Senin, 05 Maret 2012

Soe Hok Gie – Kesepian Tanpa Cinta Seorang Perempuan

Galau: Gie sedang memikirkan cinta
Tanyakan saja ke teman – teman aktivis bila anda belum mengenalnya, pasti diantara penjelasan mereka tentang sosoknya terselip kalimat bahwa ia merupakan “aktivis mahasiswa idealis”. Memang demikian adanya. Setelah membaca buku berjudul “Catatan Seorang Demonstran” yang berupa kumpulan catatan hariannya membuatku kagum tentang sosoknya. Ia memang dikenal sebagai aktivis mahasiswa yang “rajin” menulis.

Aktivis Gerakan Mahasiswa Sosialis (Gemsos) tapi anti PKI. Ia memang dibesarkan dari keluarga sosialis, mungkin hal itulah yang melatar-belakangi pemikirannya yang cenderung secular. Gerakannya banyak dilakukan lewat tulisan selain tentunya ia juga tak pernah lelah aktif di lapangan. Tulisan-tulisannya yang banyak berbentuk opini banyak menghiasi koran-koran nasional pada saat itu.


Tak segan menentang siapapun yang tidak sesuai. Guru otoriter yang mengajarnya, penguasa, teman seperjuangan, hingga Tuhan pun tak bisa menghindar dari kritiknya ketika dinilai tidak sesuai dengannya, meskipun ia paham konsekuensinya akan berat. Menjadi aktivis mahasiswa 66 dan berurusan dengan pemerintahan Orde Lama yang dipimpin Soekarno membuatnya muak. Sistem pemerintahan Orde Lama yang dianggapnya penuh kebusukan dan kepribadian Soekarno yang tidak bermoral karena gila perempuan yang menjadi alasannya.

Tulisan – tulisannya di beberapa Koran nasional yang keras mengkritisi pemerintahan membuatnya tak jarang mendapatkan terror. Pernah suatu kali ia mendapat terror berupa surat kaleng yang jika dibaca berbunyi “Cina tak tahu diri, pulang sana ke Negara asalmu”. Tapi ia sama sekali tak gentar.

Tantangan terberat sebagai konsekuensi logis dari gerakannya yang tak pernah lelah menentang pemerintah adalah ketika harus menghadapi kenyataan pahit tentang kisah cintanya. Saat menjalin cinta dengan seorang gadis, ketika ia ingin serius dan berhadapan dengan ayah kekasihnya, penolakan yang diterimanya. Alasannya adalah bahwa terlalu besar resikonya jika harus menerima Gie. Selain beliau mengakui akan kekagumannya tentang keberanian Gie lewat tulisan-tulisannya yang dibaca di koran. Dari pengalaman tersebut ia mulai berpikir bahwa orang hanya butuh keberaniannya, tapi tidak jika harus masuk dalam kehidupannya.

Gie sadar bahwa semakin lama semakin banyak orang yang memusuhi karena sikap idealismenya. Negara ini memang tak terlalu membutuhkan orang idealis, semakin percuma gerakan-gerakan yang telah dilakukannya, hasilnya juga tetap sama saja. Penguasa yang akan keluar sebagai pemenang, dan rakyat hanya sebagai pecundang yang selalu tertindas karena kelemahannya. Lebih disesalkan ketika melihat realitas yang terjadi bahwa teman- teman seperjuangan sewaktu menjadi aktivis mahasiswa mulai luntur idealismenya ketika mereka telah menduduki jabatan di pemerintahan dan menjadi elite politik. Mereka berkelakuan sama seperti elite politik yang mereka kritisi sewaktu menjadi aktivis mahasiswa dulu. Kekritisan Gie juga ditujukan kepada mantan-mantan aktivis mahasiswa ini.

Kesepian, sendiri, menderita hingga pada akhirnya merasa terasingkan adalah konsekuensi logis dari idealismenya. Baginya “lebih baik diasingkan dari pada menyerah pada kemunafikan”. Prinsip yang cukup berani untuk terus dipegang teguh. Persoalan cinta juga harus ia terima sebagai konsekuensi bahwa tidak ada dari sekian perempuan yang disukainya mau berhubungan dengannya. Mungkin karena mereka tidak berani atau bisa saja jijik berhubungan dengan lelaki GeJe (Gak Jelas) yang selalu mengkritisi siapapun. Biar bagaimanapun Gie adalah manusia biasa. Gie bukan tokoh Rangga yang diciptakan Mira Lesmana di film AADC dengan mengambil karakternya. Rangga adalah siswa SMA yang sok cold, dan dengan karakternya tersebut ia disukai Cinta gadis gaul di sekolahnya.

Harus diakui bahwa ia sempat galau ketika tidak ada perempuan yang menjalin cinta dengannya. Beberapa kali dalam catatan harian ia sempat curhat bahwa dirinya merasa kesepian tanpa perempuan. Menginginkan menjalin cinta dengan perempuan yang dicintainya, tapi ia harus menerima kenyataan bahwa perempuan tersebut tidak menginginkannya. Cinta bertepuk sebelah tangan memang menyakitkan. Terkadang keinginan memang tidak sejalan dengan kenyataan. Jiwanya kering tanpa cinta.

Beberapa kali ia sempat cemburu dengan Soekarno. Soekarno saja yang sudah tua bangka, hanya karena mempunyai kedudukan penting mampu menaklukkan sekian banyak perempuan, sedangkan ia sendiri yang masih berusia muda dan kuliah di Fakultas Sastra UI dan rajin menulis karya-karya sastra cantik tak mampu menaklukkan perempuaan. Harus diakui bahwa perempuan tidak butuh idealisme.

Berjuang tanpa cinta seorang perempuan sungguh nasib mengenaskan yang harus diterima Gie. Beberapa hari sebelum ia meninggal catatan hariannya banyak dihiasi tentang kegalauannya yang tak kunjung menemukan sosok perempuan yang bisa selalu setia menemani kehidupannya dalam situasi apapun. Sampai pada akhirnya ia harus meninggalkan dunia yang penuh kemunafikan di gunung Semeru dalam usia yang masih sangat muda, 27 tahun minus 1 hari, tanpa cinta seorang perempuan!

5 komentar:

Cheng Prudjung mengatakan...

wowwww woowwwww ... sy suka ulasanmu.. jadi begini yah hasil bertapa mu gas (sms ra dibales, ra ketok nang warkop) ????

blog terekomendasi u populer d musim ini. hahaha
#two tumbs up dude!!!

nitip link ku yah ... :D
Alternative road | idealisme partai politik

Lugas Wicaksono mengatakan...

ak lho tiap hari ngopi d warkop.. males ngopi sama kam, gk ad kepentingan soalnya.hahaha....

Anonim mengatakan...

telapa kaki KS berbekas dtulisan in

Unknown mengatakan...

jadi ceritanya sambil ngpost curhat juga ya??
setelah tiada gie punya banyak cinta

Unknown mengatakan...

Memang nasib tdk bisa kita tebak & nyawapun bukan kita yg punya...

Posting Komentar

lugaswicaksono.blogspot.com
 
;