglihatan membuat pembaca seolah-olah dapat
melihat atau menyaksikan sendiri peristiwa yang diberitakan oleh jurnalis. </div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<b>PEMBAHASAN <o:p></o:p></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
Adegan yang digunakan jurnalis untuk menggambarkan
peristiwa tersusun dari rangkaian fakta yang diperoleh jurnalis dengan
wawancara yang melibatkan cukup banyak narasumber. Kurnia (2002:46) mengatakan
bahwa untuk melaporkan suatu peristiwa secara lengkap, kerja jurnalis harus
lebih dari sekedar melaporkan fakta-fakta dan menyusunnya secara kronologis.
Mereka harus melakukan pengamatan yang melebihi kerja reportase biasa. Mereka
harus mencatat fakta-fakta di balik rangkaian adegan peristiwa-berita. Mungkin
saja mereka perlu mewawancarai lebih dari selusin orang agar bisa menggali
semua fakta yang ada. </div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
Jurnalis menyampaikan scene demi scene adegan dari
peristiwa yang tengah dilaporkan layaknya sebuah film. Scene tersebut berisi
sejumlah adegan yang dideskripsikan sehingga fakta yang sedang dikisahkan
benar-benar terasa dalam benak pembaca. Hal tersebut sesuai dengan yang
disampaikan Sudjiman (1991:91—92) bahwa dengan teknik adegan, cerita disajikan
serupa dengan penyajian sebuah adegan di dalam drama atau film. Dengan
demikian, pada pembaca timbul perasaan seolah-olah dia sangat dekat dengan
tempat kejadian dan melihat langsung peristiwa yang disajikan. Supomo (2012)
menjelaskan bahwa narasi adalah cerita yang didasarkan pada urut-urutan suatu
kejadian atau peristiwa. Narasi dapat berbentuk narasi ekspositoris dan narasi
imajinatif. Unsur-unsur penting dalam sebuah narasi adalah kejadian, tokoh,
alur, serta setting yang terdiri atas setting waktu, tempat, dan suasana. </div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
Penggambaran alur yang digunakan jurnalis dengan cara
merangkai sebab dan akibat sesuai dengan penjelasan Adiwardoyo dan A. Hayati
(1990:10), bahwa alur cerita dikatakan alur urutan (episodik, maju) apabila
peristiwa-peristiwa yang ada disusun berdasarkan urutan sebab akibat,
kronologis (sesuai dengan urutan waktu), tempat, dan hirarkis. Alur cerita
dikatakan alur mundur (flashback) apabila peristiwa-peristiwa yang ada disusun
berdasarkan akibat sebab, waktu kini ke waktu lampau. Alur cerita dikatakan
alur campuran (eklektik) apabila peristiwa-peristiwa yang ada disusun secara
campuran antara sebab akibat sebab, waktu kini ke waktu lampau, dan lampau ke
waktu kini. Putra (2010:54) menambahkan bahwa di dalam alur terdapat
kausalitas, yakni munculnya suatu peristiwa sebagai akibat dari sebab peristiwa
yang lain. </div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
Hadirnya tokoh dan karakter dalam berita jurnalisme
sastra adalah hal yang sangat penting. Harsono, dkk (2005:xiv) mengutarakan,
jurnalisme sastra meminta adanya karakter atau tokoh yang membantu mengikat
cerita. Ada karakter utama dan ada karakter pembantu. Karakter utama seyogyanya
orang yang terlibat dalam pertikaian. Untuk menampilkan karakter, jurnalis menggunakan
penokohan eksposisi secara eksplisit dan dramatik secara implisit. Hal tersebut
sesuai dengan pernyataan Adiwardoyo dan A. Hayati (1990:11—12), bahwa cara
penggambaran dikatakan eksposisi apabila pengarang menerangkan secara langsung
sifat-sifat watak itu, baik yang bersifat batiniah maupun lahiriah. Pengarang
menggambarkan secara langsung kondisi badannya, umurnya, kesukaannya,
kesopanannya, dan sebagainya. Sudjiman (1991:26—27) menambahkan, dalam metode
dramatik, watak tokoh dapat disimpulkan pembaca dari pikiran, cakapan, dan
lakuan tokoh yang disajikan pengarang, bahkan juga dari penampilan fisiknya
serta dari gambaran lingkungan atau tempat tokoh. Cakapan atau lakuan tokoh
demikian pula pikiran tokoh yang dipaparkan oleh pengarang dapat menyiratkan
sifat wataknya. Metode dramatik menyiratkan watak tokoh di dalam lakuan dan
dialog si tokoh. Tidak jarang lakuan dan cakapannya ini mengungkapkan pula
watak tokoh yang lain. </div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
Setting dalam berita jurnalisme sastra berhubungan
erat dengan detail. Jurnalis harus memiliki kemampuan yang tinggi untuk
mendapatkan detail yang bahkan terkesan remeh dan tidak penting. Sebab pada
akhirnya nanti, detail akan dapat memperkaya laporannya. Kurnia (2002:76—77)
menyatakan, perekaman detail-detail amatan jurnalis akan memberi kekuatan
literer dalam pelaporan mereka. Jurnalis harus mencatat berbagai detail. Setiap
detail laporan yang baik harus melambangkan setting komunitas sosial tertentu,
sebuah tempat dideskripsikan dengan berbagai keterangan. Dalam menggunakan sudut
pandang untuk berita yang dikisahkannya, jurnalis memiliki wewenang dan
kebebasan untuk menentukan. Jurnalis bisa memilih dan menentukan akan
menggunakan sudut pandang orang pertama, orang ketiga, atau sudut pandang
campuran. Hal ini sesuai dengan penjelasan Kurnia (2002:82) bahwa amatan bisa
hadir melalui sudut pandang penulis, lewat seorang “saya” atau “I”. Bisa juga
melalui tokohtokoh kisahnya. </div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
Penggunaan dialog dalam berita jurnalisme sastra
berkaitan erat dengan wawancara jurnalis yang sangat intensif dengan
narasumber. Hal ini sejalan dengan pernyataan Kurnia (2002:55—57) bahwa melalui
dialog, orang-orang di dalam news story dapat ditampilkan seasli orang-orang
dalam kehidupan sehari-hari pembaca. Penulisan dialog didapat dengan upaya
mengaji pikiran-pikiran narasumber lewat wawancara-wawancara intensif yang
kemudian dilaporkan dengan berbagai nuansa emosinya dan hal lain yang berkaitan
dengannya. Untuk mencapai itu, jurnalis melakukan investigasi. Mereka
mempelajari referensi pemikiran dan pengalaman narasumber. Wawancara dilakukan
secara mendalam, bila perlu berulang-ulang. Semua itu untuk memperoleh
rekonstruksi pikiran dan emosi yang pas serta bahan-bahan lain yang diperlukan.
