Jumat, 30 Desember 2016

Matinya Tiga Prajurit Rendahan 2


Tengah malam selesai menulis dan mengirim berita tentang tewasnya tiga tentara tertimbun longsoran tanah di Dusun Dasong, Desa Pancasari, Kecamatan Sukasada, Buleleng aku membayangkan yang indah-indah. Aku membayangkan beritaku di koran esok akan dijadikan single fokus memenuhi HL 1. Aku lalu tidur bersama dua temanku lain di kamar kosku.

Pagi sekali aku bangun dari tidur dan langsung membeli koran karena saking penasarannya dengan pemberitaan tiga anggota tentara yang tewas. Eeehhhh... ternyata pemberitaan di koran tempat saya bekerja jauh dari ekspektasi. Memang muncul di HL 1 tetapi bukan single fokus dan hanya berita kecil saja yang seakan diselipkan di kiri bawah halaman.



Berita itu hanya pendek saja yang menjelaskan tiga tentara tewas tertimbun longsor setelah mengerjakan senderan. Berikut komentar dari pejabat tentara di Denpasar yang menjelaskan bahwa tiga prajuritnya tertimbun longsor setelah gotong royong. Sama sekali tidak disebutkan bahwa ketiganya tewas karena mengerjakan proyek senderan vila pribadi milik seorang jenderal berinisial JT yang kini menjadi orang nomor dua di intelejen nasional.

Di berita yang termuat itu juga sama sekali tidak menampilkan foto. Hasil peliputanku di lokasi kejadian juga hanya sedikit saja yang diambil. Seorang pria yang sebelumnya mengaku sebagai pemilik vila dan mengatakan orang yang tertimbun longsoran tanah itu adalah tukang bukan tentara juga komentarnya tidak muat.

Malam setelah peliputan saya berkomunikasi dengan pimpinan saya melalui pesan singkat. Satu pesannya berisi bahwa pihak tentara tidak ingin peristiwa itu diberitakan, terlebih tentang vila sang jenderal. Ternyata benar, perintah itu dijalankan.

Saya sangat memahami pihak redaksi mempertimbangkan secara matang tentang berita yang akan dimuat. Apalagi berita yang sangat potensi bermasalah seperti ini. Boleh dikata redaksi takut untuk memberitakan vila sang jenderal. Memang tidak ada narasumber jelas yang mengatakan bahwa vila itu milik sang jenderal, ada hak media untuk mengungkapnya dengan sumber anonim, karena semua narasumber takut untuk mengungkapnya. Tetapi itu tidak dipakai redaksi karena memang rawan gugatan jika demikian.

Redaksi mungkin enggan bermasalah dan berpikir panjang untuk memilih tetap menjaga hubungan baik dengan tentara. Apalagi dengan keselamatan saya sebagai buruh rendahan ini. Meskipun dengan konsekuensi ada fakta yang harus ditutupi. Tetapi harus kite terima bahwa inilah potret industri media kekinian. Saya yakin sebagian media besar lain juga bersikap demikian.

Rasa kecewa tentu saja sangat menyiksa diri saya. Apalagi ketika teringat proses peliputan semalam dengan perjuangan menuju lokasi dan sedikit tekanan yang membuat sedikit rasa tidak nyaman. Tetapi ini kenyataan yang harus saya terima. Kenyataan bahwa tidak semua fakta tidak bisa diungkap kepada publik.

Kondisi seperti ini mungkin sering dialami jurnalis dan media ketika zaman orde baru lampau. Sangat mungkin tekanan lebih keras dan tekanan itu sudah menjadi makanan sehari-hari bagi jurnalis kala itu. Mungkin kalau saja Opa JO bersikap keras sama dengan Petrus KO, media KG tidak akan sebesar ini. Opa JO lebih memilih berkompromi dengan penguasa dalam beberapa pemberitaan untuk menghindari pemberedelan. Dia berpikir jangka panjang, terutama kelangsungan hidup ratusan jurnalis dan karyawan yang bekerja di medianya. Ia membayangkan jika medianya diberedel kala itu, ratusan orang akan menganggur dan keluarganya akan melarat.

***

Petang itu saya meyakini terjadi dis-skenario antara komandan tentara yang di Buleleng dengan komandan yang di Denpasar. Di lokasi kejadian komandan tentara di Buleleng menjalankan skenario bahwa tiga orang yang tewas tertimbun longsor bukan tentara, melainkan tukang yang sengaja didatangkan dari Jawa untuk mengerjakan bangunan vila. Mereka menunjuk satu sekuriti untuk mengaku sebagai pemilik vila dan menjelaskan skenario itu kepada saya. Ini untuk menutupi fakta sebenarnya bahwa sesungguhnya tiga tentara tewas setelah mengerjakan proyek senderan vila pribadi milik sang jenderal.

