Minggu, 22 Januari 2012

Omek Berlabel Islam dan Dekadensi Moral Mahasiswa

Sudah kesekian kali aku mendengar pacar temanku hamil ataupun temanku perempuan sendiri yang hamil tanpa melalui prosesi pernikahan terlebih dulu, sudah kesekian kali aku mendengar gadis yang katanya baik – baik sudah kehilangan kegadisannya. Seminggu yang lalu aku dengar kabar bahwa kawanku masuk penjara oleh karena kasus pencabulan anak di bawah umur. Tiga hari lalu kawanku tertangkap tangan polisi karena kedapatan mengkonsumsi ganja. Tadi malam aku lihat dua pemuda mabuk bertengkar memperebutkan satu gadis di simpang jalan. Yang satunya tewas dan satunya lagi masuk penjara. Rentetan peristiwa di atas, mengajak otakku terus berpikir, bahwa ada permasalahan besar yang disebut moral! Ya, dekadensi moral pemuda, khususnya mahasiswa, mengancam tumbuh kembangnya negeri ini. Membuatku semakin galau menatap kehidupan yang semakin absurd.

Pagi ini tak kulihat mentari pagi. Membuat pagi agak gelap dan basah oleh tetesan embun yang tak kunjung kering. Persis seperti perasaan hatiku yang gelap, suram dan basah oleh tetesan air mata kepedihan, galau! Ku ajak kegalauanku pergi ke kampus, menikmati segala sesuatu yang terkandung di dalamnya, termasuk mahasiswi – mahasiswi cantik tentunya. Di tempat – tempat strategis kulihat pamflet – pamflet milik komunitas - komunitas GJ tertempel di tembok, papan pengumuman, meja kantin, pohon. Menceritakan apa – apa saja yang akan mereka lakukan dengan harapan menarik minat bagi yang membacanya. Yang paling banyak ku temukan adalah milik omek berlabel Islam.

Ya, omek berlabel Islam seperti KAMMI, HTI, HMI, IMM ataupun PMII cukup eksis di kampusku. Tapi sayangnya mereka menawarkan sesuatu yang kolot, yaitu Islam. Ya, Islam memang kolot, dari dulu sampai sekarang ajaran – ajarannya itu – itu saja. Salah satu agama dari enam agama yang diakui di negeriku, agama yang mempunyai penganut paling banyak. Agama yang menyuruh penganutnya untuk menjauhi perintah Tuhannya dan menjauhi laranganNya. Mengajarkan akan nilai – nilai kebaikan. Membedakan antara dosa dan pahala. Yang jelas ajarannya untuk menjadikan moral pengikutnya menjadi baik. Tapi sayang ajarannya absurd, tak mampu diterjemahkan dengan baik oleh seluruh pengikutnya yang mayoritas di negeri ini.

Ironisnya omek – omek berlabel Islam di atas tak mampu menjawab tantangan htu. Label hanyalah label yang hanya akan melekat di atribut mereka. terkadang mereka malah terlihat exclusive oleh label Islamnya tadi. Seperti KAMMI ataupun HTI yang berpenampilan layaknya penganut Islam di Negara Timur Tengah, terlihat “seram” karena bertolak belakang dengan culture masyarakat Indonesia. Apalagi dengan citra – citra buruk Islam seperti itu. Terorisme, pengonsep Negara Islam telah dilekatkan masyarakat terhadap label Islam seperti itu. Masyarakat terlanjur dibuat takut karenanya. Bagaimana masyarakat akan mengikutinya, jika masyarakat termasuk mahasiswa di luar mereka sudah dibuat takut akan penampilannya yang aneh.

HMI malah saya pikir bukan omek yang berideologi Islam, tapi lebih ke politik. Bagaimana mereka mengkader kadernya untuk menjadi politisi ulung yang mampu menjalankan sistem pemerintahan di negeri ini. Tak kulihat unsure – unsure Islam melekat dalam otak kadernya. Yang ada hanyalah bagaimana cara “menguasai”. Dan aku sangsi akan pendidikan moral yang diajarkan omek ini.