Menurut Mencher, pedoman wawancara bagi jurnalis adalah mendengarkan dengan
tekun semua yang dikatakan orang sambil mengamati situasinya. Kerja “menangkap”
karakter dan melukiskan orang yang hendak dikisah-laporkan termasuk dalam kerja
pengamatan dialog para tokoh. </div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
Fungsi bahwa dialog dapat menjelaskan dan menegaskan
topik disampaikan Kurnia (2002:58), yang mengatakan bahwa dialog dapat menjadi
alat penjelas bagi topik yang tengah diterangkan. Nurgiyantoro (2005:311)
menambahkan, gaya dialog dapat memberikan kesan realistis, sungguh-sungguh, dan
memberi penekanan terhadap cerita atau kejadian yang dituturkan dengan gaya
narasi. Penggunaan unsur dialog juga dapat memiliki fungsi untuk menguatkan
nilai dramatis pengisahan berita. Molly Blair (dalam Putra, 2010:114)
mengungkapkan bahwa dalam literary journalism terdapat fakta yang disampaikan
secara sastrawi, yang sanggup menggugah emosi pembaca. Emosi adalah unsur
penting dalam berita jurnalisme sastra. Kurnia (2002:58) mengungkapkan, dialog
merupakan elemen penting bagi tampilan estetis, yang sekaligus menguatkan nilai
dramatis pengisahan berita. </div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
Fungsi lain dari penggunaan unsur fiksi adalah untuk
menghidupkan imajinasi pembaca. Fungsi ini ada pada penggunaan unsur fiksi
berupa pendeskripsian adegan dari suatu peristiwa, pendeskripsian setting
tempat, dan pendeskripsian setting suasana. Deskripsi yang dipenuhi gambaran
yang detail terhadap peristiwa, tempat, dan suasana membuat pembaca seolah-olah
menyaksikan dan mengamati sendiri semua itu. Putra (2010:153) mengungkapkan,
tanpa gambar pun, pembaca dapat membayangkan apa yang ditulis. Seakan-akan ia
hadir di sana karena lukisannya hidup.</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
Untuk dapat menghidupkan imajinasi pembaca, jurnalis
perlu memahami arti penting dari diksi. Di sini jurnalis harus mampu menjadi
orang yang pandai meramu kata-kata. Diksi yang digunakan untuk membuat
deskripsi yang melibatkan indera harus dapat membuat pembaca seolah-olah
mendengar, melihat, dan merasa. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan Kurnia
(2002:43—44) bahwa kata-kata sebagai satuan unsur terkecil dalam wacana
penulisan jurnalisme, mendapat perhatian besar dari para jurnalis baru.
Kata-kata harus dipilih, dipikirkan, dan dipertimbangkan kemungkinan nilai
“reduplikasi” imajinya dalam benak pembaca. Para jurnalis baru harus ketat
berkutat dengan kata-kata seperti ketatnya para sastrawan memilih diksi untuk
karya literer mereka. Kata-kata harus membuat pembaca merasa mendengar dan
melihat. Laporan dibuat sedemikian rupa agar pembaca secara nyata dapat
merasakan apa yang terjadi. Deskripsi yang dipenuhi dengan gambaran yang detail
terhadap peristiwa, tempat, dan suasana membuat pembaca seolah-olah menyaksikan
dan dapat mengamati sendiri semua gambaran tersebut. Kurnia (2002:202) kembali
menegaskan, bahwa setting dapat membuat pembaca jadi merasa seperti berada
dalam ruang observasi dan bisa secara langsung mengamati peristiwa yang sedang
terjadi. </div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<b>KESIMPULAN <o:p></o:p></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas,
disimpulkan bahwa keenam unsur fiksi yang digunakan dalam menulis teks-teks
berita dalam buku Jurnalisme Sastrawi: Antologi Liputan Mendalam dan Memikat
adalah peristiwa atau persoalan, alur, tokoh dan penokohan, setting, sudut
pandang, dan dialog. Peristiwa digunakan dengan dua cara, yaitu mendeskripsikan
adegan dan menarasikan persoalan-persoalan yang diberitakan. Alur maju
dirangkai dengan menampilkan sebab-akibat, alur mundur dirangkai dengan
menampilkan akibat-sebab, dan alur campuran dengan cara membolak-balik urutan
sebab dan akibat. Tokoh ditampilkan dengan cara menyebut semua nama orang yang
terlibat atau yang terkait dengan peristiwa yang tengah diberitakan, ada yang
bertindak sebagai pelaku, korban, saksi mata, maupun narasumber. Penokohan
eksposisi dengan cara menyebutkan secara langsung watak tokoh, sementara
penokohan dramatik dengan cara yang tidak langsung seperti misalnya dengan
menampilkan tindakan atau perilaku tokoh. Setting tempat dan setting suasana
digunakan dengan cara deskripsi yang melibatkan kesan indera seperti indera
penglihatan dan indera penciuman. Sementara setting waktu digunakan dengan cara
menyebutkan hari, tanggal, bulan, tahun, bahkan jam terjadinya suatu peristiwa.
Sudut pandang orang pertama digunakan dengan cara menyebut “saya” yang merujuk
pada diri jurnalis sendiri sebagai tokoh utama yang dilengkapi dengan data dan
fakta seperti wawancara. Sudut pandang orang ketiga digunakan dengan cara
menyebut nama-nama tokoh yang ada dalam berita sebagai tokoh utama atau tokoh
tambahan diselingi dengan kata ganti “dia” dan “mereka”. Sudut pandang campuran
digunakan dengan cara menyebut nama-nama tokoh berita dan kata gantinya serta
menyertakan jurnalis sebagai “saya” dalam pengisahan berita. “Saya” muncul
ketika menceritakan sesi wawancara, ketika menyatakan pengalaman yang berkaitan
dengan peristiwa yang diberitakan, dan ketika memberikan analisis terhadap
peristiwa. Dialog digunakan dengan cara menampilkan perdebatan antartokoh,
menampilkan wawancara jurnalis dengan narasumber, dan menampilkan emosi para
tokoh berita. </div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
Fungsi pemakaian unsur fiksi dalam penulisan teks
berita ada tiga. Pertama, untuk memperjelas dan mempertegas topik yang tengah
diterangkan oleh jurnalis. Fungsi tersebut ada pada unsur fiksi berupa dialog.