Berikut berita yang saya tulis dan tidak dimuat;

SINGARAJA - Belasan pria berseragam loreng berkumpul di satu bangunan vila di Dusun Dasong, Desa Pancasari, Kecamatan Sukasada, Buleleng, Kamis (29/12) petang. Namun tidak satupun dari mereka enggan berkomentar kepentingannya berada di vila tersebut.

Sore harinya, sekitar pukul 16.00 Wita terjadi musibah tanah longsor di belakang vila itu saat sejumlah pria membangun senderan bangunan yang berada di atas ketinggian itu. Tiga pria berpakaian loreng yang membangun senderan itu tertimbun longsoran tanah dan bebatuan dan dikabarkan tewas. Ketiganya dievakuasi oleh petugas TNI dibantu warga sekitar dan langsung dibawa ke rumah sakit di Denpasar.

Seorang warga yang tinggal di dekat vila mengatakan, para pria berpakaian loreng itu telah bekerja membangun proyek senderan vila itu sejak Kamis (22/12) setelah banjir bandang yang menerjang kawasan Desa Pancasari pada Rabu (21/12) sore. Menurut dia yang enggan namanya disebutkan, para pria itu telah bekerja membangun proyek vila dan tinggal di situ sejak sebulan lalu.

Sore itu mereka sedang membangun tiang beton untuk senderan. Ketika sedang bekerja tiba-tiba bebatuan di atas mereka longsor bersama tanah menimbun ketiganya. Mereka tertimbun selama beberapa jam sampai pada akhirnya berhasil dievakuasi dari longsoran tanah. Menurutnya, ketiganya dalam kondisi tewas setelah dievakuasi.

“Mereka buat lagi buat cakar ayam (pondasi dari tiang beton) tiba-tiba batu di atas sama tanahnya longsor menimbun mereka. Sudah dari seminggu lalu mereka kerja menukang di vila itu, sudah bermasyarakat. Yang punya vila kabarnya pejabat tinggi tentara gitu,” ujarnya.

Kadek Mariata, pria yang mengaku sebagai pemilik vila mengatakan, senderan itu dibangun setelah tanah di atas vila longsor usai musibah banjir bandang. Pembangunan senderan itu dikerjakan untuk mencegah longsoran tanah agar tidak sampai mengenai bangunan vila. Ia membantah jika pekerja senderan itu adalah anggota TNI, melainkan menurut dia adalah tukang yang sengaja didatangkan dari Jawa. Ia juga mengaku tidak mengetahui nama-nama yang terkena timbunan longsor.

“Sekian hari kan longsor waktu banjir, mau dibetulkan setelah mau dipasang pondasi yang di atas jatuh, tukang saya ada di sana. Saya dapat informasi ada kejadian di sini, tukang saya kena longsor. Empat hari yang lalu ada longsor, supaya gak berlanjut ke bangunan, bangunan saya ini sudah ada IMB ada kita mau perbaiki supaya longsornya tidak berlanjut ke bangunan kita makanya kita pasang pondasi, waktu digali dibawah ternyata tanah itu dari atas jatuh lagi kena dah tertimbun tiga orang,” tuturnya.

Kabar yang menyebutkan bahwa pemilik vila adalah seorang jenderal yang bertugas di Jakarta juga dibantahnya. Ia dengan nada tinggi menjelaskan bahwa vila itu miliknya bukan milik orang lain.

“Tukang dari Jawa, bukan tentara gak ada hubungannya sama tentara. Jangan karena pakaian loreng dibilang tentara. Saya ini pemiliknya, yang katanya jenderal atau apalah itu tidak benar,” tambah dia.

Ia juga membantah jika pekerja senderan itu telah tewas. Kini ketiganya sedang dirawat di rumah sakit di Denpasar.

“Kita belum tahu ini di rumah sakit bagaimana, kita kan mau tengok sekarang ini. Mereka ini kalau sehat atau gimana kita kan belum tahu karena dibawa ke Denpasar. Tolong jangan dibilang meninggal dulu ya biar kita tidak salah informasi tahu-tahu orang meninggal tapi masih belum kita kan ndak tahu,” pungkasnya. (gas)




0 komentar:

Posting Komentar

lugaswicaksono.blogspot.com
 
;