Sabtu, 31 Maret 2012

Slengekan, Urakan Bukan Berarti Sampah!

Tulisan ini ditulis pada tahun 2012 di Negara Republik Indonesia yang dipimpin oleh seorang presiden bernama Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Presiden yang berwibawa, berkharisma, santun hingga mampu merebut hati banyak masyarakat Indonesia. Terbukti beliau mampu menjabat selama dua periode. Sejak menjabat sebagai presiden, SBY memang identik dengan istilah pencitraan. Selalu berhati-hati dalam setiap langkahnya agar tidak salah langkah dan jatuh tersandung batu terkecil pun, karena jatuh akan berakibat pada luka goresan pada kulit. SBY tak mau kulitnya lecet sedikitpun, beliau ingin selalu terlihat tampan dengan kulit mulus tanpa cacat.

Tingkah polah pemimpin sering sekali diikuti oleh yang dipimpinya. Orang-orang disekelilingku yang dipimpin oleh SBY juga menganggap penampilan lebih penting, penampilan adalah cermin dari kepribadian. Sungguh orang akan segan melihat*orang berpenampilan rapi. Tapi aku tak bisa berpenampilan rapi. Ada keinginan, sudah kucoba, tapi tetap tak bisa!

Orang menilai penampilanku cenderung slengekan, urakan. Berdampak pada kepribadianku yang tak suka aturan. Akibatnya, diriku selalu dianggap remeh, gak jelas, tidak penting, dan bisa diartikan dengan sebutan sampah! Orang akan malas untuk menggali lebih dalam tumpukan sampah dengan harapan menemukan sesuatu yang berharga, karena melihat tumpukan sampah dari jauh saja sudah cukup menunjukkan bahwa tempat itu memang kumuh dan tidak berharga.

Sebenarnya sudah kucoba untuk mengubah tempat yang penuh tumpukan sampah menjadi perumahan elite yang bersih, asri, rindang, teratur dan nyaman untuk disinggahi. Namun, tak ada investor yang berkenan masuk, karena tempat yang penuh tumpukan sampah sama sekali tak menjanjikan. Meskipun di dalam tumpukan sampah terdapat sumber air yang suci bersih dan penuh barokah, atau mungkin timbunan emas yang sangat bernilai mahal, orang tak akan mudah percaya. Sampah tetaplah sampah!

Lainnya halnya dengan perumahan elite, orang akan merasa nyaman berada di dalamnya. Namun orang tak akan peduli seandainya tempat tersebut dibangun dari hasil uang korupsi. Orang akan lebih mementingkan kenyamanan, ketenangan, keteraturan, kerapian dan sejenisnya dibandingkan harus bergulat dengan kesemrawutan, meskipun itu baik. Penampilan luar akan mudah terlihat karena kita mempunyai dua bola mata untuk melihatnya. Namun, siapakah yang dapat melihat isi hati seseorang? Dibutuhkan proses yang panjang dan rumit untuk dapat melihatnya dengan mata hati. Orang tak akan sabar untuk melalui proses ini, karena kesabaran adalah sesuatu hal yang tidak pasti dan membuang-buang waktu.

2 komentar:

Anonim mengatakan...

Hidup Selengean !
FucK Hedonisme !

[KS]

Lugas Wicaksono mengatakan...

Tak perlu berpura-pura memang begini adanya.

KS= Kimpet Suwek = vagina sobek

Posting Komentar

lugaswicaksono.blogspot.com
 
;