Kedua, untuk menguatkan nilai dramatis pengisahan berita. Fungsi ini juga ada
pada unsur fiksi berupa dialog. Ketiga, untuk menghidupkan imajinasi pembaca.
Fungsi ini ada pada penggunaan unsur fiksi berupa pendeskripsian adegan dari
suatu peristiwa, pendeskripsian setting tempat, dan pendeskripsian setting
suasana. </div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<b>SARAN <o:p></o:p></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
Berdasarkan simpulan pertama, maka peneliti
memberikan saran pada pihak-pihak berikut. Saran bagi jurnalis, supaya dapat
mengembangkan penulisan berita ber-genre jurnalisme sastra. Berita yang dikemas
dengan teknik jurnalisme sastra dengan menggunakan unsur-unsur fiksi akan
memperkaya dunia jurnalistik. Saran bagi pendidik sastra, diharapkan dapat
memperkenalkan cara baru mengenai unsur-unsur karya sastra sehingga peserta
didik dapat mengaplikasikan unsur-unsur fiksi tidak hanya untuk berkarya
sastra, tetapi juga untuk karya lain, seperti penulisan berita. Saran bagi
pendidik jurnalistik, agar bisa memperkenalkan jurnalisme sastra kepada peserta
didik. Terlebih mengingat bahwa di negara luar seperti Amerika Serikat, genre
ini sudah sangat bekembang. Berdasarkan simpulan kedua, maka peneliti
memberikan saran pada pihak-pihak berikut. Saran bagi pembaca, penelitian ini
dapat dijadikan tambahan pengetahuan, terutama bahwa unsur-unsur fiksi tidak
hanya memiliki fungsi dalam karya sastra, tetapi juga memiliki fungsi dalam
teks berita. Saran bagi peneliti selanjutnya yang ingin melakukan penelitian
sejenis, diharapkan dapat menggunakan penelitian ini sebagai salah satu
referensi penelitian yang disertai dengan pengembangan masalah dari sudut
pandang yang berbeda. Sebagai contoh, dapat lebih menggali fungsi-fungsi dari
penggunaan diksi atau gaya bahasa dalam penulisan teks berita jurnalisme
sastra. </div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<b>DAFTAR RUJUKAN
<o:p></o:p></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
Adiwardoyo, Winarno dan A.Hayati. 1990. Latihan
Apresiasi Sastra. Malang: Yayasan Asih Asah Asuh (YA 3). </div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
Harsono, Andreas., Chik Rini., Agus Sopian., Linda
Christanty., Coen Husain Pontoh., Alfian Hamzah., Eriyanto., Budi Setiyono.
(Eds.). 2005. Jurnalisme Sastrawi: Antologi Liputan Mendalam dan Memikat.
Jakarta: Yayasan Pantau Ishwara, Luwi. 2005. </div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
Catatan-Catatan Jurnalisme Dasar. Jakarta: Kompas
Kurnia, Septiawan Santana. 2002. </div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
Jurnalisme Sastra. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Nurgiyantoro, Burhan. 2005. </div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press. Putra, Masri Sareb. 2010. </div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
Literary Journalism Jurnalistik Sastrawi. Jakarta:
Salemba Humanika Sudjiman, Panuti. 1991.</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya
Sumadiria, A.S Haris. 2008. </div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
Jurnalistik Indonesia Menulis Berita dan Feature
Panduan Praktis Jurnalis Profesional. Bandung: Simbiosa Rekatama Media Supomo,
Anita Ratih. 06 Januari 2012. </div>
<br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: left;">
Jenis-jenis Wacana Bahasa Indonesia, (Online)(http://pendidikanmencerdaskanbangsa.blogspot.com/2012/01/jenis-jenis-wacanabahasa-indonesia.html),
diakses 30 Maret 2012.</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: left;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: left;">
SUMBER : <span id="goog_162915242"></span><span id="goog_162915243"></span><a href="https://www.blogger.com/"></a>http://jurnal-online.um.ac.id/<span id="goog_162915237"></span><span id="goog_162915238"></span><a href="https://www.blogger.com/"></a></div>
Lugas Wicaksonohttp://www.blogger.com/profile/15886407975190000298noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4688791790473383466.post-16403581058609191532014-12-02T19:56:00.000+07:002015-04-03T19:21:14.411+07:00Bocah SD Ini Harus Kerja Dulu Demi Uang Saku Rp 1.500<br />
<div dir="ltr" style="background-color: white; color: #222222; font-size: 13px;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">SINGARAJA - Gede Radiasa (11) usai mengerjakan pesanan bokor (tempat sesajen) di rumah tetangganya ketika ditemui di rumahnya di Banjar Kawanan, Desa Menyali, Kecamatan Sawan, Kamis (27/11) siang. Aktivitas tersebut seringkali dilakukannya setiap pulang sekolah.</span></div>
<a name='more'></a><br />
<div dir="ltr" style="background-color: white; color: #222222; font-size: 13px;">
<span style="font-family: 'Trebuchet MS', sans-serif;">Radiasa, siswa kelas VI di SDN 1 Menyali ini mengaku sukarela bekerja di usia belianya hanya untuk mendapatkan uang saku sekolah, atau sekadar mendapatkan sesuap nasi. Setiap membuat bokor, ia biasa dikasih upah Rp 1.500 sampai Rp 2.000. Terkadang, tetangga yang memanfaatkan jasanya memberikan seporsi nasi sebagai ganti upah.</span></div>
<div dir="ltr" style="background-color: white; color: #222222; font-size: 13px;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div dir="ltr" style="background-color: white; color: #222222; font-size: 13px;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">"Buat uang jajan saja uangnya di sekolah. Kadang juga gak dikasih uang tapi dikasih nasi," ucapnya polos.</span></div>
<div dir="ltr" style="background-color: white; color: #222222; font-size: 13px;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Maklum, kondisi ibunya, Ni Ketut Adil (38) tidak memungkinkan untuk menafkahinya. Sepasang mata Adil buta sejak kecil. Sama seperti anaknya, sesekali ia membantu para tetangganya mencuci piring hanya untuk mendapatkan sesuap nasi.</span></div>