IMM adalah omek Islam paling baik yang pernah saya temui, dengan membawa nama Islam jenis Muhammadiyah, mendapat kesempatan lebih besar untuk eksis dalam kampus yang juga berlabel Islam Muhammadiyah. Gerakan – gerakannya banyak dilakukan dalam kampus, karena sebenarnya statusnya di UMM bukan omek tapi BSO. Sehingga mereka mampu membaur dengan mahasiswa lainnya. Dan citranya sudah dikenal dengan baik, sehingga banyak yang mengikutinya. Tapi terkadang di sisi lain mereka terlalu sombong dengan kelebihannya tersebut. Lupa diri dan akhirnya lupa dengan misi – misinya membawa Islam. Dan juga sekilas aku lihat mereka juga bingung ketika banyak dari mahasiswa yang mengikutinya. Mau di bawa ke mana mahasiswa yang begitu banyak ini? Sia – sialah sudah mahasiswa yang berniat untuk memperbaiki moralnya.

Sedangkan PMII adalah organisasi paling kolot yang pernah saya temui. Di era modern dewasa ini, mereka masih bangga dengan culture – culture kolot yang mereka bawa dari pondokan. Sebagian besar dari mereka memang sebelumnya menempuh pendidikan di pondokan sebagai santri. Mantan santri yang tak sedikit pun berkeinginan untuk berpenampilan menarik layaknya pemuda jaman sekarang. Dampaknya merekapun tertinggal oleh jaman. Mahasiswa di luar mereka menjadi jijik dengan penampilan mereka.

Dalam hal ini, sebenarnya pada dasarnya visi misi omek Islam sudah baik. Hanya saja dalam perjalanannya tak semulus teorinya. Tidak ada benang biru yang bisa ditarik antara misi yang dibawa omek dengan culture pemuda dewasa ini. Omek terkesan lebih exclusive dengan tidak memperhatikan lingkungan sekitar, begitu sebaliknya. Pesan – pesan moral yang di bawa omek pada akhirnya tidak sampai ke mahasiswa – mahasiswa di luar mereka. Dekadensi moral dilingkungan mahasiswa tak terhindarkan lagi. Menjadi manusia yang tak bermoral ternyata lebih nikmat daripada manusia yang bermoral. Banyak aturan – aturan ketat yang diberikan ketika ada manusia yang ingin menjadi manusia bermoral. Dan omek berlabel Islam tak mampu memberikan sesuatu yang mudah untuk mengajak mahasiswa menjadi manusia yang bermoral.

Dalam teori sosiologi tentang perubahan sosial dibutuhkan suatu proses yang dinamakan adaptation. Para aktivis omek sebenarnya cukup punya solusi cerdas dalam hal ini. Sayang mereka malas, atau mungkin moral sudah bukan sesuatu yang penting dewasa ini? Jangan bilang jika aktivis - aktivis omek berlabel Islam tersebut juga tak punya moral.

Mungkin label Islam sudah tak layak lagi dijual sekarang. Masyarakat sudah terlalu takut untuk memakainya. Lebih menakutkan daripada komunis. Jika aku disuruh memilih antara menembak mati seorang komunis dengan aktivis omek Islam. Aku akan mengubur mayatnya dengan hormat setelah ku tembak mati jika ia seorang komunis, sedangkan jika aktivis omek Islam aku akan membuangnya ke kali setelah aku tembak mati.

.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Tulisan yang penuh emosional, sangat subjektif, mengkritik secara pedas dan membakar semangat pembaca untuk merespon (jika mereka berfikir...). Atau bisa juga merka sekeder mengangguk-anggukkan kepala karena setuju. Satu lagi, pasti ada juga yang geleng-geleng kepala membacanya, wong edan! (edan perubahan) hahahaha...

Posting Komentar

lugaswicaksono.blogspot.com
 
;