Selasa, 02 Desember 2014

Bocah SD Ini Harus Kerja Dulu Demi Uang Saku Rp 1.500


SINGARAJA - Gede Radiasa (11) usai mengerjakan pesanan bokor (tempat sesajen) di rumah tetangganya ketika ditemui di rumahnya di Banjar Kawanan, Desa Menyali, Kecamatan Sawan, Kamis (27/11) siang. Aktivitas tersebut seringkali dilakukannya setiap pulang sekolah.

Radiasa, siswa kelas VI di SDN 1 Menyali ini mengaku sukarela bekerja di usia belianya hanya untuk mendapatkan uang saku sekolah, atau sekadar mendapatkan sesuap nasi. Setiap membuat bokor, ia biasa dikasih upah Rp 1.500 sampai Rp 2.000. Terkadang, tetangga yang memanfaatkan jasanya memberikan seporsi nasi sebagai ganti upah.

"Buat uang jajan saja uangnya di sekolah. Kadang juga gak dikasih uang tapi dikasih nasi," ucapnya polos.
Maklum, kondisi ibunya, Ni Ketut Adil (38) tidak memungkinkan untuk menafkahinya. Sepasang mata Adil buta sejak kecil. Sama seperti anaknya, sesekali ia membantu para tetangganya mencuci piring hanya untuk mendapatkan sesuap nasi.

Radiasa dan ibunya masih menumpang di rumah paman, Wayan Siara (44) dan bibinya, Cening Amirtini (42) yang sehari-hari bekerja sebagai penjual kerupuk. Bocah ini sejak dilahirkan tidak pernah merasakan hangatnya kasih sayang seorang ayah.

Ni Ketut Adil (kiri) bersama anaknya, Gede Rediasa (kanan)


Meski begitu, Adil mengaku, tidak pernah mendapatkan bantuan apapun dari pemerintah. Sehari-hari ia bersama anaknya bertahan hidup dari hasil membantu tetangganya mencuci piring dan kakak bersama istrinya yang setia merawatnya. Menurutnya, ia hanya pernah sekali mendapatkan bantuan dari seseorang yang merasa simpati kepadanya berupa sembako.

"Kalau untuk makan biasa dapat dari para tetangga. Biasanya saya bantu cuci piring dulu terus dikasih makan. Sama dibantu kakak saya ini. Bantuan dari pemerintah selama ini kami belum pernah dapat. Cuma sekitar sebulan lalu ada yang kasih sembako karena kasihan," ujar Adil.

Menurutnya, jika diperbolehkan memilih, ia ingin mendapat bantuan pengobatan matanya agar bisa kembali normal. Ia ingin bisa bekerja untuk menafkahi anaknya.

"Kalau dapat bantuan saya ya sangat ingin. Apalagi kalau dapat bantuan pengobatan mata saya biar bisa melihat lagi, biar bisa kerja seperti orang-orang normal untuk cari uang buat anak saya ini. Kasihan dia," tambahnya sembari meneteskan airmata.

Sementara itu, Cening menuturkan, selama ini ia bersama suaminya hanya mampu membantu untuk makan sehari-hari saja. Mengingat penghasilannya bersama suami sebagai penjual kerupuk tidak seberapa.
Cening mengaku, sudah sekian kali ia atau suaminya menanyakan soal bantuan untuk adik dan keponakannya tersebut kepada pihak desa. Namun, selama sekian kali itu pula ia diminta menunggu.

"Cuma didiamin saja kami, dicuekin sama perbekel lama waktu menanyakan ke kantor desa. Katanya cuma suruh nunggu saja. Tapi sekarang sudah ganti perbekel. Kalau perbekel yang baru ini merasa prihatin dan berjanji akan segera mengurus data biar bisa dapat bantuan," kata Cening. (gas)

0 komentar:

Posting Komentar

lugaswicaksono.blogspot.com
 
;