<div dir="ltr" style="background-color: white; color: #222222; font-size: 13px;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div dir="ltr" style="background-color: white; color: #222222; font-size: 13px;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Radiasa dan ibunya masih menumpang di rumah paman, Wayan Siara (44) dan bibinya, Cening Amirtini (42) yang sehari-hari bekerja sebagai penjual kerupuk. Bocah ini sejak dilahirkan tidak pernah merasakan hangatnya kasih sayang seorang ayah.</span></div>
<div dir="ltr" style="background-color: white; color: #222222; font-size: 13px;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiA8nQj939CD5Z6Ifv-begjsRxlsNQKFgq3AZ0hJh3C2Cr9ivrOo6LBfoOz3IO39sF_DtDj1qadQ96T6wsxLKy7r6m4va0yJs9sTD34gNP2VxfN2uXt4h9SS8aNTqcVrKof_65GQGVYcyM/s1600/20141126_132540.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiA8nQj939CD5Z6Ifv-begjsRxlsNQKFgq3AZ0hJh3C2Cr9ivrOo6LBfoOz3IO39sF_DtDj1qadQ96T6wsxLKy7r6m4va0yJs9sTD34gNP2VxfN2uXt4h9SS8aNTqcVrKof_65GQGVYcyM/s1600/20141126_132540.JPG" height="360" width="640" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Ni Ketut Adil (kiri) bersama anaknya, Gede Rediasa (kanan)</td></tr>
</tbody></table>
<div dir="ltr" style="background-color: white; color: #222222; font-size: 13px;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div dir="ltr" style="background-color: white; color: #222222; font-size: 13px;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div dir="ltr" style="background-color: white; color: #222222; font-size: 13px;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Meski begitu, Adil mengaku, tidak pernah mendapatkan bantuan apapun dari pemerintah. Sehari-hari ia bersama anaknya bertahan hidup dari hasil membantu tetangganya mencuci piring dan kakak bersama istrinya yang setia merawatnya. Menurutnya, ia hanya pernah sekali mendapatkan bantuan dari seseorang yang merasa simpati kepadanya berupa sembako.</span></div>
<div dir="ltr" style="background-color: white; color: #222222; font-size: 13px;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div dir="ltr" style="background-color: white; color: #222222; font-size: 13px;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">"Kalau untuk makan biasa dapat dari para tetangga. Biasanya saya bantu cuci piring dulu terus dikasih makan. Sama dibantu kakak saya ini. Bantuan dari pemerintah selama ini kami belum pernah dapat. Cuma sekitar sebulan lalu ada yang kasih sembako karena kasihan," ujar Adil.</span></div>
<div dir="ltr" style="background-color: white; color: #222222; font-size: 13px;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div dir="ltr" style="background-color: white; color: #222222; font-size: 13px;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Menurutnya, jika diperbolehkan memilih, ia ingin mendapat bantuan pengobatan matanya agar bisa kembali normal. Ia ingin bisa bekerja untuk menafkahi anaknya.</span></div>
<div dir="ltr" style="background-color: white; color: #222222; font-size: 13px;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div dir="ltr" style="background-color: white; color: #222222; font-size: 13px;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">"Kalau dapat bantuan saya ya sangat ingin. Apalagi kalau dapat bantuan pengobatan mata saya biar bisa melihat lagi, biar bisa kerja seperti orang-orang normal untuk cari uang buat anak saya ini. Kasihan dia," tambahnya sembari meneteskan airmata.</span></div>
<div dir="ltr" style="background-color: white; color: #222222; font-size: 13px;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div dir="ltr" style="background-color: white; color: #222222; font-size: 13px;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Sementara itu, Cening menuturkan, selama ini ia bersama suaminya hanya mampu membantu untuk makan sehari-hari saja. Mengingat penghasilannya bersama suami sebagai penjual kerupuk tidak seberapa.</span></div>
<div dir="ltr" style="background-color: white; color: #222222; font-size: 13px;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Cening mengaku, sudah sekian kali ia atau suaminya menanyakan soal bantuan untuk adik dan keponakannya tersebut kepada pihak desa. Namun, selama sekian kali itu pula ia diminta menunggu.</span></div>
<div dir="ltr" style="background-color: white; color: #222222; font-size: 13px;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div dir="ltr" style="background-color: white; color: #222222; font-size: 13px;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">"Cuma didiamin saja kami, dicuekin sama perbekel lama waktu menanyakan ke kantor desa. Katanya cuma suruh nunggu saja. Tapi sekarang sudah ganti perbekel. Kalau perbekel yang baru ini merasa prihatin dan berjanji akan segera mengurus data biar bisa dapat bantuan," kata Cening. (gas)</span></div>
Lugas Wicaksonohttp://www.blogger.com/profile/15886407975190000298noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4688791790473383466.post-73167120183390601622014-12-01T01:47:00.001+07:002015-05-16T01:02:47.706+07:00Makan Sekali Sehari untuk BerhematSINGARAJA - Ketut Sadiada (40) berjalan terpincang<i> </i>di rumahnya Banjar Kajekauh, Desa Sudaji, Kecamatan Sawan, Buleleng, Minggu (24/11/2014). Sudah sejak 15 tahun kaki dan tangan kanannya tidak dapat berfungsi normal. Tepatnya setelah mengalami kecelakaan ketika mengendarai sepeda motor saat masih bekerja sebagai satpam di Denpasar.<br />
<a name='more'></a><br />
<br />
Belum cukup sampai di situ saja. Setahun kemudian ayahnya, Nyoman Wagia (70) mengalami kebutaan di kedua matanya setelah karena sakit Glukoma yang dideritanya tak kunjung sembuh. Ia tidak bisa bertani lagi dan harus dibantu sebuah tongkat untuk membimbing langkahnya saat berjalan.<br />
<br />
Saat ini, Sadiada mengaku tidak bisa menjalankan aktivitas apapun karena keterbatasan fisiknya. Begitu pula dengan ayahnya. Sedangkan, untuk memasak keperluan makan sehari-hari dikerjakan ibunya, Ketut Punagi (67). Kondisinya yang telah renta juga sering membuatnya sakit-sakitan. Terlebih ketika memasuki musim dingin seringkali sakit asmanya kambuh.<br />
<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgbPQyeuT-IROnpxrRHW1mLma9c8t9QVTbxd0vBcE1Jc0B2z7tGEinpqg3z5cAoymJ-k4RFbl09bmT9I9CYuu5Z7uByPFwdXiMI5NQviRhrQtMF_xc0KDNHUr2eZCAY3jVsGGcxiZxncTI/s1600/20141123_094211.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="360" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgbPQyeuT-IROnpxrRHW1mLma9c8t9QVTbxd0vBcE1Jc0B2z7tGEinpqg3z5cAoymJ-k4RFbl09bmT9I9CYuu5Z7uByPFwdXiMI5NQviRhrQtMF_xc0KDNHUr2eZCAY3jVsGGcxiZxncTI/s1600/20141123_094211.JPG" width="640" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Ketut Sadiada (kiri) bersama ibu dan ayahnya di rumahnya di Banjar Dinas Kajekauh, Desa Sudaji, Kecamatan Sawan, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali, Minggu (24/11/2014).</td></tr>
</tbody></table>
<br />
<br />
Sementara keempat saudaranya telah berkeluarga dan tinggal di perantauan. Menurutnya, hanya seorang adiknya saja yang sesekali mengirimi uang untuk makan. Mengingat, mereka juga telah berkeluarga dan memiliki tanggungan ekonomi masing-masing.<br />
<br />
Sadiada menuturkan, sejak pertama kali lumpuh sampai saat ini belum pernah mendapatkan bantuan dari pemerintah. Upayanya untuk mengurus data penduduk dari tingkat desa sampai Dinas Sosial Kabupaten Buleleng supaya mendapatkan bantuan sia-sia.<br />
<br />
"Saya beberapa kali datang ke kantor desa untuk menanyakan, tapi jawabannya katanya data orang miskin atau orang cacat sudah dari pemerintah pusat, desa hanya menjalankan saja. Empat hari lalu saya ke Dinsos di Singaraja saya belain jual kelapa kering untuk ongkos transport sampai habis Rp 50 ribu, tapi kata petugasnya keluarga saya masih masuk daftat tunggu," tutur Sadiada.<br />
<br />
Menurutnya, untuk biaya hidup sehari-hari keluarganya hanya mengandalkan hasil kebun kelapa yang tidak seberapa. Bahkan, ia mengaku dalam sehari hanya makan satu kali untuk berhemat.<br />
<br />
"Saya merasa tidak adil saja perlakuan pemerintah. Saya lihat orang di desa saya punya usaha punya mobil pikap, ada yang punya sepeda motor tapi bisa dapat KPS dan kemarin dapat bantuan Rp 400 ribu. Sedangkan saya dari awal tidak pernah dapat apa-apa," keluhnya.<br />
<br />
Ia berharap, dapat bantuan rehabilitasi dari Kementerian Sosial (Kemensos). Supaya ia dapat memiliki skill sehingga dapat memulai hidup baru yang lebih menyenankan.<br />
<br />
"Saya lihat di media program rehabilitasi untuk orang cacat dari Kemensos bagus sekali. Tapi pelaksanaannya di Buleleng ini kok tidak kelihatan. Saya sudah sangat merasa bosan hidup belasan tahun seperti ini tidak bisa apa-apa. Setiap hari saya hanya bisa tidur karena tidak ada aktivitas yang dapat saya kerjakan," tandasnya. (gas)Lugas Wicaksonohttp://www.blogger.com/profile/15886407975190000298noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4688791790473383466.post-90621916546373466742014-11-30T23:42:00.002+07:002015-04-03T19:12:28.854+07:00Melayani Pelanggan Pakai Bahasa IsyaratSINGARAJA - Ida Bagus Putu Adi Wijaya (43) sedang memperbaiki sebuah sepeda motor di bengkel miliknya di Jalan Udayana, Kelurahan Kaliuntu, Kecamatan/ Kabupaten Buleleng, Minggu (16/11/2014). Siang itu, bengkel tampak lengang. Wijaya hanya ditemani istrinya, Luh Budi Wardani (41) dan ibunya, Nyoman Pasek Arumi (69).<br />
<a name='more'></a><br />
<br />
Sekilas tidak ada yang berbeda dengan bengkel pada umumnya. Namun, ketika pelanggan mencoba berkomunikasi dengan Wijaya, ia tidak akan mudah mencerna apa yang disampaikan orang lain. Sebab, pemilik bengkel tersebut menderita tunga rungu. Wijaya dengan sabar berusaha memahami apa yang ingin disampaikan pelanggannya. Begitu pula dengan istrinya, Wardani yang menderita tuna wicara. Ia membantu suaminya dengan membuka usaha cuci helm di tempat yang sama.<br />
<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: left; margin-right: 1em; text-align: left;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjXpwEoz15d77RsjEkuOCV6QR6zhoc0JNEZVw7fnSsuYTKAZyi2cW3HNkhUV1qsu57Vpz7bksg7q9_qC2eVWLD4rZ1-JBxkZhHIAsKMKWuYeMVudwzK4TEZJ3E9ym0R22Qxu_95bda4Zrw/s1600/20141116_114944.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjXpwEoz15d77RsjEkuOCV6QR6zhoc0JNEZVw7fnSsuYTKAZyi2cW3HNkhUV1qsu57Vpz7bksg7q9_qC2eVWLD4rZ1-JBxkZhHIAsKMKWuYeMVudwzK4TEZJ3E9ym0R22Qxu_95bda4Zrw/s1600/20141116_114944.JPG" height="360" width="640" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Ida Bagus Putu Adi Wijaya (kiri) sedang memperbaiki sepeda motor ditemani istrinya, Luh Budi Wardani (tengah) dan Nyoman Pasek Arumi di bengkel miliknya, di Jalan Udayana, Kelurahan Kaliuntu, Singaraja, Minggu (16/11/2014).</td></tr>
</tbody></table>
<br />
<br />
Sehari-hari dalam menjalankan usaha bengkelnya, suami istri ini dibantu adik Wardani, Komang Budiasa (26) yang juga menderita tuna wicara. Wijaya dan Budiasa pun saling melengkapi dalam bekerja.<br />
<br />
"Kalau ipar saya lebih bisa mendengar suara mesin. Sedangkan saya yang lebih sering bicara dengan pelanggan," ujar Wijaya terbata.<br />
<br />
Alumni Sekolah Luar Biasa (SLB), Singaraja ini telah membuka bengkel sejak 2006 lalu. Sebelumnya, ia bekerja dahulu selama dua tahun di sebuah bengkel di Banyuasri sebelum memutuskan membuka bengkel sendiri.<br />
<br />
Arumi menuturkan, anak pertamanya tersebut pertama belajar perbengkelan secara ototidak dari adiknya, Ida Bagus Kade Dwija Priyatna yang juga menderita tuna wicara. Kini Priyatna juga telah bisa mandiri dengan membuka usaha cuci motor.<br />
<br />
Saat itu, Arumi yang kesulitan mencari modal untuk usaha bengkel anaknya terinspirasi dengan Abdurrahman Wahid (Gus Dur), presiden Republik Indonesia kala itu. Ia lantas memberanikan diri berkirim surat kepada presiden dan ditembuskan ke Dinas Sosial (Dinsos) Kabupaten Buleleng dan Provinsi Bali.<br />
<br />
"Karena presidennya waktu itu Gus Dur yang juga kondisinya cacat, saya memberanikan diri berkirim surat permohonan bantuan usaha. Tapi baru dua minggu surat dikirim, Gus Dur terlebih dahulu lengser jadi presiden," tutur Arumi.<br />
<br />
Berselang satu tahun kemudian, bantuan dari Kementerian Sosial (Kemensos) pun turun berupa perlengkapan perbengkelan. Mereka kemudian memulai usaha bengkel.<br />
<br />
Arumi menambahkan, meski mengalami keterbatasan pada kondisi fisiknya, anaknya tersebut selalu sabar dalam melayani para pelanggannya. Sehingga, tidak sedikit pelanggan yang merasa nyaman merawat motornya di bengkel milik Wijaya.<br />
<br />
"Kalau di daerah sini, bengkel ini yang paling ramai. Karena anak saya selalu melayani dengan sabar pelanggan dengan sabar. Pas hari-hari kerja di sini ramai sekali karena pelanggannya kebanyakan dari mahasiswa dan siswa," ungkapnya.<br />
<br />
Dari hasil usahanya tersebut, pasangan suami istri ini mampu menyekolahkan anaknya. Masing-masing, Ida Ayu Putu Bulan Wijaya (18) kelas XII di SMA Lab dan Ida Ayu Kade Bintang Wijayanti (11) di SMP Lab. Sedangkan anak ketiganya, Ida Bagus Komang Rai Candra Wijaya (5) masih sekolah di Taman Kanak-kanak. Selain itu, mereka juga mampu membeli sebuah mobil. (gas)Lugas Wicaksonohttp://www.blogger.com/profile/15886407975190000298noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4688791790473383466.post-46454907364923536842014-09-22T01:15:00.001+07:002016-12-30T07:14:56.278+07:00Nobitaaaaaa<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Apa jadinya Nobita ya jika tanpa Doraemon? Pasti dia udah bunuh diri karena depresi akibat sering di bully Suneo dan Gian. Ditambah lagi, ia sering dicuekin sama Suzuka. Di film kartun Jepang yang aku sukai semasa kecil itu, Doraemon menjadi malaikat penyelamat bagi Nobita, si bocah cengeng yang tak bisa apa-apa. </span><br />
<a name='more'></a><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Emang nasibnya Nobita aja yang baik bisa ketemu Doraemon. Si robot kucing yang punya kantong ajaib. Dari kantongnya itulah, Doraemon bisa keluarkan benda ajaib apa saja yang bisa bantu Nobita dari ketertindasan. Setelah habis dibully Gian dan Suneo ketika bermain di lapangan atau di sekolah, Nobita biasanya pulang ke rumah sambil menangis dan merengek-rengek ke Doraemon. Ia memohon kepada robot kucing yang setia menemaninya itu untuk mengeluarkan sesuatu dari kantong ajaibnya.</span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Dengan berat hati, biasanya Doraemon mengeluarkan alat-alat ajaibnya untuk membantu sahabatnya itu. Banyak macamnya, bergantung keluhan apa yang dialami Nobita. Aku sampai lupa nama alat-alatnya. Namanya unik-unik. Hanya tiga alat yang aku ingat sampai sekarang. Pintu ke mana saja, mesin waktu dan baling-baling bambu. Tidak jarang pula Nobita meminta alat-alat ajaib Doraemon ketika ingin berbuat usil. Entah untuk mengusili Suzuka atau balas dendam ke Gian dan Suneo.</span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Ah, simpelnya hidup Nobita. Ada masalah, datengi Doraemon sambil menangis, selesai deh masalahnya. Ia pun kembali bisa tertawa bahagia. Namanya juga film kartun. Biar anak-anak yang menontonnya bisa senang.</span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Kalau di kehidupan nyata, mana ada yang nasibnya seperti Nobita. Mungkin anak-anak orang kaya kali ya, yang bisa dapat apa yang diinginkannya. Ah, tapi itu beda kasus. Waktu kecil ak suka terhibur aja nonton film Doraemon. </span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Lama tidak nonton, ketika sudah besar begini, aku jadi ingat film itu lagi. Ketika dihadapkan pada situasi horor karena tuntutan kedewasaan. Ketika takut melangkah ke depan untuk menghadapinya. Si pengecut ini ingin berlari ke belakang sejauh-jauhnya.</span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Ketika itulah, aku ingat sama satu alat milik Doraemon. Mesin waktu. Ketika masuk ke sebuah laci meja belajar Nobita, kita akan diajak kembali ke masa lalu.</span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Andai Doraemon ada di sisiku sekarang, aku ingin menggunakan mesin waktunya. Pergi kembali ke masa kecilku. Main kelereng, main layang-layang, main engkleng. Nonton tipi bareng teman-teman tetangga. Waktu itu kita suka nonton Satria Baja Hitam, Power Rangers, Wiro Sableng atau apalah namanya. Main bola juga. Main mobil-mobilan di atas pasir selepas mengaji di sore hari, atau mandi di sungai. Dan lain-lain. </span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Masa kecil itu tanpa beban. Yang ada dipikira hanyalah bermain bersama teman-teman, saat ini, nanti dan esok hari. Bermain ketika jam istirahat sekolah dan bercanda ketika pelajaran di sekolah. Tanpa harus memikirkan apa yang dipikirkan orang dewasa. Ya jelaslah, namanya juga anak kecil.</span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Aku juga ingin memperbaiki masa lauku. Andai bisa kembali ke masa lalu. Andai diberikan kesempatan sekali lagi. Aku aja, orang lain gak usah. Nanti sama lagi. </span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Tapi kan waktu selalu berjalan maju. Tidak ada namanya berhenti sejenak. Apalagi berjalan mundur. Kalau toh hari ini dan esok merasa sangat berat. Dan masa lalu yang kurang memuaskan, syukuri saja. Kalau di depan ada situasi yang sangat horor, mau tidak mau memang harus dihadapi. Sembari berharap, masih tersisa cukup usia untuk menikmati masa depan yang memuaskan.</span>Lugas Wicaksonohttp://www.blogger.com/profile/15886407975190000298noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4688791790473383466.post-62202891166554173242014-05-18T20:17:00.002+07:002014-05-18T20:17:46.265+07:00Hitamnya Rumput Lapangan Sepakbola IndonesiaMinggu (18/4) pagi senyumnya mengembang saat membaca halaman olahraga Nasional di sebuah surat kabar. Tepatnya di halaman paling belakang membahas preview klub kesayangannya yang akan menghadapi sebuah klub papan atas. Lengkap dengan jadwal pertandingan yang rencananya akan disiarkan langsung RCTI pukul 19.00 WIB.<br />
<a name='more'></a><br />
<br />
Semangatnya kembali tumbuh setelah cukup lama tidak menyaksikan klub kesayangannya berlaga di Indonesia Super League (ISL). Maklum ia adalah perantau yang jauh dari daerahnya dan kini bekerja Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali. Pagi itu pukul 07.30 Wita cepat-cepat berangkat memulai pekerjaan lebih awal dari hari-hari biasanya.<br />
<br />
Harapannya biar pekerjaannya segera selesai dan bisa menyaksikan klub kesayangannya berlaga di ISL melalui stasiun televisi malam harinya. Sebab ia bukan pekerja kantoran yang jam kantornya sudah ditentukan mulai dari jam sekian sampai sekian. Ia baru bisa santai saat pekerjaan hari itu telah dituntaskan. Tidak jarang baru tuntas malam hari, bisa sampai pukul 22.00 Wita.<br />
<br />
Sesuai rencana pekerjaannya selesai pukul 18.00 Wita. Rasa lelah pun tidak terasa saat teebayang klubnya akan segera berlaga. Baginya tidak ada yang lebih istimewa menyaksikan klubnya berlaga dengan baik, meraih kemenangan dengan fair dan meraih juara di akhir musim. Rindu. Ingin sekali meyaksikan hijaunya rumput lapangan hijau, gemuruh suara suporter dan berebut bola sesegera mungkin menciptakan gol. Drama. Tackling keras, protes pemain pada wasit, kemarahan offisial tim karena timnya merasa dicurangi, lemparan botol air ke lapangan. Itulah ISL. Memiliki kekhasan tersendiri.<br />
<br />
Ia memang dilahirkan dari daerah yang karakter masyarakatnya gila bola. Dari kecil ia sudah senang membaca surat kabar yang membahas klub kesayangannya, memperhatikan setiap pemain dan menontonnya di stadion. Senang saat menang dan sedih saat klubnya kalah. Berbagi cerita bersama teman-teman membahas siapa yang bermain baik dan siapa yang bermain buruk.<br />
<br />
Sore itu ia segera mandi, makan dan sembahyang sambil mendoakan kemenangan untuk klub kesayangannya. Tidak lupa ia membeli snack, minuman dan rokok untuk menemaninya saat menonton. Maklum di daerah itu tidak ada rekan satu daerahnya yang bisa diajak nonton bareng. Jam menunjukkan pukul 20.00 Wita. Ia nyalakan televisi kecil di kamar kosnya, dicarinya chanel RCTI. Gambar hitam pekat muncul.<br />
<br />
Tidak ada hijaunya rumput lapangan, tidak terdengar gemuruh suporter, peluit kick off wasit dan kicauan komentator. Ah mungkin gangguan sebentar. Digantinya ke chanel lain menyaksikan tayangan komedi sambil berharap di RCTI sudah tidak gangguan lagi. Selang tiga menit digantinya lagi ke RCTI, tetap gambar hitam. Sabar sambil berdoa. Terus berulang-ulang sampai 30 menit. Tetap sama. Hitam pekat!<br />
<br />
Ia lupa jika di Kabupaten Buleleng Bali tidak bisa menyaksikan televisi menggunakan antena UHF. Di daerah itu hanya bisa menggunakan parabola atau televisi kabel. Tetapi di kamar kosnya memakai parabola tanpa merek jelas, dan bukan televisi kabel merek Indovision.<br />
<br />
Tidak ada klub kesayangannya, tidak ada siaran langsung ISL di televisi. Hanya gambar hitam pekat. Ia redam kembali rasa rindunya kepada klub kesayangannya. Besok ia harus kembali bekerja dan mungkin baru selesai pukul 22.00 Wita.Lugas Wicaksonohttp://www.blogger.com/profile/15886407975190000298noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4688791790473383466.post-82174714568288678312014-01-06T19:51:00.000+07:002014-01-06T19:51:35.835+07:00Mimpi<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://rialtahamda.files.wordpress.com/2012/05/reaching_for_the_bold_dream_by_soundaholic_j.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" src="http://rialtahamda.files.wordpress.com/2012/05/reaching_for_the_bold_dream_by_soundaholic_j.jpg" height="133" width="200" /></a></div>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Pas SD ak ditakoki guruku<br />“Mimpimu opo le?”<br />Aku bingung kate jawab opo<br />Lek jare Susi “Mimpiku dokter!”<br />“Mimpiku pilot,” jare Basuki<br />Aku sek bingung, tak takokne ibukku<br />“Mimpiku opo yo buk penake?”<br />“Lha senenganmu opo?!” ibuk malah balek takok<br />“Aku ora duwe senengan buk.”<a name='more'></a><br /></span><div>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Aku mlebu SMP, ditakoki meneh karo guruku<br />Aku saiki wes duwe mimpi<br />“Mimpiku presiden pak!”<br />Guruku langsung ngguyu karo takok konco-koncoku sak kelas<br />“Rek, pantes ora arek koyok ngene dadi presiden?”<br />Arek-arek podo mesem-mesem<br />Kate ngguyu ngakak wedi diseneni<br />“Lek ngimpi iku dikiro-kiro sek, wes pantes ora?!” jarene karo nguwasne raiku<br /><br />Aku sek bingung opo iku mimpiku<br />Rumangsaku mimpi mek gawe arek seng ancene pinter<br />Lek ora ngono gawe anake wong sogeh utowo pejabat<br />Arek goblok lan ora iso opo-opo pantese mek sampek mimpi teles!<br /><br />Sampek lulus kuliah ak sek bingung<br />“opo mimpiku?”<br />Sampek aku kerjo nang Bali duwe bos wong Jakarta<br />“Mimpi elu ada di Jakarta, one day elu harus ke sana!”<br />Aku ngimpi, tapi sek durung wani<br />Jarene wong-wong, Jakarta iku kejam!<br /><br />Aku pindah kerjo nang Malang<br />Ketemu arek wedok<br />Ora pati ayu tapi tingkahe nyenengno ati<br />Kiyayalan, seneng guyon lan pinter<br />Tak takoki opo mimpine<br />Jakarta!<br /><br />Aku duwe mimpi!<br />Mimpiku wes cedek!<br />Umur 23 tahun kaet duwe mimpi, wong opo aku iki!<br /><br />Wes ayo budal cah ayu<br />Dewe-dewe ketemu ndek Jakarta<br />Ora mampir Suroboyo sek? Ora!<br />Cah ayu ilang<br />Mimpiku tambah adoh!</span></div>
Lugas Wicaksonohttp://www.blogger.com/profile/15886407975190000298noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-4688791790473383466.post-12749450346049232892013-11-24T14:35:00.000+07:002013-11-24T14:35:52.542+07:00Nuansa Bali di K_ti 28 Ikan Bakar ala Jimbaran<div style="text-align: center;">
<span style="font-family: 'Trebuchet MS', sans-serif;"><i>Bila Anda ingin menikmati eksotisme Bali tidak perlu harus jauh-jauh pergi ke Bali. Sebab, di Malang telah ada rumah makan K_ti 28 Ikan Bakar Ala Jimbaran yang selain menyajikan aneka menu lezat, juga menghadirkan nuansa Bali.</i></span></div>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">
<div style="text-align: justify;">
Di sini terdapat beberapa gazebo dan ornament yang disetting sedemikian rupa layaknya Anda seperti berlibur di pulau Bali. Anda bisa menikmati lezatnya ikan bakar bersama keluarga, teman atau kekasih sambil menikmati suasana alam yang sejuk dan tenang layaknya di Bali. “hanya saja kami belum bisa menghadirkan pantainya,” ujar Andi, <i>owner</i> K_ti 28 Ikan Bakar ala Jimbaran. Pengalamannya bekerja di Jimbaran Bali lebih dari 15 tahun menjadikan alasan ia memilih konsep nuansa Bali untuk rumah makan yang dikelolanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<a name='more'></a><br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://2.bp.blogspot.com/-D-vcEjdwteQ/UpGrVcfCcrI/AAAAAAAAAgE/0TnTRXz0So4/s1600/417672_173575076092638_1840261397_n.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="263" src="http://2.bp.blogspot.com/-D-vcEjdwteQ/UpGrVcfCcrI/AAAAAAAAAgE/0TnTRXz0So4/s400/417672_173575076092638_1840261397_n.jpg" width="400" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Meski bernuansa Bali, menu yang disajikan di sini semuanya halal. Rumah makan yang berdiri sejak tiga tahun ini menyajikan beberapa pilihan menu ikan bakar berdasarkan ukuran. “<i>small</i> untuk satu orang, <i>medium</i> untuk dua orang dan <i>large</i> untuk tiga orang,” ujarnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://3.bp.blogspot.com/-RfXCCkHVubs/UpGrq-69dNI/AAAAAAAAAgM/AFaaBYFF6XU/s1600/423976_172891696160976_2145935647_n.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" height="211" src="http://3.bp.blogspot.com/-RfXCCkHVubs/UpGrq-69dNI/AAAAAAAAAgM/AFaaBYFF6XU/s320/423976_172891696160976_2145935647_n.jpg" width="320" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
Tidak hanya menu ikan bakar saja, Rumah makan yang beralamat di Jalan Karya Timur 28 Malang ini juga menyediakan berbagai menu olahan <i>sea food</i>, diantaranya gurami asam manis, udang windu, udang bakar asam manis, udang bakar asam pedas, udang goreng tepung, cumi bakar, cumi asam pedas, kalamari dan berbagai menu lainnya. “Dan yang menjadi menu spesial di sini adalah menu bakar,” ucapnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
K_ti 28 sangat memperhatikan kualitas dari setiap menu yang ditawarkan. Untuk bahan baku <i>sea food</i>, rumah makan ini langsung mengambil dari para nelayan. “Jadi pelanggan merasa makan ikan yang sebenarnya. Kunci dari ikan bakar sebenarnya ada pada bahan baku yang benar-benar <i>fresh</i>,” jelasnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bagi Anda yang tidak suka makanan <i>sea food,</i> tidak perlu khawatir karena rumah makan ini menyediakan menu lain non <i>sea food </i>yaitu ayam goreng dan ayam bakar.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://1.bp.blogspot.com/-iQ4lgEyJJRk/UpGr9UFD3SI/AAAAAAAAAgU/LUeNEfAXV1o/s1600/485796_179698528813626_1952770436_n.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="240" src="http://1.bp.blogspot.com/-iQ4lgEyJJRk/UpGr9UFD3SI/AAAAAAAAAgU/LUeNEfAXV1o/s320/485796_179698528813626_1952770436_n.jpg" width="320" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
Soal harga, menu K-ti 28 bisa Anda nikmati mulai dari Rp. 10.000/ porsi. “Untuk menu bakar sudah termasuk sayur dan sambal,” ujarnya. Selain itu agar lebih praktis penyajiannya, rumah makan ini menyediakan beberapa paket bagi para pelanggannya. Diantaranya ada paket PAS untuk satu orang mulai Rp. 30.000, yang terdiri dari ikan, udang, cumi, nasi, plecing, sambal dan air mineral. Paket keluarga untuk porsi tiga orang, paket nila goreng dan lainnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tempatnya yang nyaman dan tenang, menjadikan rumah makan ini sangat cocok untuk digunakan dalam berbagai acara. Bila berminat, Anda bisa konfirmasi terleih dahulu minimal satu minggu sebelum acara dimulai. “Kalau untuk acara-acara di sini kami bisa melayani sampai 100 orang di tempat,” ucapnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Demi memanjakan para penikmat ikan bakar, K_ti 28 melayani <i>delivery order</i> untuk wilayah kota Malang dan sekitarnya. Untuk pembelian minimal Rp. 100.000 menu yang Anda pesan bisa langsung dikirim tanpa ongkos kirim. Dan bagi Anda yang ingin memasak sea food sendiri, di sini juga melayani pembelian ikan segar. K_ti 28 Ikan Bakar ala Jimbaran buka setiap hari mulai pukul 16.00-21.00.</div>
</span>Lugas Wicaksonohttp://www.blogger.com/profile/15886407975190000298noreply@blogger.com0